Transgender Kaya di Malaysia Terancam Bui 3 Tahun, Ini Sebabnya
Nur Sajat, transgender yang juga pengusaha kosmetik asal Malaysia terancam hukuman penjara selama 3 tahun di negaranya. Transpuan yang melarikan diri ke Thailand itu kini terancam deportasi dan dipulangkan ke Malaysia.
Nur Sajat Terancam Penjara
Nur Sajat, begitu ia ingin dipanggil, adalah pengusaha sukses yang bergerak di bidang kosmetik di Malaysia. Tahun 2018 silam ia menjadi pembicaraan di negara jiran. Di Malaysia, transpuan tak lazim menggunakan baju sesuai ekspresi gendernya.
Di tahun itu, Nur Sajat diketahui menggunakan baju perempuan, ketika hadir di sebuah acara keagamaan Islam. Akibatnya, Nur Sajat dihujat dan dituduh menghina Islam. Pemerintah setempat mengancam penjara selama 3 tahun dan juga denda atas tindakannya tersebut.
Selain kasus itu, Nuur Sajat juga dituntut atas kasus lain, mengancam aparat sipil negara.
Kabur ke Thailand
Sejak tahun lalu ia kabur keluar dari Malaysia. Polisi Thailand menyebut jika Nur Sajat masuk dengan ilegal ke Thailand, dan ditangkap di bulan ini. Pengadilan setempat memvonis transgender Malaysia itu bersalah, namun dibebaskan dengan jaminan.
Reuters menyebut, permintaan konfirmasi kepada Nur Sajat dan pengacaranya, belum juga direspon.
Polisi Thailand kini berupaya mendeportasi Nur Sajat kembali ke Malaysia. Meski polisi di Thailand menyebut upaya deportasi akan memakan waktu cukup lama.
Sedangkan, Malaysia sendiri tidak berpangkutangan. Pada konferensi pers Selasa, 21 September 2021, Direktur Departemen Investigasi Kriminal Malaysia Abdul Jalil Hassan mengatakan jika polisi, kementerian luar negeri, dan kantor kejaksaan, sedang berupaya membawa pulang Nur Sajat. "Pulang ke negaranya dengan cara yang baik, untuk menyelesaikan kasus," katanya dikutip dari Reuters, Rabu 22 September 2021.
Penolakan Aktivis HAM
Sementara permintaan deportasi dari pemerintah Malaysia mendapat kritik dari aktivis hak asasi manusia di Thailand. Mereka meminta agar pemerintah Thailand tidak mendeportasi Nur Sajat.
"Tuntutan di Malaysia dibuat berdasarkan identitas gender, jadi sudah tak ada perlindungan baginya, berdasarkan standar internasional," kata Sunai Phasuk, peneliti di HRW Thailand.
Malaysia sendiri diketahui memiliki dua jenis sistem hukum resmi. Terdapat aturan Islam dan keluarga yang diterapkan bersama dengan hukum sipil.
Selain itu, pada Juni lalu, Pemerintah Malaysia juga mengusulkan pengetatan terhadap pengguna media sosial yang menghina Islam dan mempromosikan gaya hidup LGBT. (Rtr)