Ujian Kapabilitas Calon Gubernur Jakarta
Oleh: Dr. Antonius Benny Susetyo
Pakar Komunikasi Politik, Stafsus BPIP.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 untuk DKI Jakarta menghadirkan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai dua kandidat yang menarik perhatian, menggabungkan pengalaman birokrasi dan popularitas di masyarakat. Dalam konteks politik yang dinamis, pencalonan mereka menjadi momen krusial untuk menilai arah kepemimpinan Jakarta.
Namun, di tengah kompleksitas tata kelola perkotaan, muncul pertanyaan mendasar: apakah keduanya memiliki kapasitas dan visi yang memadai untuk menghadapi tantangan struktural Jakarta dan memenuhi aspirasi warganya dengan solusi yang nyata dan berkelanjutan?
Jakarta adalah kota dengan sejarah panjang sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan budaya Indonesia. Namun, dengan keputusan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, Jakarta berada di persimpangan jalan besar. Tidak lagi menjadi pusat pemerintahan nasional, Jakarta perlu mendefinisikan ulang perannya.
Transformasi ini memerlukan kepemimpinan yang visioner, yang tidak hanya mampu menjaga keberlangsungan kota, tetapi juga mampu membangun Jakarta sebagai kota internasional yang berkelanjutan dan ramah bagi semua warganya.
Pramono Anung dan Rano Karno, dengan latar belakang yang berbeda namun saling melengkapi, tampaknya memahami tantangan ini. Sebagai seorang birokrat yang berpengalaman, Pramono Anung memiliki keahlian dalam hal tata kelola pemerintahan yang baik. Ia mengerti betul bagaimana memanfaatkan potensi birokrasi untuk mencapai tujuan pembangunan yang diinginkan.
Kader PDIP Siap Tarung
Di Jakarta, kemampuan ini sangat penting, mengingat kompleksitas administrasi dan birokrasi di ibu kota yang penuh dengan tantangan. Selain itu, Pramono memiliki kemampuan untuk membangun konsensus di antara berbagai pemangku kepentingan, yang akan sangat berguna dalam memimpin sebuah kota sebesar Jakarta, di mana berbagai kepentingan bersaing untuk mendapatkan perhatian.
Di sisi lain, Rano Karno membawa sesuatu yang tidak kalah penting dengan pengalamannya sebagai Wakil Gubernur dan kemudian Gubernur Banten memberinya pemahaman mendalam tentang pemerintahan daerah.
Rano Karno. Dalam perannya sebagai gubernur Banten, ia menunjukkan komitmen terhadap pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman ini memberikan Rano wawasan praktis tentang apa yang dibutuhkan untuk memimpin sebuah provinsi, yang dapat diaplikasikan dalam skala yang lebih besar di Jakarta.
Kombinasi antara Pramono Anung yang berpengalaman dalam birokrasi dan Rano Karno yang dekat dengan masyarakat adalah kekuatan yang tidak bisa diabaikan. Bersama-sama, mereka memiliki potensi untuk membawa perubahan positif bagi Jakarta, terutama dalam hal menggabungkan efisiensi birokrasi dengan kebijakan yang berorientasi pada rakyat.
Namun, di tengah persaingan ketat dengan kandidat lain seperti Ridwan Kamil yang didukung oleh koalisi KIM PLUS serta nama-nama besar yang mungkin diusung PDIP seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atau Anies Baswedan, Pramono Anung dan Rano Karno harus berjuang keras untuk meyakinkan rakyat Jakarta bahwa mereka adalah pilihan yang tepat.
Seperti yang kita ketahui, politik sering kali penuh kejutan pencalonan Jokowi dan Ahok yang awalnya diremehkan menjadi bukti bahwa popularitas dan reputasi saja tidak cukup; yang lebih penting adalah gagasan konkret dan relevan bagi masa depan Jakarta. Rakyat tidak hanya mencari pemimpin dengan prestasi masa lalu, tetapi juga yang memiliki visi jelas dan kemampuan merealisasikannya.
Politik gagasan harus menjadi fokus kampanye, terutama mengingat tantangan baru setelah status ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur. Jakarta tetap perlu menjadi pusat ekonomi dan kota yang layak huni bagi semua warganya, yang membutuhkan pemimpin dengan ide-ide segar dan kapasitas untuk menerapkannya.
Masalah ketimpangan sosial dan peningkatan kualitas pendidikan juga harus menjadi prioritas, karena gubernur terpilih harus memastikan akses pendidikan yang layak dan berkualitas bagi jutaan anak muda Jakarta agar mereka dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional..
Dalam hal pembangunan ekonomi, Jakarta harus dikembangkan sebagai kota yang menarik bagi investasi internasional, yang memerlukan lingkungan bisnis kondusif, infrastruktur mendukung, dan kebijakan pro-bisnis. Para kontestan, dengan pengalaman masing-masing, dipandang memiliki potensi untuk mewujudkan visi ini.
