Turnamen Panahan Tingkat SD di Le Migas Jakarta, Anak Tanding Ibu yang Heboh
Memanfaatkan hari libur di akhir pekan, sekitar 400 atlet panahan junior tingkat SD dan SMP mengikuti kompetisi panahan atau Archery Competition di Lapangan Le Migas Cidodol, Jakarta Selatan. Turnamen terbuka diikuti berbagai klub panahan, berlangsung selama dua hari, Sabtu dan Minggu, 28-29 September 2024.
Olahraga panahan selain bermanfaat untuk kesehatan, memanah saat ini sudah menjadi salah satu olahraga rekreasi yang menyenangkan.
Lapangan Le Migas yang cukup luas, rindang dilengkapi fasilitas olahraga jalan sehat atau joging area, berubah menjadi arena rekreasi yang cukup menarik, Masing-masing orang sudah menyiapkan tikar plastik untuk lesehan sambil menikmati bekal sarapan yang dibawa dari rumah.
Peserta harus hadir satu jam sebelum registrasi dan pengambilan nomor peserta di mulai pukul 06.00 WIB.
Ada beberapa peserta yang terpaksa ditolak karena terlambat datang, dan ada yang memakai celana berbahan jean.
"Kami tidak galak dan sok-sokan ya Bu, kami ingin menegakkan aturan supaya atlet disiplin," ujar seorang panitia menjawab protes ibu-ibu karena putrinya tidak boleh masuk lapangan, dianggap menyalahi aturan. Ibu itu pun meninggalkan lapangan sambil ngedumel.
Disiplin dan aturan juga berlaku bagi ofisial, tidak ada toleransi. Melalui pengeras suara panitia meminta kepada ofisial yang memakai sandal untuk meninggalkan arena kompetisi. "Kompetisi panahan tidak akan dimulai kalau tata tertib tidak dijalankan oleh peserta maupun ofisial," ujar panitia ketika melihat ada beberapa ofisial yang memasuki arena lomba memakai sandal
Ofisial yang merasa bersalah itu pun keluar lapangan, mencari pinjaman sepatu supaya bisa mendampingi atletnya.
Kompetisi panahan dibuka secara resmi oleh panitia dengan mengajak semua hadirin berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Memasuki detik-detik pertanda panitia dan juri memeriksa peralatan serta jersey yang dikenakan seluruh peserta. Sesuai dengan ketentuan dalam turnamen yang diikuti para pemula, menggunakan busur atau barebow standar sedangkan jersey tidak boleh bermotif loreng.
Kesempatan pertama diberikan kepada peserta jenjang SD kelompok putri yang diikuti 48 peserta, dua diantaranya masih duduk di kelas tiga SD Islam (SDI) Al Azhar 5 Kemandoran, Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Atlet itu adalah Kenes Kawuryan Astagina kelas tiga Mina dan Elnino kelas tiga Madinah.
Setiap peserta harus menembakan enam anak panah ke papan target dalam waktu 120 detik sebanyak enak kali. Total peserta harus menembakkan 36 anak panah, dengan jarak 5 meter.
Suasana menjadi gaduh, ketik ibu-ibu ikut masuk kelapangan ingin mendekati papan target ingin melihat anak panah yang ditembakkan anaknya masuk target atau melenceng.
Panitia lagi-lagi harus berteriak minta ibu-ibu mundur sampai di belakang tali putih. "Ibu... Ibu... mohon maaf ibu dilarang masuk, lapangan pertandingan hanya juri, peserta dan ofisial, selain nama yang saya sebutkan tadi supaya keluar, nanti ofisial yang akan bantu bila putra-putri ibu ada kesulitan. Di lapangan harus tenang supaya tidak mengganggu konsentrasi peserta," tegas panitia melalui pengeras suara.
Salah seorang ofisial dari SDI Al Azhar 5 Kemandoran, Anwar Sanusi menuturkan, suasana evoria seperti ini sudah biasa dalam setiap kompetisi untuk tingkat pemula atau SD. Tidak hanya dirasakan oleh atlet, tapi juga orang tuanya.
Mereka bangga melihat anaknya membawa busur. Diperutnya terikat tempat anak panah atau arrow yang akan ditembakkan ke papan target.
"Meskipun kompetisi ini diprioritaskan untuk pemula jenjang SD dan SMP, semua peserta harus disiplin," jelas Anwar.
Sebelum masuk lapangan, Anwar selalu memberi arahan tentang tata tertib pertandingan, dicek ulang peralatan yang digunakan harus sesuai dengan standar nasional. "Saya harus cerewet demi kebaikan anak-anak," ujarnya.
SDI Al Azhar 5 Kemandoran kali ini membawa 15 atlet, terdapat dua atlet pemula yang masih duduk di kelas tiga. Peserta lainnya siswa kelas empat dan lima. Mereka sudah berpengalaman dan beberapa kali ikut turnamen dan berhasil mempersembahkan medali emas junior.
Atlet panahan SDI Al Azhar 5 Kemandoran, ditangani tiga pelatih, yakni Anwar Sanusi, Iwan, dan Alifa.
Menurut Anwar ada beberapa jenis busur yang digunakan dalam olahraga panahan. Tetapi dasarnya sama yaitu barebow, kemudian ditambah berbagai macam aksesoris.
Antara lain aksesoris weight berupa pemberat. Ada yang ditambah stabilizer, visir dan kliker. Busur compound, busur horse bow untuk memanah target sambil berkuda serta jemparing, yakni penahanan tradisional dari Kraton Yogyakarta.
Jemparing ini dulunya hanya dilakukan oleh para kerabat di sekitar Keraton Yogyakarta, namun kini menjadi bagian dari tradisi masyarakat Jawa dan semakin disukai banyak orang.
Dibandingkan cabang olahraga panahan lainnya, jemparingan memang memiliki daya tarik tersendiri. Beberapa aturan terasa lekat dengan tradisi Jawa, seperti pemakaian busana tradisional bagi para atletnya, hingga posisi memanah dengan duduk bersila (bagi pria) atau bersimpuh di atas alas (bagi perempuan).
Indonesia menginginkan jemparing menjadi cabang olahraga yang dipertandingkan secara internasional.
Sejarah olahraga panahan menurut Anwar terinspirasi dari kehidupan umat manusia sejak ribuan tahun lalu. Memanah dengan peralatan busur senar dan anak panah mulanya digunakan sebagai alat berburu atau perang. Fungsi panahan untuk berburu atau berperang kian berkurang sejak ditemukannya senjata api.
Saat ini, memanah lebih bertujuan sebagai olahraga atau sarana rekreasi bagi beberapa kalangan. Menurut World Archery, kompetisi panahan pertama kali berlangsung di Finsbury, Inggris pada tahun 1583 yang diikuti oleh sekitar 3.000 peserta. Selanjutnya, panahan menjadi cabang olahraga Olimpiade pada 1900 untuk pria dan 1904 untuk perempuan.
Advertisement