Ukhuwah Islamiah, Muhammadiyah dan Al Irsyad Bangun Peradaban
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashi mengingatkan, dalam menjaga dan mengembangkan ukhuwah islamiah. Jangan hanya berfokus pada perbedaan, sebab perbedaan merupakan sunatullah. Dalam urusan perbedaan tidak boleh menjadi alasan dan pemicu adanya perpecahan.
Menurutnya, ketika merasa benar, lantas tidak boleh kebenaran tersebut dijadikan alat menyalahkan yang lain. Haedar menegaskan umat Islam jangan terlalu ditarik dalam urusan-urusan permukaan atau simbol, sebab masih banyak pekerjaan-pekerjaan besar yang harus diselesaikan oleh Umat Islam, yaitu membangun peradaban.
Haedar mengungkapkan hal itu, saat meresmikan Masjid At Tajdid, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Sabtu 20 Agustus 2022. Haedar pu menyampaikan terima kasih kepada Al Irsyad yang telah bersama-sama untuk berta’awun. Pihaknya, mendorong agar kolaborasi untuk ukhuwah internal umat Islam supaya dijaga dan ditumbuh kembangkan.
Menurutnya, meski kerjasama dengan Al Irsyad dalam bentuk fisik berupa masjid, akan tetapi ruh dari kerjasama atau kolaborasi ini sangat kuat untuk menunjukkan persatuan dan kesatuan umat Islam. Persatuan umat saat ini penting untuk digalakkan, sebagai pengukuhan ukhuwah islamiah yang berta’awun untuk memajukan dan membangun bangsa yang berkemajuan.
“Kelihatannya saja fisik, tetapi didalamnya ada ruh, spirit untuk membangun bangsa, dan kemanusiaan universal yang berpondasikan Islam. Kita tunjukan bahwa Islam adalah agam yang membangun peradaban utama,” ungkapnya.
Semangat Ta'awun dan Ukhuwah
Ruh dalam fisik yang dibangun oleh Muhammadiyah, kata Haedar, terdapat dalam semangat membaca-belajar-berilmu. Membaca dalam pandangan Haedar bukan hanya dalam bentuk verbal, tetapi juga membaca dalam arti yang luas. Dari tradisi ini yang kemudian membangun peradaban besar.
Menurutnya, membaca harus didasari dengan nilai-nilai Ketuhanan. Sehingga ilmu yang didapatkan oleh manusia tidak terlepas, tapi saling koheren dengan kepatuhan dan ketundukan kepada tauhid.Hal ini merupakan sisi distingsi dari risalah kenabian yang dibawa oleh nabi-nabi sebel Nabi Muhammad. Cara memahami wahyu agama seperti itu yang menjadikan agama dijalankan bukan hanya secara tekstual. Selain itu, dalam memahami wahyu juga membutuhkan intuisi atau irfani. Sebagaimana pendekatan yang dirumuskan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah, bahwa mendekati wahyu menggunakan tiga pendekatan yaitu secara bayani, burhani dan irfani.
“Membangun peradaban dan keadaban sekaligus menyebarkan Islam sebagai rahmat ke seluruh alam, meski kepada mereka yang tidak percaya kepada agama dan tidak beragama Islam," terangnya, dilansir situs resmi muhammadiyah.or.id.
Pemilihan nama Muhammadiyah sebagai pengikut Nabi Muhammad, merupakan kesadaran luar biasa yang dimiliki oleh KH. Ahmad Dahlan. Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan bahwa melalui Muhammadiyah, Kiai Dahlan melakukan perubahan besar-besaran umat Islam dalam memandang dan mengimplementasikan agamanya. Agama olehnya diimplementasikan lebih progresif, Islam menjadi agama amal yang menjadi pendorong untuk misi kemajuan peradaban.
Selain itu, Agama Islam bagi Kiai Dahlan memberi peluang sama bagi laki laki dan perempuan untuk menggapai surga dan kesempatan yang sama dalam melakukan perubahan sosial.
Pada kesempatan ini, Haedar juga menyinggung tentang pelaksanaan Muktamar ke 48 Muhammadiyah – ‘Aisyiyah di Surakarta. Menurutnya, meski ngk terpapar covid-19 melandai, namun bagi siapa saja yang datang ke muktamar supaya mentaati protokol kesehatan covid. Selain itu, dirinya berpesan supaya Muktamar ke-48 Muhammadiyah – ‘Aisyiyah haru menjadi uswah hasanah, sekaligus menjadikan Muktamar ke-48 sebagai muktamar yang berkemajuan.
Acara kemudian dilanjutkan dengan launching “Muhammadiyah BioColoMelt-Dx Alat Diagnostik Molekuler Deteksi Kanker Usus Besar” yang merupakan penemuan dalam bidang kesehatan tingkat dunia yang ditorehkan oleh dosen UMP, Susanti MPhil PhD (Pencipta BioColoMelt-Dx/Dosen Farmasi UMP).