Tragedi Kanjuruhan, Babak Baru Sepak Bola Nasional
Tragedi memilukan terjadi akibat kericuhan antara suporter dan aparat keamanan usai laga Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022.
Bukan hal baru memang kedua suporter selalu terlibat rivalitas panas, akibat sejarah kelam keduanya. Hal itu berdampak pada amuk suporter yang ditujukan kepada sang lawan.
Rivalitas kedua suporter beberapa kali menimbulkan jatuhnya korban jiwa. Namun, kisah paling pilu terjadi di laga terakhir kedua tim di Malang.
Derai tangis air mata, pertumpahan darah hingga nyawa menghilangkan dari insiden tersebut. Setidaknya sampai saat ini sudah ada 134 orang meninggal dunia akibat insiden tersebut.
Momennya dimulai dengan luapan kekecewaan Aremania kepada tim kebanggaannya saat kalah 2-3 dari Persebaya.
Pihak keamanan yang bertanggung jawab atas keamanan kemudian mengambil tindakan represif. Pukulan sampai tembakan gas air mata yang dilarang FIFA pun dilanggar aparat keamanan untuk memecah kerumunan suporter yang rusuh.
Ibarat bebek yang digiring oleh peternaknya, suporter berlarian menghindari pedihnya gas air mata tersebut. Nahas, beberapa pintu tribun tertutup yang membuat adanya aksi saling dorong yang membuat sejumlah suporter kesulitan bernafas. Hal ini menyebabkan ratusan nyawa melayang.
Di sisi lain, suporter semakin rusuh dengan melakukan pengrusakan fasilitas stadion hingga kendaraan milik aparat keamanan. Bahkan, dua anggota polisi pun ikut menjadi korban meninggal dunia.
Tragedi ini lantas menjadi sorotan masyarakat Indonesia, bahkan mancanegara. Klub-klub top di Eropa pun ikut menyampaikan duka dengan aksi mengheningkan cipta sebelum laga dimulai. Bahkan, Presiden FIFA Gianni Infantino pun harus turun tangan untuk membantu melakukan revolusi sepak bola Indonesia.
Sangat tidak pantas memang tontonan yang harusnya menghibur para pecinta sepak bola namun justru menelan korban mulai dari anak-anak, wanita, hingga orang dewasa.
Tragedi Kanjuruhan seakan menjadi babak baru bagi sepak bola nasional agar lebih maju.
Perubahan Karakter
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Ahmad Riyadh UB mengatakan, salah satu indikator kemajuan sepak bola selain klub adalah suporter. Menurutnya, kendala yang ada saat ini adalah masalah karakter suporter yang harus diubah.
"Di Inggris tahun 1860 copet dihukum gantung di alun-alun, yang nonton hukuman itu ada banyak ketika pulang dari acara itu yang lapor kecopetan 200 lebih. Artinya kembali pada karakter. Jam berapa pun, dimana pun kalau mau ricuh ya ricuh," ungkap Riyadh.
Penerapan regulasi tersebut kemudian mengubah budaya sepak bola Eropa yang kemudian hingga kini berjalan baik. Suporter lawan pun dengan nyaman bisa bertamu ke markas rival yang saat ini perlahan sudah ditiru suporter Indonesia, meski belum menyeluruh.
Pria yang kesehariannya berprofesi sebagai lawyer itu menilai, perilaku suporter Indonesia masih belum memahami seperti apa esensi sepak bola.
“Perilaku suporter belum memahami dan mengerti bahwa sepak bola menjaga martabat pemain, pelatih dan lapangan hijau menjadi tempat paling sakral sebelum dan sepanjang pertandingan sampai selesai dengan penuh persahabatan dan profesional, belum menjadi budaya. Semua masih merasa memiliki dengan cara salah. Inilah perlu membangun karakter secara menyeluruh dan menjadi tradisi atau budaya baru,” kata Riyadh.
Berkali-kali upaya dilakukan oleh PSSI agar pelaksanaan pertandingan dapat berjalan sempurna. Namun, ia tak menutup mata jika ada kekurangan yang harus dibenahi.
"Sebelum pertandingan selalu ada simulasi yang dilakukan pihak keamanan dalam penanganan massa. Tapi tidak pernah ada desain bagaimana cara evakuasi saat penembakan gas air mata. Bahkan Stadion pun tidak didesain untuk itu," kata pria yang juga Ketua Komite Wasit PSSI itu.
Hal Senada juga disampaikan oleh Sosiolog Universitas Indonesia Imam B Prasojo mengatakan, tujuan dari olahraga itu adalah membangun healthy lifestyle tidak melulu terkait prestasi.
"Olahraga mengacu pada kompetisi dan prestasi, tapi intinya tidak sekadar itu melainkan tumbuhnya sportivitas. Kalau olahraga tujuannya kesehatan fisik, tapi jangan sampai lupa bahwa kornya itu tumbuhnya kesehatan jiwa yakni sportivitas. Tujuan tingginya membangun peradaban manusia dengan baik," kata Imam.
