Masa Lalu Kelam, Bikin Risma Peduli Pada Trauma Anak
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengungkapkan alasan dirinya sangat peduli kepada anak-anak Surabaya, terutama anak-anak yang pernah menjadi korban tragedi memilukan, seperti bencana alam, perampokan, pemerkosaan, hingga bom Surabaya.
Menurut Risma, kepeduliannya terhadap anak berangkat dari trauma yang ia rasakan saat masih kecil. Ia mengaku trauma akan keramaian, dan kedatangan orang asing yang tak ia kenal.
Hal itu bermula ketika saat kecil, Bapak dari Risma hampir saja menjadi salah satu korban kerusuhan G30S pada tahun 1965. Risma mengaku, saat itu sang ayah merupakan salah satu tokoh pemerintahan di daerahnya, yang menjadi incaran pembantaian orang PKI.
"Dulu bapak saya itu kan tokoh, beliau dikejar-kejar karena dianggap PKI atau apa itu. Jadi hampir setiap malam itu ada saja yang ke rumah untuk mencari," kata Risma.
Risma mengatakan, untung saja saat itu sang ayah sering diajak oleh teman-teman Ansor untuk pergi dari rumahnya, hingga keadaan menjadi aman. Sehingga tinggal Risma dan ibunya di rumah sendirian.
Untuk mengantisipasi orang asing masuk ke rumahnya dan mencari sang ayah, ibunda Risma kala itu melapisi pintu rumah mereka dengan lempengan seng dan kayu. Sehingga saat ada orang asing berusaha masuk dan mencari sang ayah, suara riuh seng berbunyi.
"Jadi itu sampai malam-malam itu bunyi dueng-dueng gitu kan. Ada yang mukul-mukul. Makanya itu bikin saya trauma, sampai Rumah Dinas ini saya suruh tutup pintunya kalau tidak ada acara yang harus terbuka, saya masih takut," kata Risma.
Trauma itu yang membuat Risma terenyuh saat melihat anak-anak menjadi korban kekerasan, bencana, hingga kriminalitas. Menurutnya, dampak yang terjadi pada anak-anak akan mereka bawa hingga dewasa, seperti yang dirasakan Risma.
"Saya itu sebisa mungkin minta anak-anak ini langsung mendapat trauma healing atau membangun kembali asa yang hilang. Mereka harus tetap hidup di masa depan. Jangan sampai trauma yang mereka rasakan malah menyusahkan mereka," katanya.
Ia mencontohkan, salah satu kasus ketika ada anak-anak yang menjadi korban bom Surabaya. Saat itu, anak yang diajak orang tuanya melakukan bombing di Surabaya berhasil diselamatkan oleh Polrestabes Surabaya.
Setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit dan kondisi sudah pulih, Risma mengaku langsung meminta dokter psikologi terbaik di Surabaya untuk membantu melakukan trauma healing terhadap anak tersebut. Agar ia bisa melupakan apa yang terjadi dengan orang tuanya.
"Saya itu langsung telepon ketua IDI Surabaya, saya minta dokter terbaik yang lagi liburan atau pergi untuk langsung pulang ke Surabaya untuk menangani anak ini. Kalau nggak gitu, kasihan mereka ini di masa depan," katanya.
Maka dari itu, ia berharap orang-orang tua di Surabaya, bisa memberikan contoh dan perilaku yang baik kepada anak-anaknya. Sehingga anak-anak Surabaya bisa menjadi anak-anak yang bermental baja, dan tak memiliki trauma tentang sesuatu.
"Saya berusaha keras agar anak-anak ini nggak takut apapun. Saya bikin kurikulum tanggap bencana renang. Jadi yang trauma renang bisa renang kembali. Orang tua juga gitu, tolong berikan yang terbaik untuk anaknya. Jangan sampai anak-anak menjadi korban apapun itu, karena akan memengaruhi pikiran mereka," katanya.