Uhuii...Kementerian BUMN Support Program Homestay Borobudur
Jakarta: Pekerjaan besar dan prioritas utama (top three) Menpar Arief Yahya di 2017, homestay desa wisata tampaknya bakal menggeliding menjadi trendsetter. Kementerian BUMN bahkan sudah start lebih dulu, sebagai langkah konkret mensupport Kemenpar di destinasi prioritas Joglosemar, dengan ikon Borobudur.
Melalui PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, sudah membangun 70 homestay dalam kurun waktu 4 bulan. Bahkan, mereka memproyeksikan, akan ada 450 homestay yang akan dibangun di seputar Borobudur hingga 2019.
“Tahun 2017 adalah tahap pembangunan homestay di kawasan Borobudur. Tahap selanjutnya akan menggunakan pemesanan sistem digitalisasi untuk 450 homestay di 100 Balkondes (Balai Ekonomi Desa, Red) kawasan desa wisata Candi Borobudur di 2019,” ujar Menteri BUMN Rini Soemarno yang didampingi Tim Kedeputian Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Kamis (20/4).
Nah, homestay di kawasan Taman Wisata Candi (TWC) ini benar-benar merupakan bangunan baru. Desainnya pun khusus. “Jadi bukan meng-upgrade yang sudah ada. Kita ingin membuat standarisasi dengan membuat baru sebagai contoh. Dan kita kejar-kejaran dengan waktu,” timpal Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah.
Nyaris tak ada lagi waktu kosong. Hampir semua sumber daya, dana, tenaga, dikerahkan untuk mensupport pembangunan homestay di destinasi prioritas. “Dengan target 100 Balai Ekonomi Desa (Balkondes) di 20 desa pada 2019, Bu Menteri optimistis itu akan tercapat karena semuanya running kencang,” ucap Edwin.
Sejauh ini, homestay yang dikelola TWC dibangun di lahan desa atau tanah milik warga. Biayanya? Super murah. Nominalnya hanya Rp 70 juta per kamar. Jika satu desa 20 kamar, maka dana yang dikucurkan sebesar Rp 1,5 miliar per desa. “TWC mengembangkan community development dengan sistem bagi hasil selama 3-5 tahun setelah itu full diberikan ke warga aset Balkondes” terangnya.
Dengan adanya homestay atau desa wisata di Borobudur, perekonomian masyarakat di sana akan lebih terbantu. “Di dalam Balkondes selain homestay terdapat juga restoran masakan warga, lalu jual kerajinan lokal, pentas seni, lokasi perkumpulan berbagai komunitas yang semuanya di manage oleh warga dibawah asuhan kepala desa (semacam BUMNDes) per desa,” ujarnya.
Bagaimana dengan target wisatawan? Edwin Hidayat Abdullah lantas menguraikan soal target tamu ke Borobudur. Pada tahun 2019 ditargetkan ada 3 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Borobudur. Atau setidaknya 5.000 wisatawan mancanegara per hari. Jika setengah dari jumlah tersebut menginap di Borobudur, maka butuh 1000-2000 kamar.
Satu-satunya kendala adalah keterbatasan dana. Untuk menyiasatainya, maka pengembangan homestay saat ini diutamakan di wilayah operasi BUMN terkait. Misal TWC di desa wisata candi Borobudur. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan dapat bersinergi untuk pengembangan di wilayah di luar area operasional seperti di 10 Destinasi Prioritas lainnya.
“Asalkan diperintah mengembangkan homestay pariwisata, semua BUMN dapat bergerak mendukung pembangunan homestay,” pungkas Edwin.
Di sisi lain, Kementerian Pariwisata juga tak tinggal diam. Gerakan digitalisasi homestay juga sudah masif digelar di 15 wilayah. Dari mulai Dieng Kulon, Kabupaten Magelang, Yogyakarta, Samosir, Derawan, Bali, Lombok Tengah, Lumajang, Kabupaten Malang, Banyuwangi, Batam, Toba Samosir, Pasuruan, Boyolali, hingga Labuan Bajo, sudah disentuh digitalisasi homestay.
"Kawasan-kawasan tadi sudah diaktivasi dengan digital," kata Deputi Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Dadang Rizki Ratman, didampingi Oneng Setya Harini, Asdep Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat, Kemenpar.
Oneng mulai roadshow ke daerah-daerah melakukan dua hal. "Pertama sosialisasi Sadar Wisata dengan Sapta Pesona. Kedua, mendigitalisasi homestay agar segera go digital dan siap bersaing di era global," kata Oneng. Digitalisasi itu, menggandeng ITX Indonesia Tourism Xchange, sebuah digital marketplace yang menjadi pasar online bagi jasa pariwisata di Indonesia.
Seperti diketahui, Menpar Arief Yahya sudah sampai pada tahap "memaksa" agar industri pariwisata kita go digital. Tidak bisa tidak, dan tidak bisa ditunda-tunda. "Saya berterima kasih sudah disupport Kementerian BUMN. Setelah homestay dibangun, kami akan membuka akses ke global market via digital," kata Menpar Arief Yahya.
Caranya dengan ITX. Ini adalah tools yang dipakai untuk mempertemukan sellers dan buyers secara online. Semakin pintar membuat paket yang masuk di selera travellers, maka homestaynya akan semakin laku. "Dan, transaksinya langsung ke homestay, tidak mengendap di mana-mana," kata Menteri Arief Yahya.
Lebih jauh, Menpar Arief berterima kasih pada Kementerian BUMN yang terus mensupport industri pariwisata itu. Sinergi BUMN itu penting dalam membingkai "Indonesia Incorporated" di pariwisata. "Terima kasih BUMN, terima kasih PT TWC, Salam Pesona Indonesia," kata Menteri Arief yang juga mantan Dirut BUMN, PT Telkom itu.(*)