UKM Sinematografi UNAIR Hadirkan Agenda Pemutaran dan Diskusi Film Ramah Kaum Disabilitas
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sinematografi Universitas Airlangga (UNAIR) berhasil menggelar agenda pemutaran film-film pendek sekaligus diskusi dengan menghadirkan berbagai komunitas disabilitas dan komunitas film yang ada di Kota Surabaya, yang bertajuk Simoning (Sinema Movie Screening).
Simoning adalah program rutinan yang telah digelar sebanyak tujuh kali tahun dan pada tahun ini, UKM Sinematografi UNAIR bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, dalam program SINEMAKSI.
Penanggungjawab Simoning #7 Dendy Ariza Putra menjelaskan, gelaran tersebut mengusung tema Agora, yang dalam sejarah Yunani Kuno merupakan sebuah ruang publik yang menjadi titik temu para warga seluruh kota. Di Agora, para warga melakukan aktivitas politik, sosial, budaya, dan bertemunya segala hiruk pikuk aktivitas lainnya.
Sejalan dengan tema tersebut, lanjut Dendy, Simoning hadir sebagai medium apresiasi bagi karya para sineas sinema, yakni film-film pendek, yang menjadi medium untuk menyerukan isu-isu sosial dan menjadi katalis percakapan antara pembuat film dan audiens, termasuk mereka kaum disabilitas.
"Simoning tahun ini diadakan untuk menjadi ruang berkumpul bagi semua orang, termasuk para disabilitas, karena sejatinya dalam merayakan sinema adalah hak bagi semua orang tanpa terkecuali," tuturnya, Rabu 30 Oktober 2024.
Sejalan dengan komitmen tersebut, bahwa dalam Simoning #7 pula, Dendy menerangkan terdapat segmen pemutaran Film Inklusif, yang menghadirkan film “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” karya Wregas Bhanuteja, “Georgia” garapan sutradara Korea Selatan Jayil Pak, dan “Bermula dari A” yang disutradarai BW Purbanegara.
Selain terdapat segmen Pemutaran Film Inklusif yang berupaya memberikan pengalaman menonton yang aksesibel untuk komunitas disabilitas. Simoning #7 juga menghadirkan sesi diskusi yang membahas mengenai ketidakadilan terhadap kelompok disabilitas.
Pada segmen kedua terdapat Program Layar Hukum, yang membahas mengenai relasi hukum dan korupsi melalui film. Film-film pendek yang diputar pada sesi ini adalah “Home Sweet Home” dengan sutradara Ifdhal, “Kronik Purwicara” yang disutradarai Riza Fahlevi, dan “Sa Pu Nama Moses” yang disutradarai Danny Mambrasar.
Sesi selanjutnya juga digelar segmen Layar Apresiasi, dengan fokus menyorot dampak dan metode korupsi yang sering tidak terlihat dan film dijadikan sebagai media pembebasan rakyat. Film-film yang diputar pada sesi ini adalah “Lansia Lan Sopo” garapan sutradara Alfian Alfarisi, “Pulang Sebelum Berangkat” pimpinan sutradara Aprilingga Dani, dan “Hitler Mati di Surabaya” yang disutradarai Dhamar Gautama.
Pada segmen terakhir terdapat Program Korupsi Akar Rumput, dimana pemateri mengajak audiens untuk melihat praktik-praktik korupsi yang terjadi di akar rumput yang bersifat struktural dan dapat mengancam moral masyarakat.
Film yang diputar pada sesi ini adalah “Border Hell” karya sutradara Suara Kembara, “Peluit Panjang” yang disutradarai Yusuf Jacka, dan “West Love” dengan sutradara Reza Fahriansyah.
"Dengan menggunakan teks terjemahan berstandar SDH (Subtitles for the Deaf and Hard of Hearing) serta Pembisik Film (Whisperer) dan JBI (Juru Bahasa Isyarat) dalam diskusinya, Simoning #7 memastikan bahwa semua orang dapat menikmati pemutaran film secara optimal dan inklusif," tegasnya.
Dengan terlaksananya Simoning #7 ini, Sinematografi UNAIR berharap, para sineas film muda dan urban dapat terinsipirasi untuk menggarap dan memproduksi karya yang ramah terhadap semua kaum dan golongan di saluran-saluran sinema lokal yang ada.
Advertisement