Namun, seperti yang diingatkan oleh Plato dan Socrates, demokrasi memungkinkan rakyat memilih pemimpin, tetapi juga membawa risiko kesalahan dalam memilih. Jakarta membutuhkan pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga memiliki kemampuan manajerial kuat.
Seorang gubernur yang visioner harus mampu memimpin bukan hanya dengan retorika, tetapi juga dengan tindakan nyata, memetakan arah jangka panjang kota ini. Sebagai simbol kemajuan dan tantangan Indonesia, Jakarta memerlukan pemimpin yang dapat membawa kota ini ke arah lebih baik, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga bagi generasi mendatang.
Pada realitasnya, Jakarta menghadapi banyak tantangan sosial yang mendesak, mulai dari kemacetan lalu lintas yang kronis hingga masalah perumahan yang tidak memadai. Sebagai kota terbesar di Indonesia, Jakarta adalah magnet bagi pencari kerja dari seluruh pelosok negeri, yang sering kali menyebabkan pertumbuhan populasi yang tidak terkontrol. Ini, pada gilirannya, meningkatkan tekanan pada infrastruktur kota yang sudah sangat padat.
Para kandidat harus mampu merumuskan strategi yang kuat untuk mengatasi masalah ini. Ini termasuk perencanaan kota yang lebih baik, memperbaiki transportasi publik, dan memperluas akses terhadap perumahan yang terjangkau.
Masalah kemacetan di Jakarta, misalnya, tidak dapat diatasi hanya dengan membangun lebih banyak jalan atau flyover. Solusi yang lebih berkelanjutan, seperti pengembangan jaringan transportasi publik yang efisien dan ramah lingkungan, perlu menjadi prioritas.
Lingkungan di Jakarta menghadapi tantangan serius. Banjir tahunan menunjukkan bahwa sistem drainase kota masih perlu perbaikan mendesak. Polusi udara akibat tingginya jumlah kendaraan bermotor juga menjadi isu utama.
Para pemimpin Jakarta harus fokus pada kebijakan lingkungan yang tidak hanya menangani banjir, tetapi juga menjaga kualitas udara, mendorong penggunaan energi terbarukan, mengurangi emisi kendaraan, dan memperbaiki ruang hijau kota yang semakin menyusut.
Pengelolaan sampah juga memerlukan perhatian lebih. Jakarta memproduksi ribuan ton sampah setiap hari, namun kapasitas pengelolaannya terbatas. Diperlukan sistem yang lebih efisien dengan pendekatan reduce, reuse, recycle, serta peningkatan edukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah untuk menciptakan budaya sadar lingkungan.
Selain sebagai pusat ekonomi, Jakarta memiliki potensi besar sebagai pusat kebudayaan dan pariwisata, dengan warisan budaya yang kaya. Sayangnya, potensi ini sering kurang dimanfaatkan. Para pemimpin harus menjadikan revitalisasi kawasan bersejarah seperti Kota Tua dan Sunda Kelapa sebagai prioritas utama.
Promosi pariwisata dan pengembangan event internasional di Jakarta dapat meningkatkan jumlah wisatawan dan pendapatan kota. Sebagai kota yang sangat beragam, Jakarta memerlukan kepemimpinan yang mampu menjadikan keberagaman sebagai kekuatan, bukan sumber perpecahan.
Membangun Jakarta sebagai kota yang inklusif, di mana semua warga merasa dihargai dan diterima, harus menjadi prioritas utama para calon gubernur dan wakil gubernur.
Jakarta memiliki peluang besar untuk bertransformasi menjadi kota pintar (smart city) dengan memanfaatkan teknologi guna meningkatkan kualitas hidup warganya. Pramono Anung dan Rano Karno perlu memprioritaskan inovasi teknologi dalam pemerintahan dan layanan publik, seperti penggunaan data dan analitik untuk perencanaan kota, pengembangan infrastruktur digital, serta meningkatkan akses layanan publik melalui platform digital. Langkah awal yang krusial adalah memperluas jaringan internet berkecepatan tinggi di seluruh kota, yang menjadi fondasi bagi smart city. Akses internet yang cepat akan mendukung layanan pemerintah online, pendidikan digital, dan inovasi bisnis lokal. Selain itu, teknologi harus dimanfaatkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, dengan sistem digital yang memungkinkan warga memantau kinerja pemerintah dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan secara online.
Pemimpin Jakarta harus responsif terhadap kebutuhan rakyat dan fokus pada hasil nyata. Ini berarti memiliki mekanisme yang memudahkan warga untuk menyampaikan aspirasi dan kritik, serta memastikan setiap kebijakan berbasis data akurat dan penelitian matang. Target yang jelas dan dapat dicapai harus ditetapkan, mencakup aspek seperti pengurangan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan, penyediaan perumahan layak, serta peningkatan infrastruktur kota, yang semuanya dilaporkan secara terbuka kepada publik.
