Ulama: Pandemi COVID-19, Ketaatan pada Ulil Amri Tak Mutlak
Dalam kondisi Pandemi COVID-19, umat Islam dan masyarakat secara luas, berkewajiban untuk taat pada pemerintah. Sehingga, dengan ketaatannya itu akan menjadikan peraturan dan tata kehidupan baru menjadi lebih baik.
KH Afifuddin Muhajir, Pengasuh Ma'had Aly Al-Ibrahimy Sukorejo, Asembagus Situbondo berpesan:
"Selain wajib taat kepada Allah dan Rasulullah, umat islam juga wajib taat kepada ulil amri. Namun kewajiban taat kepada ulil amri tidak bersifat mutlak, melainkan dengan qayid (catatan) tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dan Rasulullah.
Ulil amri di bidang politik adalah pemerintah (الأمرآء)
Ulil amri di bidang agama adalah para ahli agama (العلمآء)
Ulil amri di bidang kesehatan adalah ahli kesehatan (الأطبآء)
"Dalam penanganan virus Corona harus ada sinergitas antara tiga kelompok tersebut."
Demikian pesan disampaikan Kiai Afifuddin Muhajir, yang juga Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Sementara itu, KH Husein Muhammad menyampaikan renungan soal "Manusia".
Tadi malam aku membaca lagi buku "Fihi Ma Fihi", (Di dalamnya apa yang ada di dalam). Aku membuka halaman 90-91) :
الِانْسَانُ شَيْئٌ عَظِيم فيه مَكْتوب كُلُّ شَيْئٍ ولَكِنَّ الحُجُبَ والظُّلُماتِ لَا تَسْمَحُ لَه بِأَنْ يَقْرَأَ العِلْمَ المَوْجُودَ فِى دَاخِلِهِ. وَالحُجُبُ والظُّلُماتُ هِى هَذِه المَشَاغِلِ المُخْتَلِفَةُ وَالتَّدَابِيرُ الدُّنْيَوِيّةُ المُخْتَلِفَةُ والرَّغَبَاتُ المُخْتَلِفَةُ وَبِرَغْمِ اَنَّهُ غَارِقٌ فِى الظُّلُماتِ وَمَحْجُوبٌ بِالسَّتَائِرِ يَسْتَطِيعُ اَنْ يَقْرَأَشَيْئاً وَيَسْتَنْبِطُ مِنْه. تَأَمَّلْ عِنْدَمَا تَزَالُ هَذه الظُّلُمَاتُ والحُجُبُ اَيُّ طَرَازٍ مِنَ المُسْتَنْبَطِينَ سَيَكُونُ. وَاَيُّ عُلُومٍ سَيَكْتَشِفُ فِى دَاخِلِهِ.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang agung. Di dalam dirinya telah tertulis segala sesuatu. Tetapi tirai dan kegelapan hati tidak memperkenankannya untuk membaca pengetahuan apa yang ada di dalam dirinya. Tirai dan kegelapan itu adalah kesibukan-kesibukan yang bermacam-macam, kerja-kerja duniawiyah yang bermacam-macam dan hasrat-hasrat rendah yang juga bermacam-macam. Meskipun dia tenggelam dalam kegelapan dan terhalang tirai, tetapi potensinya mengetahui segala hal tetap eksis. Dia sesungguhnya dapat membaca sesuatu dan menggali pengetahuan darinya. Renungkanlah, ketika kegelapan dan tirai-tirai itu hilang, maka dia akan mengetahui segalanya dan apa yang di dalamnya bisa terungkap. (Rumi, Fihi Ma Fihi, hlm. 90-91).
Membaca pernyataan maulana Rumi ini, aku sejenak terusik. Dari manakah pengetahuan yang ada di dalam diri manusia itu?. Apakah atau siapakah ia ? Akal atau ruh atau? .
Rumi mungkin saja ingin mengatakan bahwa essensi manusia adalah akal atau ruh itu yang bersemayam di dalam tubuh. Dan ia sering terpenjara oleh tubuh.
Atau mungkin ingin mengatakan bahwa manusia tidak bisa mengatasi dan mengelola kehidupan dengan baik karena akal dan hatinya tertutup oleh hasrat-hasrat tubuh yang pragmatis, instan dan rendah.
Wallahu A'lam. Hanya Allah Yang Tahu.
30.05.2020
HM