Trik Jitu Lolos Zonasi, Masuk Sekolah Negeri di Surabaya
Saat turun dari sepeda motor bapaknya, sebut saja Aca tampak antusias dengan sekolah barunya. Sembari mencium tangan bapaknya yang mengantarkan sekolah dengan sepeda motor, tampak ada senyum di bibirnya.
Aca kemarin masuk sekolah untuk pertama kalinya. Dia bersekolah di salah satu sekolah swasta di Surabaya utara. Sekolah ini sebenarnya bukan sekolah yang dimaui oleh Aca. Dia maunya sekolah di salah satu SMP negeri di kawasan Surabaya utara. Namun apa daya, dia tak lolos di SMP negeri itu. Dia kalah bertarung jalur zonasi. Jarak rumahnya terlalu jauh. Aca sempat kecewa. Padahal Aca menjadi juara 1 siswa berprestasi di SD-nya.
Rasa kecewa itu sebenarnya tak hanya dirasakan oleh Aca. Ayahnya, sebut saja Hartono juga merasakan kekecewaan yang sama. Apalagi sejak awal Hartono merasa yakin anaknya bakal masuk di SMP negeri. Apalagi sekolah negeri itu adalah tempat dia dan istrinya bersekolah dulu. Maksud hati ingin meneruskan generasi di sekolah yang sama, tapi kalah zonasi.
Saat tahu anaknya terlempar dari zonasi, Hartono sebenarnya tak tinggal diam. Dia berusaha mencari "jalan belakang" agar anaknya bisa masuk SMP negeri yang dimaui. Upaya jalan belakang yang dijalani yaitu mencari "makelar sekolah" yang bisa memasukkan anaknya ke sekolah negeri.
Saat menemukan seorang makelar yang mengaku bisa memasukkan lewat jalan belakang, Hartono sedikit tenang. Si makelar menjanjikan bisa memasukkan sekolah negeri dengan mahar Rp 5juta. Mahar ini baru diserahkan saat anaknya sudah terdaftar di SMP negeri yang dimaui. Secara nilai mahar dianggap masuk dalam budgetnya dia. Apalagi baru diserahkan saat anaknya sudah terdaftar. Ketakutan menjadi korban penipuan tipis.
Namun, beberapa hari kemudian si makelar sekolah sekolah negeri ini menyatakan tak sanggup. Kata makelar itu, sekarang sistemnya lebih ketat. Jaminan uang mahar pun tak mempan untuk menembus sekolah negeri yang dimaui.
Gagal masuk lewat makelar sekolah negeri, giliran ibunya sebut saja Rina yang mencari jalan belakang. Suatu hari dia menyempatkan untuk mendatangi sekolah negeri yang dimaui oleh anaknya. Secara halus, dia bertanya kepada guru adakah jalan belakang yang bisa ditembus agar anaknya bisa masuk SMP negeri. Jawabannya ternyata tegas. Tak bisa.
Kata guru yang menemui, orang tua Aca kalah strategi. Kata guru ini, banyak orang tua yang sudah berinvestasi setahun sebelumnya. Caranya, memindahkan Kartu Susunan Keluarga (KK) alias pindah domisili.
"Kata guru ini, setahun sebelumnya banyak orang tua yang sudah mencari kontrakan rumah di dekat sekolah-sekolah ini. Kontrak rumah jelek-jelek saja, karena hanya untuk kepentingan pindah KSK mendekati sekolah," ujar Rina menirukan guru tersebut.
Kata Rina, meski harus mengontrak rumah yang harganya bisa belasan juta, banyak orang tua yang rela melakoni. Dalam perhitungan mereka, kontrak rumah belasan juta tak masalah karena ujungnya akan lebih menguntungkan.
Simulasi sederhananya misalnya, ambil kontrakan rumah atau kamar senilai Rp10 juta selama setahun. Orang tua akan tetap untung karena untuk masuk SMP swasta dengan kualitas menengah saja nilainya bisa lebih dari itu.
Rina akhirnya membuktikan itu. Dia akhirnya menyekolahkan anaknya di SMP swasta dengan kualitas menengah. Uang pangkal yang harus dibayarkannya mencapai Rp 17 juta. Sedangkan uang bulanannya Rp 500ribu dikalikan tiga tahun mendatang. Ditambah lagi uang pendaftaran setiap kali naik kelas. Belum lagi uang-uang lainnya. Misalnya uang ekstrakulikuler, uang buku dan sebagainya.