Pemberdayaan ekonomi lokal juga menjadi aspek penting. Di tengah tantangan global dan dampak pandemi, UMKM di Jakarta membutuhkan dukungan kuat dari pemerintah untuk tumbuh dan berkembang. Pelatihan keterampilan, akses permodalan, dan fasilitasi pemasaran produk lokal harus menjadi prioritas.
Kebijakan ekonomi harus mendukung tidak hanya perusahaan besar, tetapi juga pengusaha kecil yang merupakan tulang punggung ekonomi lokal.
Selain itu, akses pasar bagi UMKM perlu diperluas melalui pengembangan pasar digital dan promosi produk lokal ke pasar internasional, termasuk adopsi teknologi baru untuk meningkatkan daya saing mereka.Jakarta adalah kota yang padat dan sering kali kekurangan ruang terbuka hijau.
Salah satu tantangan terbesar bagi Pramono Anung dan Rano Karno adalah bagaimana menata kembali ruang kota agar lebih berkelanjutan dan layak huni. Penataan ruang yang baik harus mempertimbangkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, kebutuhan perumahan, dan pelestarian lingkungan.
Ruang terbuka hijau harus diperluas dan diperbaiki, tidak hanya sebagai paru-paru kota tetapi juga sebagai tempat bagi warga untuk berinteraksi dan beraktivitas fisik. Selain itu, tata ruang kota harus dirancang sedemikian rupa agar dapat mengurangi dampak bencana, seperti banjir dan polusi udara. Ini berarti memperkuat sistem drainase, mengendalikan pembangunan di daerah rawan bencana, dan menerapkan kebijakan yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Perlu adanya perhatian mengenai penataan perumahan di Jakarta, terutama dalam hal mengatasi masalah permukiman kumuh. Program-program revitalisasi permukiman kumuh dan pembangunan perumahan yang layak dan terjangkau harus menjadi prioritas, dengan pendekatan yang menghormati hak-hak warga dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan.
Akhirnya, Jakarta memerlukan pemimpin yang dapat menekankan pentingnya kepemimpinan yang berbasis nilai dan etika. Dalam lingkungan politik yang kadang penuh dengan pragmatisme, menjaga integritas dan etika adalah hal yang sangat penting.
Pemimpin yang visioner harus menjadi teladan bagi bawahannya dan masyarakat luas dalam hal kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab. Kepemimpinan berbasis nilai ini juga berarti komitmen yang kuat terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Pramono Anung dan Rano Karno harus memastikan bahwa pemerintahan mereka bersih dari praktik-praktik korupsi dan nepotisme, serta mendorong transparansi dalam setiap aspek pemerintahan. Mereka harus menciptakan lingkungan di mana setiap pejabat publik merasa bertanggung jawab kepada rakyat, dan di mana setiap kebijakan dibuat demi kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Jakarta adalah kota dengan jutaan cerita, namun sayangnya, tidak semua warganya merasakan keadilan yang sama. Kesenjangan sosial-ekonomi yang masih tinggi, diskriminasi berdasarkan latar belakang sosial dan ekonomi, serta ketidakadilan dalam akses terhadap pelayanan publik adalah beberapa masalah yang masih harus dihadapi.
Pemimpin Jakarta nantinya perlu menghadirkan Jakarta yang inklusif, di mana setiap warga, tanpa memandang latar belakangnya, memiliki kesempatan yang sama untuk sukses dan merasakan manfaat dari pembangunan kota. Ini berarti mendorong kebijakan yang adil dalam penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, perumahan, dan pekerjaan.
Selain itu, mereka juga harus memperhatikan kelompok-kelompok rentan seperti kaum miskin kota, penyandang disabilitas, dan masyarakat marjinal lainnya, dengan memberikan mereka perhatian khusus dalam setiap kebijakan yang dibuat.
Dapat disimpulkan Jakarta membutuhkan gubernur yang visioner, yang tidak hanya mampu memimpin dengan baik, tetapi juga memiliki visi yang jelas tentang masa depan kota ini. dengan kombinasi keahlian dan pengalaman mereka Pramono Anung dan Rano Karno,, memiliki potensi untuk menjadi pemimpin yang mampu membawa Jakarta ke arah yang lebih baik.
Mereka perlu memastikan bahwa setiap kebijakan dan tindakan yang diambil selalu mengutamakan kepentingan rakyat dan lingkungan, menciptakan Jakarta yang lebih bersih, adil, dan sejahtera. Visi ini menuntut kepemimpinan yang kuat, transparan, dan berbasis pada prinsip-prinsip etika yang kokoh, dengan komitmen untuk mewujudkan kota yang inklusif bagi semua warganya.