Uang Rossa Disita, Terus Siapa yang Ganti?
Oleh: Djono W. Oesman
Penyanyi Rossa menyerahkan honor nyanyi Rp172 juta ke Mabes Polri. Itu honor dari DNA Pro yang kini diusut polisi. Lalu, anggota Komisi III DPR RI, mitra tugas Polri, menyalahkan Polri. Pihak mana yang benar?
-------------
Rossa awalnya dimintai keterangan Mabes Polri, Kamis, 21 April 2022. Karena ia pernah menerima uang dari DNA Pro, sebagai pembayaran honor Rossa menyanyi di Bali.
Rossa kepada wartawan menceritakan, dalam pemeriksaan, ia ditanya penyidik terkait keterkaitan dengan DNA Pro. "Ditanya keterkaitannya apa? Saya bilang, saya dikontrak nyanyi untuk acara DNA Pro. Terus, honor nyanyi saya dibayarkan. Sudah."
Kemudian penyidik meminta Rossa menyerahkan Rp172 juta itu. Esoknya, Rossa menyerahkannya ke Mabes Polri. "Semoga uang itu hanya barang bukti. Bukan pengembalian. Sebab, itu honor saya," katanya.
Apakah dalam kasus ini Rossa salah, sehingga harus menyerahkan honornya ke polisi? Entah itu statusnya disita, atau barang bukti. Masyarakat jadi bingung. Perlu pencerahan.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB, Rano Alfath kepada wartawan, Senin, 25 April 2022 mengatakan:
"Prinsipnya kita hargai proses hukum yang sedang berjalan, tapi ini perlu elaborasi lebih lanjut. Kalau dana hasil kejahatan itu harus disita semua, berarti bukan hanya honor Rossa dong, yang disita. Berarti, semua pembayaran dari DNA Pro harus disita."
Dilanjut: "Contoh, misalnya dokter terima uang dari orang DNA Pro yang berobat, honor dokternya harus disita. Orang DNA makan ayam goreng di restoran, uang pembayaran makan harus disita dari restoran."
Dilanjut: "Mereka semua (Rossa, dokter, pemilik restoran) cuma sekadar menjalankan kewajiban profesi. Termasuk Mbak Rossa ini yang istilahnya sudah jual jasa menyanyi. Beda, seumpama Mbak Rossa anggota DNA Pro."
Dilanjut: "Kecuali Mbak Rossa terima uang secara cuma-cuma, atau sumbangan. Seperti Reza Arap atas kasus Doni Salmanan kemarin. Nah, itu uangnya harus dikembalikan sebagai barang bukti. Di sini adalah hak Mbak Rossa sebagai pekerja, harus dilindungi."
Sampai di sini penjelasan Rano Alfath sudah cukup. Tak perlu diperpanjang lagi.
Senada, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad kepada pers, Sabtu, 23 April 2022 mengatakan:
"Tidak bisa dong, pekerja seni ikut menanggung beban. Rossa kan hanya mengisi acara secara profesional. Tidak terlibat dalam praktik kejahatannya."
Dasco: "Bukan hanya Rossa. Saya ingin semua pekerja seni harus dilindungi. Jangan sampai mereka yang sudah mencari nafkah secara profesional, dengan kontrak yang jelas, malah dikait-kaitkan DNA. Bahkan sampai honor karyanya ikut disita. Kasihan mereka."
Terpisah, Waketum PKB sekaligus Anggota Komisi III DPR RI, Jazilul Fawaid kepada pers, Minggu, 24 April 2022, mengatakan:
"Kalau honor Rossa disita, terus siapa yang akan mengganti kerugian Rossa dan kawan-kawan yang telah memberikan jasa profesionalnya sebagai penyanyi?"
Sebaliknya, penjelasan pihak Polri, begini:
Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Gatot Repli Handoko saat dihubungi wartawan, Minggu, 24 April 2022, menanggapi aneka komentar tersebut, mengatakan:
"Pada prinsipnya kita menghargai semua pendapat orang. Tapi ini kan proses hukum yang masih berjalan. Kita laksanakan proses hukum yang ada dulu."
Dilanjut: "Itu (Rp172 juta) disita untuk barang bukti. Karena itu kan aliran dana ilegal dari DNA Pro. Nah pertanyaannya, itu ke mana saja arahnya? Ada ke si A, si B, si C, si D. Otomatis kita kan memintai keterangan dari yang disampaikan oleh para tersangka yang sudah diperiksa. Berarti uang itu masuk dalam kategori apa? Uang member korban yang diambil para tersangka."
Dilanjut: "Honor dari mana uangnya? Dari hasil kejahatan DNA Pro kan? Itu kan uang ilegal? Makanya kita laksanakan dulu proses hukum yang sedang berjalan ini saja dulu."
Sampai di sini jelas, dua pendapat kontradiktif. Di satu sisi, uang hasil kejahatan harus disita, sebagai barang bukti kejahatan. Di sisi lain, Rossa bekerja (sebagai penyanyi) legal. Apakah dia, sebelum dibayar, wajib bertanya dulu: "Uang pembayaran ini legal atau tidak?"