"Jatuhnya masih tetap menguntungkan ambil kontrakan rumah yang dekat sekolah negeri," ujar Rina.
Nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah terjadi. Anaknya sekarang sudah sekolah di SMP swasta. Rina mengaku sudah ikhlas. Apalagi anaknya sekarang juga senang dengan sekolah SMP barunya itu, meski SMP swasta.
"Yang penting anakku sekarang sudah senang dengan sekolahnya. Meski sekolah swasta," ujar Rina.
Trik orang tua pindah rumah setahun sebelumnya, ternyata sudah menjadi rahasia umum di kalangan orang tua yang punya anak usia sekolah. Selain trik ini, kalau mau murah bisa juga mencari warga yang rumahnya dekat sekolah negeri yang dimaui. Caranya mendekati warga yang bisa dititipi nama anaknya masuk dalam Kartu Keluarga (KK).
"Titip nama anak masuk dalam KK warga yang rumahnya dekat sekolah negeri," kata Soraya seorang ibu muda yang tinggal di daerah Ambengan Surabaya.
Soraya memang bukan warga yang mau dititipi nama anak untuk mendekati sekolah negeri. Namun dia mendengar ada tetangganya yang melakukan itu. Tentu saja titip menitip nama anak ini tak gratis, melainkan ada sejumlah uang mahar yang disepakati.
Kampung di sekitar Jalan Ambengan dan Ketabang Surabaya bisa jadi memang menjadi lokasi favorit untuk cari kontrakan rumah atau titip nama anak kepada warga. Area ini memang sangat berdekatan sekali dengan sekolah-sekolah favorit. Sebut saja, di area ini terdapat SMP Negeri 1, SMA Negeri 1, 2, 5 dan 9. Jika dilihat dari Google Map, area ini hanya berjarak 260 meter dari sekolah-sekolah favorit tersebut. Makanya, tak heran jika dalam sistem zonasi ini jarak terjauh siswa yang diterima hanya berkisar 400an meter saja.
Trik Pindah Rumah Sah?
Trik pindah orang tua siswa untuk rumah yang rumahnya dekat dengan sekolah negeri ini ternyata sudah diketahui oleh Pemerintah Kota Surabaya. Walikota Surabaya Eri Cahyadi menyebut akan memperketat pendataan status domisili warga.
Menurutnya, di Surabaya jika belum satu tahun berdomisili di tempat tinggalnya tidak bisa mengikuti jalur zonasi.
"Ketika di Surabaya domisili kalau tidak satu tahun tidak boleh. Ketika domisili di sana tidak dalam satu tahun tidak boleh. Maka kita lihat KSK-nya dia satu tahun atau tidak, kalau tidak ya tidak boleh. Disepakati awal," tandasnya.
Jadi sah-sah saja jika ada orang tua siswa yang KSK setahun sebelumnya. Tak ada aturan zonasi di Surabaya yang dilanggar oleh orang tua.
Efek Kurang Sekolah Negeri
Trik orang tua untuk memindah KSK adalah efek dari masih kurangnya sekolah negeri dalam satu wilayah. Soal ini pun sebenarnya sudah dipahami oleh Walikota Surabaya, Eri Cahyadi. Jumlah sekolah SD hingga SMP di Kota Pahlawan belum merata antar kecamatan dan kelurahan.
"Zonasi ada yang jaraknya dekat. Kan belum siap kalau semua kecamatan ada sekolah SD, SMP dan SMA. Kalau dalam satu kelurahan tidak ada sekolah SD sampai SMA, banyak warga yang tidak dapat sekolah negeri. Tapi kalau di dalam kelurahan ada sekolah, nanti bisa dihabiskan di satu kelurahan yang ikut zonasi kecamatan tidak dapat," kata Eri.
Menurutnya, pembagian zonasi saat ini yakni, 20 persen kelurahan dan 20 persen kecamatan masih belum maksimal. Tetapi kalau digeneralisir jadi satu juga tidak maksimal.
"Jadi zonasi 20 persen kelurahan, 20 persen kecamatan salah, dilos yo salah. Akhirnya semua kepala daerah menyampaikan ini dirapat APEKSI kemarin," paparnya.
Atas masalah ini, kata Eri, para kepala daerah yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sudah menyampaikan kepada tiga bakal calon presiden. "Semoga jadi gambaran ke depannya," ujar Eri.