Tukang Insinyur Pimpin Perhimpunan
Direktur Rumah Sakit selalu dipegang seorang dokter. Namun tidak demikian dengan pimpinan badan hukum pemiliknya. Ini terjadi sejak didirikan di jaman Belanda sampai usai merdeka.
Orang pertama yang menjadi ketua Perhimpunan Soerabaiache Oogheelkundige Kliniek masih seorang dokter. Ia adalah Dr J.F. Terburgh, inspektur kesehatan Pemerintah Hindia Belanda di Jawa Timur.
Namun pendampingnya bukan seorang dokter. Ia dibantu seorang pejabat asuransi bernama P. Egas. Sesama orang Belanda ini yang ikut menggalang dana di awal klinik mata ini berdiri.
Bisa dibilang, sejak berdiri RSMU dikelola para dokter mata berkolaborasi dengan para profesional dan orang-orang yang piawai dalam menggalang dana. Para tokoh non dokter yang punya kepedulian terhadap perawatan mata.
Selain P Egas, sederetan tokoh non dokter mata ikut ambil bagian dalam pertumbuhan RS ini. Mereka antara lain R Soerjadi SH, Prihadi, H. Anang Tajib, R Hartono, Kasduri, Pamudji SH, dan Ahmad Sutadi.
''Semula saya diminta bergabung dengan P4M oleh Dr Saiful Alam, salah satu dokter RSMU. Dia berpikir perlu ada orang teknik yang ikut menenangani rumah sakit ini,'' katanya mengenang masa lalu.
Perkenalan Doelatif dengan RSMU tanpa sengaja. Suatu ketika, Direktur RSMU dr Basoeki meminta keponakannya untuk membetulkan peralatan elektronik di RS. Karena yang disuruh tidak mampu, ia minta bantuan Doelatif yang saat itu sudah menjadi dosen ITS.
Ketika itu, ia diminta untuk memperbaiki giant magnet dan slite lamp (lampu operasi). Pekerjaan limpahan itu bisa dikerjakan dengan baik. Sejak itulah, ia mengenal dr Basoeki dan dekat dengan sejumlah dokter di rumah sakit ini.
Ia juga pernah diminta memperbaiki sterilisasi bantuan sari Australia. Namun, sampai disini alat tersebut tidak bisa digunakan. Bisa dijalankan kalau ditambahi alat travo regulator. Doelatif lantas membuatkan alat tersebut sehingga mesin steril itu bisa digunakan.
Pria yang lulus ITS tahun 1974 ini juga dosen di tempat ia kuliah. "Saya menjadi dosen karena saat itu ITS kekurangan tenaga dosen. Cuma saat itu, jadi dosen tidak ada duitnya," kat Cak Doel --demikian ia biasa dipanggil.
Berbeda dengan Dokter Badri yang mundur dari dosen di tengah jalan, Doelatif menekuni profesinya sampai pensiun. Jabatanya sebagai pengajar berakhir tahun 1998. "Tapi setelah itu masih diminta mengajar selama 5 tahun dengan gaji Rp 40 ribu," katanya getir.
Meski demikian, ia tetap jalani tugas dosen itu dengan penuh dedikasi. Apalagi, sejak 1991, ia sudah mendirikan perusahaan mekanik elektrik untuk menambah penghasilannya. Sehingga ketika menjadi dosen honorer paska pensiun ia masih bisa hidup.
Yang pasti, Doelatif yang ahli elektro ini menjadi tukang insinyur pertama sebagai Ketua Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata Undaan (P4MU). Inilah perhimpunan pemilik RSMU. (Arif Afandi/Bersambung)