Tarif Batas Atas Turun, Harga Tiket Pesawat Tetap Mahal
Kenaikan tarif pesawat untuk penerbangan dalam negeri terjadi sejak akhir tahun lalu. Tarif ini tak kunjung turun, meski masyarakat terus melancarkan keluhannya hingga mendesak Budi Karya mundur dari jabatannya. Netizen pun memviralkan #PecatBudiKarya. Persoalan tarif pesawat 'selangit' ini semakin dirasakan oleh masyarakat terutama saat menjelang lebaran.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Infonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kebijakan Menteri Perhubungan menurunkan tarif batas atas (TBA) pesawat setengah hati. "Diturunkannya TBA sebesar 12 hingga 16 persen, belum tentu dapat dirasakan oleh masyarakat. Sebab faktanya semua maskapai telah menerapkan tarif tinggi, rata-rata di atas 100 persen dari tarif batas bawah," kata Tulus Abadi dalam keterangan tertulis yang diterima ngopibareng.id, Selasa 14 Mei 2019.
Prosentase turunnya TBA tersebut tidak akan mampu menggerus tingginya harga tiket pesawat. "Langkah Menhub bisa dipahami pada konteks sebagai kebijakan publik, setelah mendapat tekanan publik yang cukup masif. Kemenhub berkompeten mengatur TBA pesawat udara, sebagamaina diatur dalam UU tentang Penerbangan," ujar Tulus Abadi.
Walau maskapai belum melanggar ketentuan TBA, tetapi yang diharapkan, khususnya Garuda, bisa menurunkan harga tiketnya karena harga avtur sudah sudah turun. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh semua maskapai.
Menurut Tulus Abadi, YLKI juga khawatir, setelah Menhub menurunkan TBA ini juga akan direspon negatif oleh maskapai dengan menutup rute penerbangan yang dianggap tidak menguntungkan atau setidaknya mengurangi jumlah frekwensi penerbangannya.
"Jika hal ini terjadi maka akses penerbangan banyak yang collaps, khususnya Indonesia bagian Timur. Sehingga publik akan kesulitan mendapatkan akses penerbangan," ujarnya.
Komponen tiket pesawat juga bukan hanya soal TBA saja, tapi juga komponen tarif kebandaraudaraan yang setiap dua tahun mengalami kenaikan. Hal itu berpengaruh pada harga tiket pesawat karena tarif kebandarudaraan (PJP2U) include on ticket.
"Kalau pemerintah memang ingin menurunkan tiket pesawat, seharusnya bukan hanya dengan mengutak atik formulasi TBA saja, tetapi bisa menghilangkan/menurunkan PPN tarif pesawat, sebesar 10 persen, misalnya diturunkan menjadi 5 persen saja. Jadi pemerintah harus fair, bukan hanya menekan maskapai saja, tetapi pemerintah tidak mau mereduksi potensi pendapatannya dengan menurunkan PPN tiket pesawat," beber Tulus Abadi.
Penurunan TBA ini hanya berlaku untuk maskapai dengan pelayanan full service, sedangkan maskapai berbiaya murah atau low-cost carrier (LCC) diminta untuk menyesuaikan harga atau 50% dari TBA yang ditetapkan.
Keputusan ini akan dikeluarkan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan yang akan ditandatangani pada 15 Mei 2019. (asm)