Ubaya Resmikan Museum Pawitra Tampilkan Situs Gunung Penanggungan
Melestarikan cagar budaya, khususnya peninggalan leluhur di Gunung Penanggungan. Universitas Surabaya (Ubaya) meresmikan Museum Pawitra pada Sabtu, 4 Juni 2022.
Museum ini menampilkan ratusan situs yang ditemukan di puncak Gunung Penanggungan. Museum ini bertempat di Ubaya Penanggungan Center, Ubaya Integrated Outdoor Campus, Jl. Udayana Desa, Brenjang, Tamiajeng, Kec. Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Nama Pawitra diambil dari nama lain Gunung Penanggungan. Museum ini difungsikan sebagai pusat informasi arkeologi dan budaya yang ada di Gunung Penanggungan mulai abad 10-16 Masehi.
Direktur Integrated Outdoor Campus (IOC) Ubaya Trawas, Prof. Ir. Joniarto Parung, M.M.B.A.T., Ph.D., mengatakan museum ini juga menjadi sarana bagi pelajar, mahasiswa, dan dosen peneliti yang ingin melakukan eksplorasi sejarah dan wisata.
Ubaya mendapat dana hibah matching fund dari Kemendikbudristek pada tahun 2021. Museum Pawitra dibangun selama empat bulan. Menurutnya, Museum Pawitra ini, berbeda dengan museum pada umumnya. Dulunya merupakan galeri foto dan akhirnya direnovasi menjadi museum agar lebih hidup.
“Kami (Ubaya) ingin menjadikan museum ini sebagai sumber inspirasi, belajar, serta motivasi untuk cinta budaya bangsa. Selain itu, museum ini juga dilengkapi dengan teknologi VR untuk menarik minat anak muda," ujarnya.
Ruang depan Museum Pawitra terbagi menjadi empat bagian. Sisi utara memperlihatkan penemuan artefak bukti kehidupan yang pernah terjadi di kaki Gunung Penanggungan.
Visualisasi hikayat Gunung Pawitra yang berdasar pada naskah Tantu Panggelaran tahun 1635 M dapat dilihat di sisi selatan museum. Di sisi barat ada miniatur candi serta relief arca dan peninggalan-peninggalan lainnya yang ditemukan di atas gunung.
Bagian dalam museum menampilkan foto-foto situs penting yang didokumentasikan tim ekspedisi Universitas Surabaya (Ubaya) di atas Gunung Penanggungan.
“Nah, ini menjadi keunikan Museum Pawitra. Pengunjung tidak hanya mendapat informasi sejarah, namun juga dapat menghayati nilai baik leluhur lewat refleksi kehidupan di sisi timur,” jelas Prof. Joni.
Museum ini juga menawarkan paket-paket pendidikan karakter cinta budaya, khususnya berkaitan dengan sejarah Gunung Penanggungan, ke sekolah-sekolah. Kehadiran Museum Pawitra diharapkan menjadi referensi bagi masyarakat yang ingin melestarikan kearifan lokal lewat budaya yang diwariskan leluhur.
“Harapannya bisa menjadi tempat pelajar dan pendidik untuk belajar tentang keberagaman yang pernah terjadi pada era Kerajaan Majapahit di Gunung Penanggungan,” tambah Prof. Joni.
Di sisi lain, Rektor Ubaya Ir Benny Lianto mengungkapkan, museum ini hadir disesuaikan dengan teknologi saat ini, yakni teknologi VR. Mereka yang datang bisa men-scan barcode yang tertera dan mendapatkan penjelasan serta gambar melalui teknologi VR.
"Tentunya hal ini dilakukan agar anak muda atau generasi muda mencintai budayanya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai budayanya," ujarnya.
Benny berharap, adanya museum ini juga dapat mendorong kemajuan aspek ekonomi warga sekitar.
"Warga dapat belajar dan mencari ide dari karya para leluhur Majapahit, untuk melahirkan karya baru oleh-oleh khas Mojokerto. Harapannya aspek ekonomi warga sekitar juga akan meningkat," harapnya.
Hal senada juga diungkapkan Bupati Mojokerto, dr Ikfina Fahmawati. Menurutnya, museum ini bukan sekadar tempat untuk mencari informasi mengenai sejarah dan leluhur. Tapi juga bisa sebagai tempat memunculkan ide baru bagi masyarakat Kabupaten Mojokerto.
"Dari sini masyarakat dapat membuat karya seni baru untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka dan bisa dinikmati masyarakat," katanya ditemui usai meresmikan museum Pawitra.