Trend Perilaku Jarak Jauh, Efek Social Distancing
Hayya.....!!! Ternyata bukan hanya virus Covid19 yang menular dengan cepat. Namun prilaku manusia juga menyebar lebih cepat? Apa coba? Mari kita lihat.
Pada tahun 1990-an, fenomena revolusi teknologi komunikasi sudah mulai merebak hingga ke seantero bumi. Ada ledakan pertumbuhan alat-alat komunikasi. Pada tahun itu Indonesia sudah mengenalkan pager sebagai alat panggil sekaligus mengirim pesan. Waktu itu merek operator yang saya lihat terkenal adalah Starco; dia laris manis.
Namun sekitar tahun 1997, sdh mulai ada beberapa orang yang memiliki handphone. Handphone waktu itu belum canggih sekarang. Waktu itu saya mengenal pakar komunikasi yang ngetop hanya Marwah Daud Ibrahim dan Jamaludin Rahmat.
Saat itu Marwah bilang, kita ini sedang tertinggal tidak saja dalam soal penguasaan alat-alat teknologi komunikasi, namun juga tertinggal dalam cara menggunakannya. Apa yang disinyalir Marwah Daud itu benar adanya.
Lihat saja betapa banyaknya fitur-fitur dalam handphone kita, namun hanya sedikit saja yang bisa kita nikmati. Ini jelas fakta yang tak.bisa dibantah. Mengapa hal ini terjadi? Karena kita mengalami keterlambatan dalam memahami fungsi dari alat teknologi itu sendiri. Keterlambatan itu bisa berakibat fatal, sama fatalnya dengan anak kecil main korek api di dekat bensin.
Teknologi pun bergerak maju. Ia melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi. Teknologi kemudian mampu mendekatkan batas antarbangsa, membuka yang dahulu rahasia, dan membuat bumi ini datar seketika. Dahulu informasi dari negara lain harus berbulan-bulan baru sampai kesini lalu kita nikmati via mulut-mulut orang pandai yang baru datang dari luar negeri.
Namun kini, mulut-mulut itu tak lagi istimewa. Sebab jaringan internet yang realtime telah melekat pada badan kita via handphone. Kita bisa mengakses apa saja. Dari ilmu pengetahuan hingga ilmu ketidaktahuan. Dari berbaju hingga tanpa busana. Dari yang terpuji hingga yang tercela . Dari yang basi hingga yang wangi. Dari yang seksi hingga yang jaga gengsi. Semuanya tersaji secara realtime.
Walau kadang kedunguan kita masih juga tak berubah. Apa itu? Itu tadi soal pengetahuan mengenai fungsi-fungsi alat komunikasi itu sendiri. Kita masih belum paham sepenuhnya hakikat dan fungsi dari keseluruhan fitur-fitur yang sajikan dari berbagai aplikasi yang ada.
Ketidakpahaman kita pada teknologi itu nyaris sama dengan ketidakpahaman kita pada pesan pesan intrinsik moralitas agama dalam Al-Quran itu. Apa buktinya? Dalam masyarakat kita masih banyak orang sedang mencari fungsi-fungsi dasar dan pesan moral alquran itu dalam kehidupan.
Dalam masyarakat, kita mengenal sekelompok orang yang memilih hidup eksklusif karena terkurung oleh pemahaman agama mereka yang eksklusif pula. Tak sedikit fenomena orang beragama yang merasa benar sendiri, sedang yang tak sama dengannya adalah dosa, atau bahkan mereka sebut sebagai kafir. Ini juga soal pemahaman. Pemahaman yang sesungguhnya masih berada dalam proses perjalanan mendaki pada kesejatian atas makna-makna yang sedang dicarinya.
Kita sebagai bangsa sering pula tergoda oleh trend dan gaya hidup baru yang kian mengglobal. Kini, ditengah Covid-19 banyak sekali orang yang beraktivitas melalui video conference untuk menggelar seminar, loka karya, meeting kantor, atau sekadar diskusi terbatas dengan rekan-rekan mereka.
Dalam derajat tertentu, trend ini baik-baik saja. Berbagai manfaat dapat kita raih, terutama dalam soal mengelola efektifitas dan efisiensi. Video Conference melalui berbagai aplikasi mulai zoom meeting, webinar, google.meet, jit.met dan lainnya. Mereka menyuguhkan cara agar orang dari satu tempat ke tempat yang lain dapat terhubung dengan cepat, mudah, dan murah.
Sekarang nyaris di semua kampus fasilitas teknologi penghubung ini banyak digunakan dalam aneka kebutuhan dan kegiatan akademik. Mulai model pembelajaran jarak jauh, via teleconference, ujian skripsi, UAS, UTS, hingga upacara wisuda sarjana. Semua dilakukan secara maya.
Namun ironisnya kita masih tetap menyisakan kedunguan baru, yaitu ketidaktahuan bahwa setiap teknologi memiliki kelemahan sendiri-sendiri. Dan, itu peluang bagi para penjahat untuk memanfaatkannya.*
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)
Advertisement