Tuhan Melihat Isi Hatimu Bukan Tubuhmu, Pesan Ulama
"Ibadah personal merupakan cara manusia mendekatkan diri (taqarrub) kepada Tuhan, membersihkan hati dan membebaskan dari ketergantungan selain Tuhan.
Tetapi pada saat yang sama ia juga menuntut manusia untuk melakukan kerja-kerja sosial dan kemanusiaan. Menciptakan perdamaian, menjalin relasi kasih sayang dan mempratikkan keadilan".
Demikian pesan KH Husein Muhammad untuk segenap umat Islam.
"Tadi sore usai menghadiri "Haul" di rumah tetangga, sekaligus memimpin Tahlil dan doa, aku membaca sebuah kisah yang sangat menarik sekaligus lucu. Yaitu tentang seorang penggembala domba di padang pasir," tutur Kiai Husein, yang dikenal sebagai pejuang kesetaraan jender dalam Islam.
"Aku membaca kisah ini dalam buku "Qawa' id al 'Isyq al Arba'un", Empat puluh Kaedah Cinta. Sebuah novel yang mengisahkan pertemuan dua sufi falsafi besar yang melegenda; Syeikh Syams dari Tabriz dan Maulana Rumi. Novel ini ditulis oleh Elif Syafaq, seorang perempuan penulis dan novelis, keturunan Turki. Kelahiran: 25 Oktober 1971, di Starsbourg, Perancis."
Kisahnya sebagai berikut :
Suatu hari, manakala Nabi Musa hendak menuju bukit Sinai untuk munajat, meditasi, dan kelak menerima wahyu, ia melihat seorang penggembala yang sedang beribadah kepada Tuhannya dengan cara yang dinilainya amat aneh.
Si penggembala itu duduk bertelekan lutut sambil mengangkat tangannya ke atas dan wajah menengadah ke atas, memandang langit biru. Ia mengatakan :
الهی الحبيب. انی ااحبك اكثر مما قد قد تعرف. سافعل اي شيء من اجلك. فقط قل لی ما ذا تريد. ساغسل قدميك وانظف اذنيك. واقليك من القمل.
حتی لو طلبت منی ان اذبح من اجلك اسمن خروف فلن اتردد فی عمل ذلك. اشويه واضع دهن فی الرز ليصبح لذيذةالطعم "
"Wahai Tuhan, Kekasihku. Aku sungguh mencintai-Mu dengan tulus dan seluruh jiwa dan ragaku. Aku pasrahkan hidupku kepada-Mu. Bila Kau menyuruhku mengerjakan apapun, aku akan mematuhinya. Aku akan membasuh dua "Kaki-Mu". Aku akan membersihkan Telinga dan Rambut kepala-Mu dari kutu. Jika Engkau meminta aku menyembelih domba paling gemuk, aku pasti akan melaksanakanya. Aku akan memanggangnya. Lalu aku akan menuangkan minyak samin di atas nasi agar rasa enak.
Nabi Musa melihat dan mendengar si penggembala itu melakukan tindakan yang salah. Tuhan punya kaki, telinga dan makan daging bajar kambing serta nasi kebuli?. Maka iapun menegur si penggembala dan menyalahkan tatacara maupun ucapan atau bacaan ibadahnya. Sesudah itu Musa mengajarkan tatat cara beribadah yang benar sebagaimana diajarkan Tuhan kepadanya. Lalu meninggalkannya.
Di tengah jalan kembali ke "Thur Sina" itu, Musa mendengar suara dari langit yang menegurnya sambil membenarkan si penggembala tadi bahkan memujinya :
"يا موسی لعله لم يكن يصلی بالطريقة الصحيحة لكنه مخلص فيما يقوله. ان قلبه صاف ونياته طيبة انی راض عنه. قد تكون كلماته لاذنيك بمثابة الكفر لكنها كانت بالنسبة لی كفرا حلوا"
"Hai Musa, boleh jadi dia menjalankan cara beribadahnya tidak benar. Tetapi dia menjalankannya dengan ikhlas. Hatinya bersih. Niatnya juga bagus. Aku ridha, senang kepadanya. Boleh jadi kata-katanya didengar telingamu salah atau bahkan seperti kesalahan besar. Tetapi menurut-Ku itu "kesalahan yang manis".
Mendengar teguran suara dari langit itu, Musa menyesal dan merasa bersalah. Keesokan paginya ia turun dari bukit untuk mencari si penggembala. Manakala bertemu Musa melihat dia sedang shalat dengan tata cara sebagaimana yang diajarkan dirinya. Lalu Musa mengatakan kepadanya :
يا صديقی لقد اخطات. ارجو ان تغفر لی . ارجو ان تصلی كما كنت تصلی منةقبل. فقد كانت صلاتك ثمينة ونفيسة فی عين الله".
Temanku, sungguh aku merasa bersalah kemarin. Aku minta maaf. Aku berharap kamu shalat seperti shalatmu kemarin itu. Shalatmu kemarin itu sangat bermutu dan bernilai tinggi di "Mata" Allah.
Meski begitu, si penggembala yang awam dan polos tadi, tidak ingin kembali beribadah dengan tatacara yang awal. Ia telah mengerti tatacara yang baru sebagaimana yang diajarkan Musa.
Demikianlah ceritanya. Lalu Syeikh Syams Tabrizi mengatakan kepada murid tercintanya Jalal al Din Rumi :
لا تحكم علی الطريقة التی يتوصل بها الناس مع الله. فكل امریء طريقته وصلاته الخاصة. ان الله لا ياخذنا بكلمتنا . بل ينظر فی اعماق قلوبنا . وليست المناسك او الطقوس هی التی تجعلنا مؤمنين. بل ان كانت قلوبنا صافية ام لا. (شمس التبريزی، قواعد العشق ص ٧٩)
"Jangan menghukumi cara orang lain menempuh jalan yang dipilihnya menuju Tuhan. Masing-masing kita punya cara sendiri dalam berhubungan dengan Tuhan. Tuhan tidak menilai kata-kata kita. Dia melihat jauh ke dalam lubuk hati kita. Bukan upacara atau ritual yang membuat kita dianggap orang-orang beriman. Tapi apakah hati kita bersih atau tidak". (Hlm. 78-79).
Aku tertegun dan tersenyum senyum sendirian. Lalu aku ingat kata-kata Nabi saw,
إِنَّ الله لا يَنْظُرُ إِلى أَجْسامِكْم، وَلا إِلى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وأعمالكم “رواه مسلم.
Sungguh Allah tidak melihat, menilai tubuh kalian, tidak pula melihat, menilai wajah kalian, tetapi Dia menilai hati dan perilaku kalian” [HR Muslim].
(03.04.23/HM)