Tukang Sampah Ini Kaget Anaknya Diterima UINSA
Sukidi, bisa dikata adalah pria bisa. Sehari-hari dia bekerja menjadi pemungut sampah dari rumah ke rumah. Namun, ada hari di mana dia kaget luar biasa.
Putri sulungnya yang bernama Annisa Febrianti lolos Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN). Putrinya itu diterima di Universtas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, berdasarkan nilai raport.
"Saya tidak pernah membayangkan anak saya bisa masuk UIN. Apalagi melihat bapaknya cuma tukang sampah," kata Sukidi mengungkapkan kegembiraannya kepada Ngopibareng.id Rabu 29 April 2020.
Kata Sukidi, Annisa memang mempunyai kemauan yang kuat ingin meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Itu sudah kemauannya sendiri.
Lelaki asal Masaran Sragen Jawa Tengah, yang kini tinggal di rumah kontrakan sederhana di daerah Manyar Sabrangan ini, awalnya hanya membayangkan akan menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA saja. Itu juga berdasarkan saran dari banyak orang. Apalagi dua kakaknya, Iis dan Tutus sekolahnya juga hanya sampai SMA.
Tapi Annisa ternyata beda. Annisa ngeyel tetap ingin kuliah seperti teman- teman sekelasnya di SMA Negeri 14 Surabaya. Yang terbayang dalam benak Sukidi kemudian adalah, biaya yang harus disiapkan seandainya jadi kuliah.
"Lha wong saya ini tukang sampah, berapa penghasilannya," kata Sukidi.
Bapak tiga anak yang hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) ini, akhirnya hanya bisa pasrah. Dia tak berdaya membendung kemauan anaknya yang ingin menjadi sarjana ekonomi syariah.
Annisa pun tak tinggal diam atas kegalauan bapaknya. Dia pun mencoba meyakinkan bapaknya. Kalau bisa diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), maka uang kuliahnya murah. Tidak ada uang uang pangkal, uang gedung, dan uang ini-itu seperti yang ditakutkan oleh ayahnya. Cukup membayar uang kuliah tunggal (UKT).
Di tengah kekhawatirannya, ternyata Annisa lolos jalur SMPTN.
"Alhamdulillah nama Annisa tercantum dalam daftar calon mahasiswa yang diterima melalui SMPTN, yang diumumkan 10 April 2020," katanya riang.
Waktu mendaftar untuk mengikuti seleksi, saat itu Annisa memilih dua perguruan tinggi yakni UINSA dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Tapi yang lolos pilihan yang pertama.
"Sekarang tinggal memikirkan UKT-nya. Syukur- syukur kalau dapat yang terendah," kata Sukidi berharap.
Sukidi sudah menjadi pemungut sampah sejak tahun 1996. Atau sudah 18 tahun yang lalu, dia menekuni pekerjaan ini. Dia awalnya penjual kripik. Namun, berhenti berjualan kripik karena sepi.
Setiap hari, di pagi dan sore, Sukidi dibantu adiknya Sugi, mengambil sampah dari 650 rumah yang meliputi area Manyar Sabrangan, Menur, Manyar Tompotika dan sekitarnya.
Sampah yang dikumpulkan itu kemudian dipindahkan ke truk sampah yang standby di Jembatan Menur. Tak jauh dari tempat tinggalnya. Sampah rumah tangga itu kemudian dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Menjadi tukang pungut sampah sebenarnya bukan cita-citanya. Karena keadaan dan tanggungjawab kepada keluarga, yang membuat pekerjaan itu harus dia jalankan.
Sampah itu diangkut menggunakan gerobak kayu yang ditarik dengan sepeda motor bebek yang sudah butut. Sukidi yang nyetir sepeda motor, sedang adiknya duduk di belakang sambil memegangi gerobak.
Bagaimana sikap istri, ketiga anak dan menantunya melihat bapaknya bekerja sebagai tukang sampah? Ia mengatakan tidak ada masalah. Tidak ada yang merasa rendah diri atau malu terkait dengan pekerjaan ayahnya tersebut
Annisa sendiri bahkan menyatakan bangga, anak tukang sampah bisa diterima di UINSA. Ia menginginkan dapat beasiswa untuk meringankan beban orang tuanya.
Di tengah pandemi Covid-19, Sukidi tetap menjalankan tugasnya mengumpulkan sampah seperti biasa. Sebab pekerjaannya tidak terkena aturan Pembatasan Sosial Berskala (PSBB) maupun Work From Home (WFH). Bahkan virus corona yang menggegerkan orang sejagat itu, dianggap teman baik yang tidak akan mengganggunya.