Tukang Kayu Ayunan Musa dan Penggembala
Lelucon sufi, kisah-kisah sufi bila lahir dari kehidupan sehari-hari. Meskipun dalam khazanah sufi, lelucon itu dihadirkan dalam panorama masa lalu yang khas.
Misalnya, kejadian pada masa Nabi Musa alaihissalam. Sebagaimana dikisahkan kembali dalam larik-larik sajak Jalaluddin Rumi.
Mari kita simak kisah sufi berikut.
1. Ayunan Tukang Kayu
Seorang anak lahir, dan sang ayah pergi ke tukang kayu memintanya untuk membuatkan sebuah ayunan untuknya.
Tukang kayu mengatakan agar ia kembali dalam seminggu untuk mengumpulkannya.
Tetapi ketika ia kembali, ternyata pesanannya belum selesai.
Laki-laki tersebut kembali minggu demi minggu dan tetap saja ayunan yang dipesannya belum juga terlihat.
Akhirnya si anak tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa. Pada gilirannya ia menikah dan istrinya melahirkan seorang anak.
Ayahnya berkata padanya, "Pergilah menemui tukang kayu dan tanyakan kepadanya, apakah ayunan yang kupesan untukmu dulu sudah siap."
Maka laki-laki muda itu pergi ke toko tukang kayu dan mengingatkannya tentang ayunan (pesanan ayahnya) tersebut.
"Ini kesempatan bagimu," katanya, "untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Aku sekarang mempunyai seorang anak laki-laki, dan ayunan itu cocok untuknya."
"Pergilah!" ujar tukang kayu, "Aku menolak didesak-desak dalam pekerjaanku hanya karena engkau dan keluargamu dihantui pikiran oleh apa yang mereka inginkan!"
2. Musa dan Penggembala
Ini adalah penjelasan dari sebuah kutipan pendek yang penting dari Matsnawi, karya Jalaluddin ar-Rumi, yang telah disampaikan oleh Khawja Fida'i dari Kars, dalam Meditations on the Couplet of Our Master Jalaludin ar-Rumi.
Menggambarkan perhatian terhadap tingkat-tingkat perbedaan pengertian dan pemahaman manusia, menegaskan bahwa manusia dapat mencapainya hanya melalui tataran (ruang lingkup) asosiasi yang dapat ia pikirkan.
Sebagian dari tugas setiap guru Sufi, bagaimanapun, adalah mempersiapkan murid-muridnya untuk persepsi (daya tangkap) 'paralelisme' yang lebih tinggi. Oleh karena itulah, dianggap sangat tidak benar hanya menekankan kemanfaatan-kemanfaatan materi atas Sufisme semata dalam sudut pandang (term) konvensional seluruhnya. Karenanya, Sufisme tidak dipresentasikan oleh guru-guru Sufi sebagai sebuah terapi atau obat untuk penyakit duniawi manusia.
Tidak ada manusia yang dapat memahami melebihi kapasitas pemikiran seluruhnya untuk mengerti; dan karena alasan ini dengan tepat dikatakan, "Berbicaralah kepada setiap orang sesuai dengan pemahaman (orang yang diajak bicara). " (Dianggap berasal dari Hadis Nabi Muhammad saw). Sebagaimana masing-masing manusia dapat mengetahui (menyadari), karenanya ia akan beruntung. Jika laki-laki atau perempuan hanya berada pada tingkat pemikiran yang rendah, maka akan mencari dan mendapat kepuasan melalui persepsi rendahnya.
Dikisahkan bahwa Musa a.s. memanggil seorang penggembala sederhana, pengumpat Tuhan, karena dia mendengar laki-laki miskin itu sedang menawarkan diri untuk menyisir rambut Tuhan, mencuci jubah-Nya, dan mencium tangan-Nya.
Tuhan memperingatkan Musa, secara tidak langsung mengajarnya dari pengalaman ini, bahwa penggembala itu tidak memiliki intelegensi atau pengalaman untuk memahami atau menyadari bahwa Musa a. s. berbicara mengenai Ketuhanan yang tidak berbadan, "Oleh karena itu, engkau harus menyeru penyembah-penyembah-Ku sedekat yang mereka mampu. Terdapat perubahan secara bertahap pada semua manusia; masing-masing akan menyadari (diketahui) apa yang dapat disadari, dan pada tahap dimana dia menyadarinya."