Turnkey dan Divestasi Jadi Kunci Pergerakan Saham Waskita
Pembayaran sejumlah proyek turnkey dan divestasi ruas tol menjadi kunci utama terhadap fundamental PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Kedua hal tersebut merupakan isu yang ditunggu-tunggu terkait pergerakan harga saham perseroan ke depan.
Manajemen Waskita Karya sebelumnya menyebutkan bahwa pihaknya mengejar pembayaran dari proyek-proyek turnkey sekitar Rp20 triliun pada kuartal IV-2019. Porsi paling banyak akan berasal dari pekerjaan tol Trans Sumatera yang dikembangkan oleh PT Hutama Karya.
Sebelumnya telah menerima pembayaran dari empat proyek turnkey yang telah dikerjakan oleh Waskita senilai Rp2,52 triliun per bulan Oktober. Keempat proyek dimaksud adalah proyek LRT Sumatera Selatan senilai Rp500 miliar, tol Kunciran-Parigi Rp700 miliar, tol Cileunyi-Sumedang- Dawuan Rp327 miliar, dan tol Cinere-Serpong Rp1 triliun.
Analis Samuel Sekuritas Selvi Ocktaviani mengatakan, Waskita memiliki utang senilai Rp 37 triliun atau 48 persen di antaranya merupakan utang jangka pendek. Sedangkan sekitar 40 persen dari utang tersebut akan dilunasi memanfaatkan dana perolehan turnkey proyek dan sisanya mencapai 60 persen akan di refinancing menjadi utang jangka panjang.
"Dengan keinginan perseroan untuk memangkas utang jangka pendek sekitar 40% dari total utangnya, pembayaran turnkey proyek dan penjualan jalan tol merupakan kunci utama terhadap kinerja keuangan ke depan," tulisnya dalam riset yang diterbitkan di Jakarta, belum lama ini.
Berdasarkan data, perseroan masih memiliki tagihan bruto senilai Rp13,4 triliun dari PT Hutama Karya (persero), tagihan kepada PT Pembangkit Listrik Negara (PLN) mencapai Rp5,5 triliun, dan PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek mencapai Rp4,3 triliun. Perseroan juga memiliki aset tidak berwujud berupa hak pengusahaan jalan tol mencapai 35 persen dari total aset perusahaan.
Haris sebelumnya menyebutkan, Waskita akan melakukan penagihan untuk pekerjaan proyek tol Trans Sumatera yang dikembangkan oleh Hutama Karya dan selesai pada 2019. Dari proyek tol Trans Sumatera ini, Waskita diharapkan dapat menerima pembayaran sebesar Rp13 triliun.
Selanjutnya, perseroan berharap menerima pembayaran dari proyek tol Jakarta-Cikampek II Elevated. Pembayaran sebesar Rp 4,5 triliun dari proyek ini diproyeksikan dapat diterima pada Desember 2019.
Adapun pembayaran atas proyek-proyek ini termasuk dalam rencana penerimaan kas masuk dari proyek turnkey sebesar Rp 24 triliun yang selesai pada 2019.
"Pembayaran tersebut diharapkan membantu menjaga rasio utang berbunga terhadap modal ini sebesar 2,3 kali pada 2019," kata Haris.
Sementara, terkait divestasi ruas tol, Haris mengatakan, perseroan berpotensi meraup keuntungan mencpai Rp878 miliar dari saham miliknya di ruas tol PT Jasamarga Solo Ngawi (JSN) selaku pengelola ruas tol Solo-Ngawi dengan masa konsesi hingga 2056 dan PT Jasamarga Ngawi Kertosono Kediri (JNKK).
Perseroan sebelumnya telah menandatangani perjanjian jual beli (CSPA) dengan Road King InfrasctructureKings Road berniat mengambil alih masing-masing 40 persen saham Waskita di dua ruas tol tersebut. Waskita akan mendapatkan uang muka senilai Rp 1,88 triliun, kompensasi atas kenaikan tariff ruas JSN mencapai Rp 194 miliar, dan kompensasi otoritas jalan tol hingga Rp 428 miliar.
"Kami menghitung bahwa total nilai buku ruas JSN dan JNKK hingga Juni 2019 mencapai Rp 1,62 triliun, sehingga dengan potensi pendapatan dari penjualan ruas tol tersebut mencapai Rp 2,5 triliun, perseroan akan meraup laba hingga Rp 878 miliar," kata Haris dalam rilis sebelumnya.
Berbagai faktor tersebut mendorong Samuel Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli saham WKST dengan target harga Rp 2.000. Target harga tersebut juga telah mempertimbangkan revisi turun target proyek baru tahun ini. Samuel Sekuritas juga telah memfaktorkan perkiraan penurunan kinerja keuangan perseroan tahun ini.
Samuel Sekuritas memperkirakan penurunan laba bersih Waskita menjadi Rp3,18 triliun tahun ini dan diharapkan meningkat menjadi Rp 3,72 triliun pada 2020, dibandingkan realisasi tahun lalu Rp 3,96 triliun.
Sedangkan pendapatan juga diperkirakan turun menjadi Rp 45,46 triliun pada 2019 dan senilai Rp 48,19 triiliun pada 2020, dibandingkan perolehan tahun lalu mencapai Rp 48,78 triliun.
Sementara itu, analis Danareksa Sekuritas Maria Renata mengatakan, berdasarkan pemberitaan tersebut, harga penjualan saham dua ruas tol Waskita itu setara dengan 1,5 kali price to book value (PBV), sehingga perseoran berpotensi meraih keutungan hingga Rp 813 miliar.
Nilai tersebut masih lebih rendah dari divestasi 20 persen saham Jasamarga Solo Ngawi, Jasamarga Ngawo Kertosono Kediri, dan tol Semarang-Batang oleh PT Jasa Marga Tbk (JSMR) melalui reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) senillai Rp 3 triliun.
"Berdasarkan perhitungan kami, valuasi RDPT tersebut setara dengan 2,13 kali PBV. Bahkan, harga jual tersebut jauh dibawa harga pelepasan 20% saham tol Surabaya- Mojokerto yang merefleksikan 3,8 kali PBV,” ujarnya dalam riset yang diterbitkan di Jakarta.
Oleh karena itu, menurut dia, pihaknya berharap nilai penjualan saham kedua ruas tersebut bisa lebih tinggi dibandingkan pemberitaan yang beredar. Namun apabila perseroan melepas 40 persen saham kedua ruas tol tersebut dengan harga tersebut, dia menjelaskan, Waskita tetap meraih keuntungan bersih sekitar Rp813 miliar.
"Memang lokasi dan nilai investasi sebuah tol sebagai penentu harga divestasinya, meski demikian kami berharap nilai jualnya bisa lebih besar dari pemberitaan yang beredar sekitar Rp 1,88 triliun," katanya.
Maria mengatakan, penandatanganan CSPA tersebut bisa menjadi sentimen positif terhadap pergerakan harga saham WSKT, karena aksi penjualan saham tersebut sudah menjadikan Waskita berada di jalur yang tepat.
Berbagai faktor tersebut mendorong Danareksa Sekuritas untuk mempertahankan rekomendasi beli saham WSKT dengan target harga Rp 2.900. Target harga tersebut juga merefleksikan perkiraan laba bersih perseroan tahun ini senilai Rp2,90 triliun, dibandingkan torehan tahun lalu hingga Rp3,96 triliun. Sedangkan pendapatan perseroan diharapkan bertumbuh dari Rp48,78 triliun menjadi Rp46,55 triliun.