Tulisan Megawati Anggap Saja Sebagai Pengganti Hak Angket
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, hari ini menghibur sebagian masyarakat yang kecewa dan bertanya-tanya, kenapa Fraksi PDI Perjuangan di DPR-RI tidak kunjung bergerak untuk memimpin dan mewujudkan digelarnya Hak Angket Kecurangan Pemilu/Pilpres 2024? Hak angket yang diinisiasi pertama kali oleh Ganjar Pranowo sebagai Capres yang diusung PDI Perjuangan, nampaknya sudah gembos terlalu dini. Faktor PDI Perjuangan, salah satu penyebabnya.
Padahal, sedikitnya ada dua hal yang bisa diperoleh dengan digelarnya Hak Angket Kecurangan Pemilu. Pertama tentu adalah akan terbongkarnya dalang di balik kecurangan itu, siapa saja yang juga terlibat di dalamnya dan bagaimana kecurangan dilakukan. Kedua, hak angket akan mendorong moral dan memperkuat mental para hakim MK, yang pada saat bersamaan juga sedang mengadili sengketa Pilpres atas dasar gugatan Paslon 01 dan 03.
Tidak ada akar, seratpun jadi. Tidak ada gelaran hak angket, tulisan Megawatipun berjudul 'Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi' yang dimuat hari ini, Senin 8 April 2024 di harian Kompas baik versi cetak maupun online, diharapkan akan mampu mendorong moral serta mental para hakim MK. Para hakim itu kini terkonfirmasi bahwa Megawati yang dulu sangat mendukung dan melindungi Jokowi, sekarang berseberangan dan sangat tidak suka pada perilaku politiknya. Megawati dengan tegas berharap, untuk tidak menyebutnya dengan menuntut, agar delapan hakim Mahkamah Konsitusi mengunakan pertimbangan nurani ketika hendak mengambil keputusan terhadap PHPU atau perselisihan hasil pemilihan umum.
Lead atau awal artikelnya dibuka dengan paragraf yang tegas. “Rakyat Indonesia sedang menunggu dan akan mencatatkan dalam sejarah bangsa, apakah hakim Mahkamah Konstitusi dapat mengambil keputusan sengketa pemilu presiden dan wakil presiden sesuai dengan hati nurani dan sikap kenegarawanan, ataukah membiarkan praktik elektoral penuh dugaan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam sejarah demokrasi Indonesia.” Kalimat ini langsung ditujukan kepada delapan anggota hakim MK, ya atau tidak, pilih putih atau hitam, tidak ada abu-abu.
Tulisan Megawati, yang kata orang dekatnya ‘Ibu menulis tangan langsung naskah artikel ini’, mungkin saja sudah dipersiapkan cukup lama, dengan mempersiapkan data-data, misalnya data angka penurunan indeks demokrasi Indonesia. Tetapi yang paling menarik tentu diterbitkannya tulisan itu pada hari ini, atau tepat dua pekan sebelum para hakim MK membacakan putusan tanggal 22 April mendatang.
Banyak orang berpendapat, efektivitas dari tulisan tidak seampuh dibanding kekuatan retorika. Tetapi khusus untuk hal ini, saya berpendapat sebaliknya. Tulisan Megawati yang menggunakan identitas seorang Warga Negara Indonesia ini lebih ampuh dibanding apabila diucapkan dalam pidato biasa. Itu pendapat, sekaligus juga harapan saya. Membaca ‘Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi,’ flash back, saya seperti membaca kembali tulisan-tulisan Megawati pada pertengahan 90an, ketika dia masih menjadi pemimpin pergerakan, sebelum jadi pemimpin parpol. (m. anis)