Tumpang Sari dan Sumur Bor, Petani Blitar Bertahan saat Kemarau
Petani di Blitar Selatan mengaku siap menghadapi kemarau akibat fenomena El Nino, Agustus dan September 2023 ini. Namun mereka juga membutuhkan bantuan pemerintah, terutama untuk pengeboran sumur air bawah tanah.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Kabupaten Blitar, Supran menyebut jika petani di wilayahnya sudah terbiasa menghadapi kemarau panjang dan kekeringan. Ditemui Ngopibareng.id di kediamannya, Desa Balerejo, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, Supran menyebut para petani Kidul Kali (Blitar Selatan) menerapkan sistem tumpang sari, di musim kemarau.
Tumpang Sari
"Selain itu saya pernah mengusulkan kepada pemerintah daerah pola tanaman tumpang sari disebarluaskan di Kabupaten Blitar. Melalui pola tanam secara tumpang sari tidak ada petani yang luwe (lapar) dan tidak punya uang," katanya, Minggu 23 Juli 2023.
Sistem tumpang sari memungkinkan olah lahan dan tanam bisa tiga hingga empat kali panen dalam satu tahun. Di saat musim hujan, petani akan menanm jagung. Setelah umur 40 hari setelah tanam, petani menyusuli tanaman dengan tanaman cabai. Ketika jagung berusia 60- 65 hari petani kemudian menanami kedelai. "Setelah jagung dipanen, petani terus panen kedelai, kemudian menunggu tanaman cabai panen," jelasnya.
Sumur Bor Mahal
Walaupun sudah terbiasa dan siap apabila mengalami kekeringan atau kemarau panjang akibat El Nino, pihaknya berharap kepada pemerintah daerah kabupaten Blitar untuk memperhatikan para petani Kidul Kali.
“Sebagai ketua Gapoktan kabupaten, saya telah menyampaikan ke pemerintah daerah melalui dinas irigasi. Warga Blitar Selatan atau Kidul Kali merupakan warga negara Indonesia juga perlu perhatian” pintanya.
Selama ini urusan irigasi selalu urusan lor kali (maksudnya utara sungai Brantas) sebab wilayah itu dialiri oleh Sungai Brantas. Berbeda dengan Blitar selatan, wilayahnya cukup kering tanpa ada aliran sungai.
Petani di tempatnya pun mengadakan pengeboran sumur bawah tanah secara swadaya untuk mengairi bawang merah, jagung, cabai dan kedelai. Namun tak semua petani mampu membuat sumur bor. Sebagian besar petani kesulitan membuat sumur bor.
Ia pun berharap pemerintah melakukan kegiatan pengeboran bawah tanah dengan sistem irigasi pipanisasi. "Sementara ini kami belum tahu kebutuhan beberapa titik untuk pengeboran bawah tanah di Blitar Selatan," lanjutnya.
Supran mengaku pernah mendengar adanya program 1.000 sumur bor di wilayah selatan dari calon bupati terpilih waktu itu. Entah karena apa, program tersebut, belum terlaksana.
Namun, Supran mendengar, mulai ada program pengeboran sumur bawah tanah dari pemerintah melalui kelompok tani. "Di desa kami, Desa Balerejo mendapatkan satu titik," katanya.
Dengan adanya program pengeboran sumur bawah tanah, berharap para petani di wilayah selatan bisa bercocok tanam berkelanjutan. Ia juga berharap pemerintah daerah lebih proaktif dalam memperhatikan petani di wilayah selatan, agar petani tidak mengandalkan pola tanam tadah hujan terus menerus.
Butuh Bantuan
Mujianto, salah-satu petani bawang merah di Desa Balerejo, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar mengaku mengairi lahan bawang merahnya menyalur dengan tetangganya yang mempunyai sumur bor bawah tanah dengan membayar Rp 1 juta per satu kuintal benih bawang merahnya yang ditanam di lahan, dengan pengadaan instalasi pipanya sendiri.
Mujianto mengaku tidak mengebor sumur sendiri karena tidak mampu. Biayanya mencapai jutaan rupiah karena harus mengebor sedalam 65 meter.