Tunggal Jati Nusantara Jember dari Pengobatan Menjadi Aliran
Kelompok Tunggal Jati Nusantara ternyata sudah tujuh tahun berdiri di Kabupaten Jember. Kelompok yang disebut-sebut sebelumnya tak terdeteksi keberadaan dan ajarannya oleh pemerintah itu, ternyata berawal dari sebuah praktik pengobatan alternatif.
Keberadaan padepokan itu baru diketahui publik secara luas pasca tragedi ritual mandi laut di pantai selatan, tepatnya di Pantai Payangan, Kecamatan Ambulu Jember. Tragedi meninggalnya 11 anggota kelompok itu menjadi perhatian masyarakat maupun pejabat.
Bahkan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan perhatian kepada korban dengan memberi bantuan. Kendati sudah menjadi perhatian pemerintah, pembubaran kelompok itu masih membutuhkan prosedur yang cukup panjang. Pemerintah masih perlu melakukan kajian tentang seluk beluk kelompok Tunggal Jati Nusantara itu.
Kelompok dengan pengikut tidak sampai 40 orang itu, ternyata bukan kelompok yang baru berdiri satu atau dua tahun. Kelompok itu sudah mulai berdiri sejak tahun 2015 di Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi.
“Padepokan Tunggal Jati Nusantara dirikan oleh tersangka NH pasca pulang dari Malaysia tahun 2015,” kata Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo, Rabu, 16 Februari 2022.
Awalnya Tunggal Jati Nusantara itu bukan sebuah kelompok ataupun aliran. Nurhasan sekadar membuka praktik pengobatan alternatif di rumahnya sejak tahun 2011.
Keberadaan praktik pengobatan alternatif milik Nurhasan itu kemudian mulai dikenal dan didatangi oleh segelintir orang. Warga yang datang ke rumah Nurhasan adalah warga yang memiliki sebuah persoalan, mulai dari sakit tak kunjung sembuh, ingin dilancarkan rezeki, dan mereka yang memiliki masalah keluarga.
“Warga yang datang motifnya berbeda-beda. Ada yang ingin berobat karena penyakitnya tak kunjung sembuh, ada yang ingin dilancarkan rezeki, dan ada juga yang punya masalah keluarga,” jelas Hery.
Secara kebetulan, pasien pertama yang datang berobat ke Nurhasan sembuh dari penyakitnya. Pasien itu kemudian mengabarkan kabar baik itu kepada tetangganya.
Dengan cepat kabar keberadaan praktik pengobatan alternatif milik Nurhasan tersebar dari mulut ke mulut. Rumah Nurhasan mulai lebih sering didatangi pasien.
Seiring berkembangnya waktu pasien Nurhasan yang sudah mencapai puluhan orang. Puluhan orang itu bergabung dalam sebuah kelompok yang kemudian diberi nama Tunggal Jati Nusantara pada tahun 2015. Dalam kelompok itu, Nurhasan dianggap sebagai guru spiritual oleh pengikutnya.
Pasca terbentuk kelompok itu, beberapa pengikutnya mengabarkan kepada tetangga terdekat tentang keberadaan kelompok Tunggal Jati Nusantara.
Belakangan diketahui pasca tragedi ritual berujung maut, pengikutnya sudah ada 20 orang lebih. Mereka berasal dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Jember mulai Sukorambi, Patrang, Jenggawah, Ajung, dan Sumbersari. Bahkan diketahui juga ada dari anggota kepolisian Polsek Pujer Polres Bondowoso.
Dengan jumlah pengikut puluhan orang itu, Nurhasan sebagai ketua atau pemimpin kelompok Tunggal Jati Nusantara tidak pernah membuka pendaftaran. Siapa pun warga yang tertarik bisa bergabung dengan kelompok itu.
“Tersangka tidak pernah membuka pendaftaran apalagi harus membayar biaya pendaftaran. Cara kerjanya warga tertarik bisa ikut,” lanjut Hery.
Sebagai pemimpin dari kelompok Tunggal Jati Nusantara, Nurhasan mengadakan pertemuan dengan anggotanya secara rutin di rumahnya. Nurhasan biasanya mengajarkan mantra dan kidung maupun pengobatan kepada anggotanya.
Segala sesuatu yang diajarkan Nurhasan kepada anggotanya berasal dari sebuah kitab yang merupakan warisan dari gurunya. Dengan menggunakan kitab itu, Nurhasan menggabungkan kegiatan keagamaan.
Dengan ajaran itu, Nurhasan dengan mudah mengajak anggotanya melakukan ritual mandi di laut. Selama tujuh tahun Tunggal Jati Nusantara berdiri sudah melakukan ritual mandi di laut selatan sebanyak tujuh kali.
Ritual mandi di laut selatan yang ke tujuh tidak berjalan sesuai rencana. Bukannya membawa ketenangan sebagaimana tujuan para anggotanya, tetapi malah membawa duka.
11 orang harus meninggal akibat diterjang ombak saat melakukan ritual itu. Pasca kejadian itu, Nurhasan selaku pemimpin juga ditangkap polisi.
Pria 35 tahun asal Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi itu kini mengenakan rompi orange tahanan Polres Jember. Ia terancam lima tahun penjara karena lalai dengan mengajak anggotanya melakukan ritual mandi laut di titik yang berbahaya.
Pasca pemimpinnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, seluk beluk ajaran kelompok Tunggal Jati Nusantara masih jelas. Polisi masih mempelajari kitab yang disita dari rumah Nurhasan untuk menelusuri Tunggal Jati Nusantara termasuk aliran yang mana.
“Dalam melaksanakan kegiatan, tersangka menggabungkan kegiatan keagamaan. Masih kita pelajari ini masuk aliran apa,” pungkas Hery.
Advertisement