Transformasi Smelting
Presiden Joko Widodo tampak gembira ketika berada di Smelting Gresik. Saat itu, ia meresmikan selesainya proyek ekspansi keempat smelter tembaga pertama di Indonesia ini.
Ia tampak banyak senyum. Bahkan tidak tergesa-gesa meninggalkan lokasi acara, meski suasana di luar tenda tempat acara sangat panas. Presiden sempat meladeni wawancara doorstop dengan para wartawan dan permintaan foto dari undangan dan karyawan Smelting.
Ini barangkali karena ekspansi Smelting telah menjadi bagian dari program hilirisasi industri sumberdaya alam yang sedang digalakkannya. Ia tak ingin hasil bumi kita diekspor dalam bentuk bahan mentah. Biar memiliki nilai tambah.
Presiden yang tahun depan berakhir masa jabatannya itu selalu bercerita tentang kisah sukses hilirisasi nikel. Yang berhasil menggenjot devisa negara dari industri hasil tambang tersebut. Dia bilang nilai ekspornya melonjak: dari USD 2,1 M menjadi USD 33,8 M.
Mungkin karena itu, ia tampak berseri-seri melihat pengembangan smelter tembaga pertama di Indonesia yang ada di Gresik ini. Dengan pengembangan ini, Smelting yang mengolah konsentrat hasil tambang PT Freeport Indonesia di Papua menjadi tambah kapasitasnya. Yang semula hanya 1 juta ton setahun menjadi 1,3 per tahun.
Smelting mulai beroperasi sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Dibangun tahun 1996. Dengan menggunakan teknologi Mitisubishi yang dikenal ramah lingkungan. Smelting menghasilkan katoda tembaga yang 60 persen diekspor. Selalu menjadi penyumbang surplus neraca perdagangan Jawa Timur.
Pengembangan Smelting ini melengkapi pembangunan smelter yang sama di kawasan industri JIIPE (Java Integrated Industrial and Port Estate). Di kawasan baru itu sedang dibangun smelter dengan kapasitas 1,7 juta ton per tahun. Tidak hanya smelter katoda tembaga, tapi juga pemurnian logam mulia.
Maka, total kapasitas produksi dua smelter tembaga di Gresik itu akan bisa mencapai 3 juta per tahun. Pembangunan smelter tembaga di JIIPE dilakukan PT Freeport Indonesia sendiri. Sebagai bagian dari kewajiban industri tambang untuk melakukan hilirisasi sesuai dengan Undang-Undang Minerba.
Kehadiran Presiden Jokowi di Smelting minggu kedua bulan ini bisa disebut sejarah. Betapa tidak? Inilah presiden Indonesia pertama yang mengunjungi Smelting. Pionir smelter tembaga yang beroperasi jauh-jauh hari sebelum lahir UU Minerba yang mewajibkan perusahaan tambang membangun smelter.
Direktur Bisnis dan Komersial PT Smelting Irjunawan P Radjamin bercerita, Presiden KH Abdurahman Wahid pernah meresmikan pengembangan Smelting. Tapi tidak sampai meninjau pabrik. Saat itu, presiden hanya menandatangani prasasti bersamaan dengan kunjungannya ke Petrokimia Gresik.
Karena itu, kahadiran presiden Indonesia ke Smelting ini dianggap membanggakan. Juga membuat top manajemen beserta karyawan penghasil katoda tembaga itu berseri-seri. Mereka menyambut presiden dengan antusias. Termasuk para petinggi Mitsubishi Material Corporation (MMC) yang secara khusus datang dari Jepang.
Presiden Direktur PT Smelting Hideya Sato juga bersemangat melanyahkan bahasa Indonesianya untuk bisa menjelaskan proses produksi smelter ke Presiden. Ia memang yang mendampingi dan menjelaskan teknis operasional smelter selama dilakukan peninjauan pabrik. “Belum terlalu bagus,” katanya sambil tersenyun saat saya puji kemampuan bahasa Indonesianya.
Hampir satu dekade belakangan, PT Smelting memang telah melakukan transformasi dalam produksi dan kelembagaan. Yang dulunya lebih tertutup dan berhati-hati dalam membangun relasi dengan pubik, kini sudah tidak lagi. Mereka makin aktif membangun relasi dengan pemerintah dan masyarakat.
Padahal, sejak dulu, smelter ini telah mencatatkan banyak kontribusinya bagi negeri. Selain sebagai pionir smeter tembaga, juga mencatatkan banyak menyumbang mendatangkan devisa, kontribusi pajak, dan penciptaan lapangan kerja. Bahkan menjadi bagian penting program ketahanan pangan karena pamasok utama asam sulfat untuk industri pupuk.
Smelter tembaga teknologi Mitsubishi ini dikenal sangat ramah lingkungan. Tidak ada limbah yang terbuang. Semuanya menjadi produk sampingan yang sangat berguna dan menopang berbagai industri lainnya. Termasuk industri semen yang ada di Jawa Timur.
Corporate Social Responsibility (CSR) juga besar. Yang disalurkan kepada masyarakat di sekitarnya maupun dalam bentuk konservasi alam dan satwa. Namun, semua itu baru banyak diketahui publik setelah Smelting bertransformasi dalam hubungan publik baik ke dalam maupun ke luar.
Masih banyak korporasi –sebagian besar perusahaan dengan modal asing– yang belum menyadari pentingnya membangun relasi publik. Bahkan, ada yang merasa takut berhubungan dengan media. Padahal, membangun relasi publik lebih menguntungkan untuk komoditas apa saja.
Smelting salah satu yang menyadari hal tersebut. Meski itu baru terjadi setelah dua dekade smelting berdiri. Namun, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Smelting menjadi smelter tembaga yang paling populer hingga sekarang.
Saya ikut merasakan hilirisasi sumberdaya alam begitu bermaknanya. Memberikan nilai tambah bagi hasil bumi Indonesia yang kaya raya. Apalagi kalau sampai prosen pemurnian seperti yang kini sedang dibangun PT Freeport Indonesia di Gresik telah beroperasi.
Kalau melihat yang sudah terjadi di Smelting Gresik, hilirisasi bukan semata tema kampanye yang diangkat di musim pilpres seperti sekarang. Apalagi terkait hasil tambang yang sudah sekian lama digali di Papua. Mereka telah melakukan lama.
Kalau Presiden Jokowi berseri-seri di smelting, itu karena smelter ini telah menunjukkan bukti pentingnya hilirisasi. Barangkali karena itu pula ia tampak kerasan dan mau berlama-lama berada di sana.
“Loh..:,” celetuknya saat menyalami saya yang ikut hadir dengan seragam PT Smelting. Rupanya, mantan Walikota Surakarta itu masih ingat wajah saya, he..:he…
Advertisement