Empati Tragedi Rohingya, Ini Jeritan Jemaah Haji di Mina
Kesedihan tak terperih mendengar kisah pilu warga Rohingnya. “Hingga sekarang saya tak pernah lebih dari 1 atau mungkin maksimal 2 detik melihat gambar atau bahkan video yang tersebar di medsos atau WA Group, langsung saya skip. Bagi saya mendengar ceritanya saja sudah di luar peri kemanusiaan.”
Demikian jeritan hari H Zahrul Azhar (Gus Hans) dari Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang, dalam catatannya tertanggal 3 September 2017, dari Mina, ketika melaksanakan rangkaian ibadah haji di Makkah. Berikut selengkapnya jeritan jamaah haji atas derita etnis Rohingya di Myanmar:
Saya berusaha menggali sejarah konflik antaragama di dunia sejak zaman sebelum masehi hingga kini. Saya tidak menemukan referensi yang kuat untuk melihat konflik antara umat Islam dan Budha sebagaimana konflik antaragama samawi seperti halnya Perang Salib atau Konflik Zion yang mengkronis hingga kini. Setahu saya konflik antara agama ardhi dan samawi terjadi di Jazirah India yang membuahkan lahirnya negara Pakistan.
Agama dan keimanan memang bahan racik utama yang biasa digunakan oleh orang-orang atau penguasa atau Junta Militer Myanmar untuk memperoleh maksudnya; hegemoni dan kekuasaan. Hanya dengan sedikit menggoreng para ekstremis di masing masing agama dan sedikit suplai informasi yang salah dijamin konflik akan terjadi dengan biaya yang lebih murah dibanding "perang konvensional".
Lihat saja energi apa yang membuat 3 jutaan orang berkumpul di Arafah (untuk melaksanakan ibadah haji), energi apa yang bisa menggerakka jutaan orang mau berjalan kaki berkilo-kilo (bahkan maktab jamaah haji reguler Indonesia harus berjalan kaki hingga 10 kilo pergi pulang selama 3 hari ) untuk lontar jumrah di bawah sinar matahari yang terik? Kalau bukan keimanan? Jika bukan karena perintah Allah melalui Kanjeng Nabi Muhammad SAW, mungkin saya tak akan mau melakukan hal yang "melelahkan" ini. Tapi kenapa saya mau melakukan ? Ya tak ada yang lain kecuali karena keimanan dan harapan ridho dari Allah subhanahu wataala.
Begitu juga sebaliknya energi apa yang membuat orang dengan mudahnya saling membenci, membunuh, membantai antarsesamanya kalau tidak karena "kedangkalan pemahaman " terhadap apa yang diyakininya? Poin inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkepentingan.
Apa yang terjadi di Rohingnya adalah tragedi kemanusiaan dari sebuah kegagalan Junta Militer yang memerintah sebuah negara dalam mengelolah negaranya. Kegagalan mayoritas dalam melindungi hak hak minoritas adalah ciri sebuah negara gagal yang harus segera diperbaiki.
Apa yang bisa kita lakukan terhadap Rohingnya? Karena ini menyangkut negara lain maka yang bisa kita lakukan adalah dengan cara mendesak pemerintah untuk melakukan diplomasi aktif yang lebih intens kepada pihak Junta Militer Myanmar serta menginisiasi organisasi-organisasi lintas negara agar mendesak pihak Junta Militer untuk mengakhiri tindakan barbar tersebut. Selain itu dengan cara berdoa agar warga Rohingya diberi keselamatan dan kepada para korban diberikan balasan surga.
Konflik Rohingnya bukanlah konflik agama tetapi konflik politik lokal yang melibatkan ekstrimis agama dari para pemeluk agama yang dangkal dalam memahami agamanya. Dan orang orang semacam ini ada di semua agama.
Dari tanah Mina ini saya berdoa semoga apa yang terjadi di Rohingnya dapat segera berakhir dan bisa mengambil hikmah agara hal hal bodoh seperti ini tidak terjadi di negeri kita tercinta.
Sekali lagi, kesedihan ini semoga segera berakhir. (adi)
(Catatan dari Mina untuk Rohingnya, Hans/ Mina, 3 sept 2017)