Tujuh Jenis Harta dalam Islam, Instrumen Keuangan Ekbis Syariah
Wakaf merupakan institusi tengah antara domain ibadah dan muamalah. Seiring dengan tumbuhnya pemahaman masyarakat (melalui pendidikan-pelatihan) dan praktik ekonomi dan keuangan Syariah, wakaf diyakini dapat dijadikan instrumen keuangan untuk mencapai tujuan ekonomi-bisnis Syariah, yaitu kesejahteraan umum.
Guru Besar Hukum Islam Universitas Islam Negeri, Jaih Mubarok mengatakan, sebelum membahas wakaf, hal pertama yang harus dibahas terlebih dahulu ialah harta sebagai objek wakaf (mauquf). Islam membedakan antara harta dan benda, sebab harta dari segi konsep melibatkan aspek psikis manusia, yaitu cinta (hubb) dan gandrung (mailah). Sehingga, kata Jaih, harta pada hakikatnya adalah benda yang dicintai dan diganderungi manusia.
Pembahasan harta dapat dibedakan menjadi dua:
Pertama, dari segi status hukumnya, apakah benda yang boleh digunakan dan atau dikonsumsi, dan
Kedua benda yang tidak boleh digunakan dan atau dikonsumsi karena substansinya (haram lidzatih) maupun karena proses mendapatkan, invetasi atau pengelolaan, dan atau cara konsumsinya (haram li ghairih).
Dalam acara Halaqah Fikih Wakaf Kontemporer pada Sabtu 21 Agustus 2021, Jaih Mubarok menerangkan tentang ragam harta dalam Islam dalam perspektif Mazhab Hanafi. Di antaranya:
Pertama, Benda yang boleh dimanfaatkan (mutaqawwam) dan tidak boleh dimanfaatkan (ghair al-mutaqawwam). Menurut Jaih, kadang-kadang diterjemahkan menjadi benda berharga dan benda tidak berharga secara syariah.
Kedua¸ Benda yang ada padanannya (mal-mitsli) atau publik dapat dengan mudah mendapatkannya dan benda yang tidak ada padanannya (mal-qimi) di pasar atau publik. Ketiga, Benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Keempat, Benda yang tidak dimanfaatkan kecuali dengan cara dihabiskan (mal-istihlaki) dan benda yang tidak habis karena dipakai (mal-isti‘mali).
“Contohnya uang adalah jenis harta yang bisa dihabiskan. Ulama klasik mengatakan uang tidak bisa diwakafkan, sementara ulama kontemporer boleh dengan berbagai argumentasi, nanti kita diskusikan,” terang Jaih, dilansir situs muhammadiyah.or.id.
Kelima, Benda yang ditetapkan otoritas sebagai standar harga/standar nilai/uang dan benda yang ditetapkan sebagai barang.
Keenam, Benda yang tampak yang bisa dilihat baik oleh pemiliknya maupun oleh pihak lain (mal-zhahir); dan benda yang tidak tampak yang hanya bisa dilihat oleh pemiliknya (mal-bathin) seperti saham dan emas.
Ketujuh, Benda yang tumbuh dan berkembang secara alamiah (mal-nami), antara lain pohon dan hewan ternak dan benda yang tidak tumbuh dan tidak berkembang secara alamiahnya (mal-ghair al-nami).
Penjelasan Jaih tentang ragam harta di atas adalah jalan untuk menerangkan syarat-syarat harta yang bisa diwakafkan. Menurutnya, syarat mauquf meliputi: mal-mutaqawwam, mal-tertentu dan diketahui (ma`lum), mal milk al-tam, intiqal al-milkiyyah, secara alami harus benda yang dapat diwakafkan (fisik barang dan manfaatnya), dan mal-mufarraz.