Transisi Menuju New Normal, Prediksi Puncak Pandemi Molor
Masa transisi dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuju New Normal di Surabaya Raya, membuat prediksi puncak pandemi menjadi bergeser. Hal tersebut merupakan dampak dari tidak patuhnya lagi masyarakat akan protokol kesehatan yang sebelumnya diterapkan.
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga, Dr Windhu Purnomo mengatakan, pada awalnya ia memprediksi jika puncak pandemi berada pada pertengahan Juni 2020. Namun sayangnya, kebijakan kepala daerah yang terkesan melonggarkan PSBB, membuat hal itu berubah drastis.
“Sebetulnya prediksi yang terakhir kami buat jelang PSBB berakhir dengan data itu pertengahan Juni antara tanggal 16 sampai 20. Tetapi kalau tiba-tiba cul-culan (lepas tangan) prediksinya harus dibuat lagi,” kata Windhu, kepada awakmedia, Minggu, 14 Juni 2020.
Akibat kebijakan lepas tangan tersebut, kata Windhu, dia harus menunggu hingga besok, Senin, 15 Juni 2020, untuk membuat kajian ulang. Sebab, menurutnya, penghitungan prediksi baru dapat dilakukan setelah seminggu PSBB berakhir.
“Jadi belum kami buat karena evaluasi setelah tidak ada perpanjangan PSBB. Harusnya tujuh hari setelah (PSBB) selesai. Kira-kira Senin ini kita harus bikin prediksi baru biar tahu puncaknya tetap atau mundur atau maju,” jelasnya.
Windhu menyayangkan PSBB Surabaya Raya yang dianggap terlalu cepat berakhir. Sebab pada waktu itu, rate of transmission (RT) angka reproduksi efektifnya mencapai angka 1. Dan selama masa transisi, hal ini malah meningkat.
“Awalnya (angka penyebarannya) 1, tapi belum aman saya khawatir malah naik lagi itu. Karena cul-culan. Padahal kalau sabar itu RT itu akan turun. (Sekarang) masih 1,2 nanti harus saya buat lagi, setelah satu minggu PSBB berakhir. Nanti ada RT baru kemudian prediksi baru,” ungkapnya.
Sebelumnya, Windhu juga sempat mengkritik bahwa Perwali Kota Surabaya Nomor 28 Tahun 2020, tidak tegas. Hal ini berbuntut pada perilaku masyarakat yang menganggap seolah pandemi covid-19 ini sudah tidak ada di Kota Pahlawan.
“Masyarakat kan tergantung pemerintah. Penegakkan hukum tidak ada. Peraturan Walikota Surabaya itu gak ada yang greget buat orang patuh,” tutup Windhu.