Uji Klinis Vaksin Merah Putih Tunggu BPOM
Tim riset pengembangan vaksin Merah Putih Universitas Airlangga (Unair) hingga saat ini masih menunggu lampu hijau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan uji klinis tahap satu.
Koordinator Riset vaksin Merah Putih Unair, Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, uji klinis sudah bisa dilakukan karena saat ini sudah masuk tahap clinical lot (produksi untuk uji klinis) oleh PT Biotis Pharmaceutical Indonesia.
"Untuk kapan kepastian uji klinis tahap satu yang pasti dalam waktu dekat ini. Tanggalnya masih belum tahu karena kita menunggu keputusan dari BPOM," kata Nyoman.
Ia mengatakan, dalam tahap satu ini sesuai ketentuan vaksin akan diujikan kepada 100 orang peserta. Apabila sukses akan dilanjutkan di tahap dua dengan jumlah 400 orang, dan terakhir fase tiga dengan jumlah 5.000 orang.
Nyoman mengaku, dalam pencarian relawan untuk uji klinis tidaklah mudah. Sebab, syarat utama uji klinis adalah peserta tidak pernah menerima suntikan vaksin virus corona atau Covid-19.
Karena itu, pihaknya berusaha untuk mencari relawan dengan menggandeng beberapa pihak. Di antaranya perusahaan maupun pondok pesantren yang masih belum terjangkau vaksin.
"Kemudian, Pak Panglima TNI (Jenderal TNI Andika Perkasa) berkomitmen membantu 5.000 untuk tahap tiga itu sangat melegakan buat kami. Semoga bisa lancar uji klinis ini," kata dia.
Ia menegaskan, uji klinis ini dikhususkan bagi kelompok umur 18 tahun ke atas. Namun, tak menutup kemungkinan suatu saat bisa digunakan untuk anak-anak. "Kalau fase satu safety-nya bagus, maka bisa untuk anak-anak. Karena kita juga siapkan untuk anak-anak," aku Nyoman.
Nyoman menyebut, dalam pengembangan vaksin ini memang mendapat pengawasan ketat dari BPOM karena ini merupakan vaksin pertama yang diciptakan oleh anak bangsa.
Itulah mengapa proses pengembangan vaksin Merah Putih ini jauh lebih lama dibanding dengan vaksin yang sudah ada. Pasalnya, Unair menjalankan setiap tahapan yang ada. Termasuk melakukan dua kali uji preklinik terhadap mice dan makaka.
Nyoman menyebut, jika vaksin yang sudah ada kemungkinan tidak menjalankan preklinik karena diperbolehkan untuk mengatasi situasi darurat seperti Covid-19.