JIKA KPK serius dengan janjinya bahwa setelah penetapan Setya Novanto sebagai tersangka, nama-nama dalam surat dakwaan akan ditindak lanjuti, maka turbulensi atau gejolak politik yang cukup serius dalam beberapa waktu mendatang diperkirakan tak terhindarkan. Di sini, Presiden Joko Widodo mendapat ujian tersulit dan terberat. Apakah dia mampu mengatasinya setengah mampu mengatasinya atau tidak sama sekali. Yang pasti, waktu, enerji dan kemampuan menangani masalah “krisis”, di sinilah yang jadi ujian terberat bagi Jokowi. Andaikata mampu, peluangnya di Pilpres 2019 tetap terbuka. Turbulensi yang paling kuat, diperkirkan terjadi di DPR-RI. Apakah jabatan Ketua lembaga legislatif itu menjadi kosong atau beralih ke pimpinan lain. Namun baik kosong atau diambil alih oleh pimpinan lain, secara politik tetap berresiko bagi pemerintahan Joko Widodo. Terutama karena pimpinan DPR lainnya yang tersisa, bukanlah figur dan politisi yang menjadi pendukung pemerintahan Joko Widodo. Skenario paling buruk, DPR dibawah pimpinan tokoh politik yang berseberangan dengan Joko Widodo, bisa menciptakan situasi terjadinya pemaksulan (impeachment). Dua Wakil Pimpinan DPR, Fradli Zon dari Gerindra dan Fahri Hamzah – yang tidak lagi diakui oleh PKS sebagai wakil, diperkirakan sosok yang merasa diuntungkan dengan perubahan pimpinan. Mereka berdua kemungkinan besar tak akan mau menyia-nyiakan peluang emas ini sebagai kesempatan untuk ‘mengambil alih’ jabatan Ketua DPR. Dan bukan rahasia lagi kedua tokoh muda Islam ini, punya kemampuan memainkan posisi tersebut, termasuk ‘menggoyang’ kedudukan Presiden Joko Widodo. Mengenai kedudukan Setya Novanto, di Partai Golkar, mungkin tak terlalu bermasalah. Sebab ada Ketua Hariannya. Dan Ketua Hariannya pun sohibnya Setya Novanto. Sehingga tidak gampang Golkar mengubah kebijaknnya terhadap Jokowi. Termasuk dukungan awal, bahwa Golkar akan mendukung Jokowi sebagai Capres 2019. Disamping itu, di Golkar masih ada Luhut Panjaitan, Menko Kemaritiman, yang dikenal salah seorang pendukung kuat Jokowi dan yang punya kemampuan melobi serta mengontrol Golkar secara remote. Persoalan yang cukup serius, terletak di PDIP.Sejumlah nama yang tercantum dalam dakwaan skandal korupsi e-KTP, terdapat kader PDIP. Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly. Jika Laoly menjadi tersangka dan harus pindah ke hotel pordeo, mau tak mau Jokowi harus melakukan perombakan kabinet. Nah siapapun yang akan direkrut Jokowi kalau personelnya berasal dari PDIP, tetap saja perekrutan ini memiliki persoalan psikologis. Demikian halnya kalau Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, juga ikut terjerat bersama Setya Novanto, paling tidak pemerintahan di dua daerah tersebut akan mengalami gangguan. Perkiraan turbelensi dibuat, sebab biasanya kalau seseorang sudah menjadi tersangka KPK, sama dengan 99% fisiknya sudah akan menjadi penghuni penjara. Turbelensi politik yang cukup kuat terjadi, sebab persoalan lain yang dihadapi Jokowi relativ. cukup banyak. Mulai dari perlawanan kekuatan oposisi yang terlihat maupun yang tak nampak. Terorisme yang menggunakan agama sebagai kendaraan, ekonomi yang stagnan, pengampunan pajak yang tidak mencapai target, gonjang-ganjing soal angket KPK oleh Pansus DPR dan penyelesaian RUU Pemilu 2019, merupakan sejumlah beban ikut memperberat turbelensi. *) Derek Manangka adalah Wartawan Senior yang tinggal di Jakarta KPK