Tujuan Akhir Praktik Beragama, Ternyata Begini Kata Ulil Abshar
Cendekiawan Islam Indonesia Ulil Abshar Abdalla mengatakan, hikmah atau ihsan adalah tujuan akhir dari orang beragama. Di dalam Islam, hikmah diistilahkan dengan nama ihsan. Ini yang menjadi ‘tujuan akhir’ yang dituju oleh umat Islam.
“Itu adalah puncak kebenaran yang hendak dituju oleh agama Islam,” kata Ulil di Sekrtariat Islam Nusantara Center (INC) di Tangerang Selatan, Sabtu (31/3/2018).
Menurut Ulil, untuk mencapai hikmah maka seseorang harus melalui proses yang panjang. Hikmah tidak bisa dicapai dengan cara yang insan. Ada beberapa proses yang harus dilalui secara konsisten untuk sampai pada makam hikmah. Pertama, iman. Dia memaknai iman dengan sikap hati yang tepat menghadap kepada Allah. Iman merupakan titik awal untuk mencapai hikmah.
“Itu adalah syarat utama. Kalau tidak ada ini, orang tidak punya orientasi atau kompas menuju kepada hikmah,” jelas alumni Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen ini.
Kedua, syariah. Ketika seseorang sudah memiliki iman, maka jalan selanjutnya yang harus ditempuh untuk mencapai hikmah adalah syariah. Bagi Ulil, hikmah tidak akan bisa dicapai tanpa melaksanakan syariah.
“Syariah itu bisa kita sebut sebagai proses pendisiplinan. Orang tidak bisa mencapai hikmah tanpa melalui disiplin karena hikmah adalah hasil disiplin,” terangnya.
Syariah, imbuhnya, melakukan pendisiplinan pada dua aspek. Pertama, lahir (mu’amalah). Dalam hal ini, syariah melakukan pendisiplinan tentang bagaimana seseorang melakukan interaksi dengan orang lainnya.
“Pendisiplinan kedua adalah pendisiplinan di aspek batin. Itu juga penting, bahkan jauh lebih penting,” tegasnya.
Alumni LIPIA ini menyebutkan, pendisiplinan merupakan upaya untuk ‘membentuk’ diri, baik secara fisik atau pun batin. Jika proses pendisiplinan diri ini sudah dilalui, maka seseorang akan mencapai hikmah.
“Hikmah adalah hasil akhir yang merupakan konsep alamiah dan logis dari proses panjang ini,” cetusnya.
Ia menambahkan, saat ini ada orang yang mempercepat proses keberagamaannya. Mereka tidak mengalami proses yang panjang tersebut. Akibatnya, terjadi penjungkirbalikan otoritas dalam hal beragama. Mereka yang tidak memiliki ilmu agama yang mendalam dan luas dijadikan rujukan, sementara mereka yang berwawasan luas diabaikan.
“Dulu itu proses dilakukan semua orang, baik para ulamanya maupu para awamnya. Semua mengalami proses ini,” tutupnya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim, Nabi Muhammad saw. ditanya seorang sahabat tentang makna ihsan atau hukmah. Nabi Muhammad saw menjawab bahwa ihsan ialah bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. (adi)