Tujuh Hal Penting Watak Muhammadiyah Gerakan Wasathiyah
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, mengajak warga Muhammadiyah untuk bisa mengamalkan Wasathiyah Islam. Pesan itu disampaikan secara khusus, juga kepada masyarakat pada umumnya.
“Marilah kita menjadi warga negara yang penuh dengan toleransi. Sesama kita terdapat perbedaan di kalangan umat Islam, terdapat perbedaan pandangan di kalangan warga Muhammadiyah. Baik tentang masalah keagamaan maupun masalah-masalah kemasyarakatan dan kebangsaan. Masih ada perbedaan di antara kita. Namun dengan sikap toleransi kemudian kita duduk bersama untuk menyelesaikannya,” tutur Din, yang mantan politikus Partai Golkar ini, dalam keterangan Senin, 30 Desember 2019.
Lewat tema Muktamar Muhammadiyah ke-48 ‘Memajukan Indonesia Mencerahkan Semesta’ seakan menampilkan watak Muhammadiyah sebagai gerakan wasathiyah, sebagai gerakan tengahan dan bertumpu pada predikat umat Islam sebagai umat Al-Quran.
Sebelumnya, Din Syamsuddin berpesan dalam Tabligh Akbar bersamaan penutupan Milad ke-61 UMS dan Lauching Coutdown Muktamar ke-48 serta yang berlangung di GOR UMS, pada Sabtu 28 Desember 2019 malam.
Din menyampaikan, pada Mei 2018 bersama 200 perwakilan ulama dan cendekiawan Muslim di Bogor telah menyepakati ada 7 kriteria dari wasathiyah atau Islam Wasathiyah agar menjadi aspek atau dimensi dari Islam sekarang dan masa yang akan datang.
Pertama, adalah hal yang tidak berlaku adil dan menegakkan keadilan seperti kita bangun dari ruku berdiri tegak untuk menegakkan keadilan berlaku adil terhadap semua termasuk pada diri sendiri.
“Bahkan banyak ayat Al-Quran yang memerintahkan kita walaupun terhadap dirimu sendiri dan terhadap keluarga dekat haruslah kamu tegakkan keadilan,” urai Din.
Kedua, adalah keseimbangan. Menegakkan keseimbangan banyak aspek tidak hanya antara kehidupan dan duniawi kehidupan fisik dan nonfisik, kehidupan individual dan kehidupan sosial, tetapi juga keseimbangan dalam arti yang menyeluruh.
Ketiga, adalah toleransi, bertenggang rasa, berlapang dada terutama terhadap perbedaan manusia masyarakat majemuk yang mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu selain persamaan-persamaan di antara elemen-elemennya.
Maka, kata Din kesediaan untuk menerima perbedaan sekaligus menghargai perbedaan itulah ajaran tasawuf dan merupakan salah satu ciri dari umatan washatan.
Keempat, adanya musyawarah. Para ulama dari luar negeri sangat memuji umat Islam Indonesia dan masyarakat Indonesia secara khusus yang cenderung bermusyawarah.
“Memusyawarahkan jika ada perbedaan di antara kita mari kita duduk bersama untuk menjadi yang terbaik,” kata Din.
Kelima, melakukan perbaikan, melakukan kemaslahatan menebar amal saleh yang menebar masyarakat.
Keenam, adalah melakukan kepeloporan yaitu tidak diam, dan terus bergerak.
Ketujuh, inilah kata Din adalah hal yang baru belum ada dalam literatur Islam, literatur pemikiran politik Islam yaitu Al-Muwathonah (negeri kewarganegaraan) yang sekarang menjadi keperluan kita semua.
“Kita siap untuk menghargai menerima negara bangsa di mana kita berada, kita dilahirkan dan kita siap sedia untuk mengisi ajaran-ajaran Islam, dan ini sebenarnya telah mengurat daging menyatu dalam kepribadian Muhammadiyah yang sudah berusia 107 tahun,” kata Din.
Advertisement