Sebenarnya, kasus DNA mirip dengan perkara Indra Kenz dan Dony Salmanan. Dugaan tindak pencucian uang. Penyidik harus melakukan follow the money. Ke mana saja uang itu (dari DNA) mengalir?
Dikutip dari situs PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), 7 Juni 2018, yang menjabarkan follow the money. Itu berdasar Putusan Pengadilan Perkara Pencucian Uang tahun 2016.
Follow the money, atas dasar rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Ini organisasi inter-governmental. Dibentuk 1989 oleh negara-negara G-7. Tujuan: Memberantas pencucian uang. Kemudian dikembangkan untuk memberantas pendanaan terorisme.
Dirinci 21 jenis pencucian uang, yakni:
1) Transaksi tidak dilakukan melalui industri keuangan perbankan. Melainkan tunai, menghindari pelacakan.
2) Pembelian aset dan barang-barang mewah berupa mobil, tanah, bangunan dan properti menggunakan nama kepemilikan orang lain.
3) Keterlibatan oknum penegak hukum menutupi tindak pidana yang dilakukan dan menyamarkan uang hasil tindak pidananya.
4) Penempatan hasil tindak pidana ke dalam organisasi kemasyarakatan maupun LSM dalam bentuk pemberian sumbangan untuk kegiatan.
5) Penggunaan pihak lain dalam transaksi, sehingga pelaku terhindar dari pelacakan transaksi. Pelaku bertindak sebagai beneficial owner.
6) Keterlibatan oknum pejabat lembaga keuangan (bank) yang sistem pelaporannya lemah. Lembaga itu mengelola dana hasil tindak pidana. Demi menghindari kewajiban pelaporan dari perbankan.
7) Penggunaan rekening atas nama orang lain untuk menampung, mentransfer, mengalihkan dan melakukan transaksi hasil tindak pidana.
8) Menggabungkan (mencampur-aduk) uang hasil tindak pidana dengan uang hasil usaha yang sah.
9) Pemberian pinjaman dengan jaminan kepada orang lain menggunakan uang hasil tindak pidana, sehingga uang cicilan pengembalian pinjaman tampak sebagai uang yang sah.
10) Melakukan usaha gadai agar tampak bahwa bisnis yang dilakukan cukup menghasilkan sehingga menyamarkan uang hasil tindak pidana (yang digunakan sebagai modal dalam bisnis tersebut).
11) Penempatan pada produk bernilai investasi seperti deposito berjangka dan polis asuransi (unit link).
12) Hawala Banking, sebagian uang hasil tindak pidana di dalam negeri, yang seharusnya dikirim ke jaringan di mancanegara tidak ditransfer melalui sistem perbankan. Jaringan tersebut menerima valas yang dititipkan tenaga kerja Indonesia (TKI) kepada perusahaan remitansi untuk dikirim ke tanah air.
Sebagai gantinya uang hasil tindak pidana di dalam negeri dikirimkan ke daerah tujuan uang TKI.
13) Pembelian aset menggunakan sarana pembiayaan sehingga tampak bahwa aset tersebut berasal dari harta yang sah. Padahal uang yang digunakan untuk cicilan/pelunasan berasal dari hasil kejahatan.
14) Dana hasil tindak pidana ditransfer ke beberapa rekening pihak lain/keluarga seperti istri, adik kandung dan orangtua (structuring).
15) Penukaran dana hasil tindak pidana ke dalam mata uang asing.
16) Dana hasil tindak pidana ditransfer ke rekening jenis tabungan berjangka agar pelaku mendapatkan benefit berupa bunga dan hadiah dari bank penerbit rekening.
17) Transaksi pass by yakni sejumlah dana yang masuk langsung ditransfer atau ditarik tunai.
18) Menggunakan beberapa rekening atas nama individu yang berbeda untuk kepentingan satu orang tertentu.
19) Penggunaan identitas palsu dalam pembukaan rekening.
20) Melakukan transaksi transfer ke pihak lain melalui rekening perantara untuk mempersulit penelusuran.
21) Uang hasil tindak pidana digunakan untuk melakukan tindak pidana lain yang bernilai ekonomis (judi) dengan tujuan untuk mendapatkan profit dari perputaran uang tersebut.
Uang Rossa Rp172 juta, mendekati kriteria nomor satu di atas. Dibayar tunai. Demi menghindari pelacakan bank.
Tapi, aturan nomor satu mengindikasikan, bahwa ada kerja sama antara pelaku kejahatan dengan orang yang menerima uang dari pelaku kejahatan. Apakah Rossa menyanyi di Bali ada indikasi bekerjasama kejahatan dengan DNA Pro?
Kendati, Polri terlalu teliti, dengan menyita uang Rossa. Mestinya, sebelum menyita uang, harus diumumkan dulu, bahwa ada keterkaitan tindak pidana antara DNA dengan Rossa. Jika memang ada.
Advertisement