UGM Temukan Alat Deteksi Covid-19 Melalui Embusan Napas
Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta menemukan cara baru untuk mendeteksi virus corona disease (covid-19) lewat embusan napas. Teknologi pengendus elektronik cepat dan berbiaya rendah buatan (UGM) itu siap diproduksi massal untuk penanganan Covid-19 di Tanah Air.
“GeNose ini memiliki sensitivitas tinggi dalam mendeteksi virus melalui embusan napas. Hasilnya diketahui dalam 35 detik,” kata Menteri Riset Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro secara tertulis Sabtu 26 September 2020.
Menurut Bambang, pengembangan GeNose merupakan bagian dari kegiatan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19. Kemristek/BRIN membantu proses hilirisasi hasil riset dan inovasi agar bisa memberi manfaat kepada masyarakat.
Hilirisasi GeNose juga melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), TNI AD serta pihak swasta seperti PT Hikari, PT YPTI, PT Stechoq, PT Nanosense Instrument dan PT Swayasa Prakarsa.
Menurut Bambang , GeNose bekerja secara cepat dan akurat mendeteksi ‘Volatile Organic Compound’ (VOC), yang terbentuk karena adanya infeksi Covid-19 yang keluar dari napas seseorang. Napas itu diembuskan seseorang ke dalam plastik khusus. Ujung plastik lalu dimasukkan ke dalam alat GeNose.
“Napas dalam plastik itu kemudian diidentifikasi melalui sensor-sensor yang datanya akan diolah dengan bantuan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI) untuk pengambilan keputusan. Dalam hitungan detik, hasilnya langsung ketahuan apakah positif atau negatif,” ujarnya.
Selain unsur kecepatan dan keakurasian, lanjut Bambang GeNose didesain sangat mudah digunakan. Alat tersebut dapat dioperasikan seseorang secara mandiri dan efisien.
GeNose merupakan inovasi pertama di Indonesia untuk pendeteksian Covid-19 melalui embusan napas yang aplikasinya terhubung dengan sistem ‘cloud computing’ untuk mendapatkan hasil diagnosis secara ‘real time’,” ujarnya.
GeNose juga mampu bekerja secara paralel melalui proses diagnosis yang tersentral di dalam sistem. Dengan demikian, validitas data juga terjaga untuk semua alat yang terkoneksi.
Ditambahkan, data yang terkumpul dalam sistem, selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan pemetaan, pelacakan dan pemantauan penyebaran pandemi secara aktual.
“Menariknya lagi pengembangan GeNose memanfaatkan pendekatan Revolusi Industri 4.0, khususnya kecerdasan artifisial. Penguasaan konsep ‘big data’ dengan kecerdasan artifisial menjadi kunci dari akurasi GeNose,” kata Bambang menegaskan.
Uji kalibrasi (profiling) pada GeNose sudah dilakukan lewat 615 sampel data valid di Rumah Sakit Bhayangkara POLDA DI Jogjakarta dan Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 Bambanglipuro di Jogjakarta.
“Hasilnya menunjukkan tingkat akurasi tinggi, yaitu 97 persen. Selanjutnya, GeNose akan memasuki tahap uji klinis yang akan dilakukan secara bertahap dan tersebar di sejumlah rumah sakit di Indonesia,” ucapnya.
Ditegaskan, keandalan alat, keakurasian data dan kesahihan metoda diharapkan bisa meningkatkan keyakinan pengguna akhir untuk segera mengadopsi aplikasi GeNose bagi kepentingan masyarakat luas.
“Sebagai kementerian yang bertanggung jawab atas riset dan inovasi di Indonesia, Kemenristek/BRIN siap mendukung penuh pelaksanaan uji klinis tahap kedua, termasuk pembiayaannya,” kata Bambang.
Dengan demikian, lanjut Menristek, pengembangan GeNose bisa sesuai dengan harapan. Jika tak ada halangan, maka alat tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat secara luas pada Desember 2020 mendatang,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek/BRIN, Muhammad Dimyati menyatakan, GeNose merupakan bentuk nyata dari keberhasilan sinergi peneliti di perguruan tinggi dengan industri dan pemerintah dalam menghasilkan inovasi.
“Memasuki uji klinis tahap dua, berbagai pihak termasuk Tim TNI AD, Polri dan berbagai pihak lainnya akan membantu tempat pelaksanaan uji klinis,” katanya.
Wakil Rektor UGM Bidang Kerjasama dan Alumni, Paripurna mengatakan, GeNose yang berbasis kecerdasan artifisial ini memiliki sensitivitas yang tinggi serta non-invasif. Diharapkan masyarakat tidak takut lagi melakukan tes.
“Keberadaan alat ini sudah ditunggu, tetapi kami harus patuh untuk menggelar ‘clinical test’ yang kedua ini selesai,” katanya.
Tentang hilirisasi, Paripurna menambahkan, UGM akan bekerja sama dengan industri dan dukungan dari Kemenristek/BRIN serta mitra kami BIN untuk pengembangannya.
Advertisement