Imam mengatakan, perlu adanya perubahan manajemen secara menyeluruh. Pertama, terkait perubahan regulasi, perubahan manajemen kepanitiaan, manajemen pertandingan, sampai manajemen keamanan.
Dari apa yang ada, ia menilai, bahwa kasus seperti ini sangat umum dipicu oleh praktik kecurangan yang membuat harus ada perubahan regulasi yang kemudian diterapkan dengan tegas.
Di sisi lain, yang masalah juga adalah manajemen penonton. Sebab, koordinator suporter banyak menyanyikan lagu-lagu yang sebenarnya berunsur pesan negatif yang tertanam pada ingatan suporter lainnya. Parahnya sampai anak-anak.
"Maka, manajemen suporter ini perlu dibenahi bagaimana mereka bisa memiliki sikap sportivitas. Bahkan, kalau ketemu suporter lawan itu bisa aman dan nyaman. Nah problem sportivitas ini yang masih menjadi problem selama ini di kalangan suporter," jelasnya.
Untuk itu, ia menyebut, perlu adanya perbaikan karakter suporter sehingga tidak hanya bisa menerima menang tapi juga bisa menerima kekalahan. Karena tugas suporter adalah bagaimana memberikan dukungan kepada timnya.
Jalan Perdamaian
Upaya tidak hanya bisa dilakukan oleh PSSI maupun tim keamanan saja. Lebih dari itu peran pemerintah sangat penting dalam membangun ekosistem sepak bola yang baik di Indonesia. Terutama terkait manajemen suporter agar bisa berdamai.
Pemerintah Republik Indonesia bahkan telah menerbitkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. "Supaya suporter dapat hak dan kewajiban bahwa suporter harus terorganisir, harus terdata, harus punya keanggotaan, harus punya AD/ART dan punya kesempatan dapat saham klub," ungkap Menpora, Zainudin Amali.
Bahkan, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) telah mengumpulkan elemen suporter sepak bola untuk bersama-sama memahami isi poin tersebut di Jakarta.
Menurutnya, dari apa yang terlihat selama ini dari para suporter masih ada bumbu-bumbu negatif. "Ada narasi negatif ketika memberi semangat kepada tim dengan kata-kata bunuh atau pateni. Ini jangan sampai diteruskan," ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, bersama-sama dengan PSSI terus berkoordinasi untuk memperbaiki regulasi sepak bola nasional. Harapannya, sepak bola Indonesia dapat meraih prestasi di kancah internasional.
Salah satu tanda kemajuan sepak bola tak lain karena suporter dalam memberikan dukungan positif kepada tim, sehingga para pemain termotivasi dapat menampilkan yang terbaik bukan menampilkan permainan buruk karena narasi negatif suporter.
Untuk itu, isu-isu perdamaian pun muncul antar suporter yang saling rival. Salah satunya Aremania dengan Bonek Mania. Khususnya Bonek Mania yang menyampingkan rivalitas demi rasa kemanusiaan atas meninggalnya ratusan Aremania tersebut.
"Memang menjadi suporter itu untuk support timnya bukan untuk yang lain. Berkaca dari Tragedi Kanjuruhan seharusnya suporter legowo menerima apapun yang terjadi di lapangan. Ini tentu pembelajaran bagi semua suporter harus menerima kekalahan," ungkap salah satu Koordinator Bonek Husain Gozali.
Menurutnya, pemerintah harus mengusut tuntas kasus tersebut. Harapannya agar dievaluasi dan membenahi regulasi yang kurang dari regulasi yang ada.
"Tidak usah egois menganggap diri paling benar, semua harus menerima kalau belum ada sesuatu yang membanggakan untuk Indonesia. Jangan berlindung dir dari korban, jangan nunggu ada korban dulu baru berbenah," tegasnya.
Terkait isu perdamaian bukan tidak mungkin memang, hanya saja proses perdamaian tidak bisa dilakukan secara langsung mengingat basis suporter kedua tim yang sangat besar.
Menurutnya, masih ada pro kontra antar suporter terkait isu tersebut. Pemerintah pun diminta untuk tidak mendesak, sehingga perdamaian benar-benar berjalan alami atas keinginan suporter.
"Kalau bicara damai terlalu jauh, kita belum damai dengan diri sendiri, masih egosentris belum bisa damai dengan diri malah mau damai dengan orang lain susah. Damai tidak perlu dimediasi harus alamiah saja tanpa ada mediator. Damai gak damai itu urusan suporter yang paham, yang pasti saya yakin ke depan lebih baik dan teman-teman akan evaluasi untuk menjadi suporter yang baik yang total untuk mendukung timnya," pungkasnya.
Advertisement