Warga Lakardowo Geruduk Kantor Gubernur, Minta PT PRIA Ditutup
Ratusan demonstran yang terdiri dari elemen masyarakat dan mahasiswa memadati depan Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim) di Jalan Pahlawan Surabaya, Kamis 10 Januari 2019.
Mereka menutut empat tuntutan pokok kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Diantaranya menuntut pembangunan PT PRIA di Desa Lakardowo Mojokerto.
Khusus di Lakardowo Mojokerto, massa menuntut pembangunan pabrik PT PRIA yang dinilai maladministrasi.
"Pabrik itu berdiri pada 2010 silam tetapi diketahui izin AMDAL itu baru turun 2014. Jadi selama empat tahun perusahaan berdiri tanpa ada legalitas,” kata Koordinator Massa, Imron.
Imron mengatakan, saat pertama kali perusahaan berdiri, pihak perusahaan memberi tahu akan membangun pemgelolahan limbah dan batako. "Tapi pada kenyataanya, PT PRIA alih-alih malah mengelolah limbah B3," kata Imron.
Karena adanya pengolahan limbah B3 tersebut, banyak area lingkungan warga yang terdampak. Antara lain persawahan yang tidak lagi produktif. ikan-ikan di tambak warga mati, serta air sudah tidak layak pakai.
"Dan yang lebih prihatin lagi, setiap kali para warga mempunyai balita baru lahir, para orang tua di Lakardowo harus membeli galon terlebih dahulu untuk memendikan bayinya," kata dia.
Hal itu dilakukan, karena air di wilayah tersebut telah terpapar limbah yang sudah berlangsung selama sembilan tahun, sejak pabrik tersebut berdiri.
“Karena ketika bayinya dimandikan dengan air sumber, nanti bayinya akan mengidap penyakit gatal-gatal. Dan banyak korban yang meninggal di sana yang disebabkan oleh limbah pabrik itu,” ujar dia
Imron bercerita, ada salah satu pemulung di Lakardowo yang mengidap penyakit tumor dan kanker, karena si pemulung ini sering bersentuhan langsung demgan limbah-limbah B3.
Tak berhenti sampai di situ, menurut Imron masih ada lagi kejahatan perusahaan yang tidak diketahui oleh warga sebelumnya. Diduga PT PRIA tidak terlebih dulu memberikan sosialisasi kepada warga terkait pengelolaan pabrik.
Ia menilai, perusahaan memanfaat ketidaktahuan masyarakat terhadap pembanganunan ini. Selain itu perusahaan juga memperdagangkan limbah-limbah ini kembali kepada masyarakat.
“Dari 2010 bahkan sampai sekerang masyarakat disana nggak tahu kalau pabrik itu mengelolah limbah B3. Limbah itu bahkan ditawarkan untuk dijadikan bahan utama materil bagunan rumah masyarakat,” katanya.
“Terakhir kali kita masuk ke sana juga melakukan penelitian air. Dan saat air itu kita masukkan ke lab hasilnya memang air tersebut sudah benar-benar tercemar dan tidak layak pakai,” tambah Imron.
Dalam aksi itu massa juga membawa beberapa sampel tanah di Desa Lakardowo. Imron mengatakan tiga sampel tanah dibawa ke laboratorium yang berbeda-beda.
“Dan hasilnya tetap sama, tanah itu memang benar-benar tercemar,” tambahnya. (frd)