Trah Jokowi: Karikatur Menggelitik
Oleh: Ady Amar
Koran Tempo pagi ini, 10 Desember 2020, menampilkan cover story "Keluarga Berjaya" menggelitik sukma, membuat sentilan yang setidaknya memuat aspek estetis, relevan dan tentu komersial. Tapi satu aspek lainnya, etis, itu debatable.
Menggelitik karena menampilkan gambar yang kita kenal sebagai ikon atau logo gambar Keluarga Berencana. Sepasang suami istri, tapi tidak menggandeng sepasang anak laki-laki dan perempuan. Tetapi pada karikatur ditampilkan dua anak lelaki.
Karikatur itu tentang Jokowi dan istri tampak senyum mengembang menampakkan hingga giginya. Dan dua anak lelaki itu digambarkan sebagai Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.
Di negara yang menganut demokrasi, karikatur demikian, bahkan sampai ke tingkat menyodok sekalipun dibolehkan. Maka ukuran etis lalu menjadi tidak terlalu dihitung.
Koran Tempo meski tidak memuat narasi apa pun tentangnya, cukup karikatur itu saja, sudah cukup bisa bercerita. Orang bisa memaknai dan memahami apa yang ingin disasarnya.
Jika lalu narasi-narasi ditambahkan, maka imajinasi pembaca ingin dibatasi, meski mustahil bisa dilakukan. Karikatur itu sudah lebih bisa bercerita, dan pembaca tidak bodoh-bodoh amat untuk tidak mengatakan, bahwa Jokowi adalah Presiden yang berhasil membangun trah kekuasaan bahkan sebelum ia selesai dari jabatannya.
Karikatur itu bisa juga dimaknai, bahwa ada tangan Jokowi di situ, selaku presiden, dalam memenangkan sang putra Gibran, sebagai Walikota Solo-Jawa Tengah. Dan Bobby, sang menantu, sebagai Walikota Medan-Sumatera Utara.
Gibran menang telak di Solo. Berpasangan dengan Teguh Prakosa. Menang sementara quick count sekitar 85 % suara. Lawannya, Bagyo Wahyono-FX Supardjo, memang tidak sebanding. Orang bilang, lawannya itu sekadar diada-adakan. Harus ada yang bertanding, dan tidak asyik jika Mas Gibran harus melawan kotak kosong. Apa kata dunia?
Sedang Bobby Nasution, lawannya petahana Akhyar, yang juga bermarga Nasution, ini baru bisa disebut pertandingan seru. Buat deg-deg ser tidak saja Pak Jokowi dan keluarga, tapi kita semua yang menyaksikan perhitungan sementara.
Selisih kemenangannya tidak terpaut jauh. Bobby unggul tidak lebih sekitar 55 % versi quick count. Lawannya memang bukan kaleng-kaleng, lawan beneran. Disini orang lalu boleh berspekulasi, jika tidak ada tangan Jokowi bisa menang ga ya, Mas Bobby itu.
Bahkan Pak Akhyar Nasution sampai harus mengatakan, "Banyak invisible hand yang bermain dalam Pilkada Kota Medan." Meski ia tidak menerangkan secara eksplisit, apa yang dimaksidkannya itu.
Karikatur yang dibuat Koran Tempo hari ini, dihadirkan tentu tidak diada-adakan semaunya. Tidak sekadar dilihat dan berharap sekadar ada sungging senyum bagi yang melihatnya. Tapi lebih dari itu, ada pesan kuat yang ingin disampaikan. Narasi boleh beda menerjemahkan karikatur itu, tapi substansi lebih kurang tidak akan bergeser jauh.
Melihat itu semua tentu tidaklah patut kita memincingkan mata tanda tak yakin pada kemampuan anak-anak muda itu, meski keduanya belum pernah terjun ke arena politik babar blas.
Ingat, dua anak muda itu punya mentor politik yang tidak main-main, dia akan tetap "berpegangan tangan" erat dengan sang ayah, yang seorang presiden.
Beri kesempatan pada keduanya, itu kata bijak. Bisa jadi salah satunya, atau bahkan keduanya, akan menapak karir politik seperti sang ayah. Siapa tahu...
Tidak ada yang tidak mungkin di negeri bernama Indonesia ini.
*Ady Amar, penikmat dan pemerhati buku, tinggal di Surabaya.