Ritual Sedekah Dawet, Petani di Kediri Berharap Hujan
Musim kemarau berkepanjangan yang terjadi selama beberapa bulan terakhir menyulitkan para petani di Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri.
Karena itu, secara swadaya petani setempat harus mengeluarkan ongkos menyewa pompa. Hal ini dilakukan agar para petani tetap bisa mengairi sawah mereka.
"Petani terpaksa menyewa pompa. Sekali sewa diesel per jamnya sekitar Rp40 ribu-Rp50 ribu. Untuk mengairi sawah perlu waktu setidaknya 3-4 jam, jadi bisa lebih dari Rp 100 ribu," terang Kepala Desa Paron Buyung Wicaksono.
Di desa Paron sendiri terdapat kurang lebih 300 orang petani yang sehari-hari menggarap lahan, baik padi ataupun hortikultura.
Selain sudah berupaya dengan menyewa pompa air. Para petani di Desa Paron juga melakukan ikhtiar dengan melangsungkan ritual sedekah dawet dengan maksud mengundang hujan turun. Tradisi ini dilangsungkan di Sumber Kembangan Paron.
Teknis tradisi yang dilakukan adalah: Dawet yang diwadahi beberapa gentong tanah diarak oleh para petani dari salah satu rumah warga menuju Sumber Kembangan Paron.
Setibanya di sumber, para petani yang berasal dari Gapoktan Desa Paron bersama kepala desa, penyuluh lapangan berdoa bersama sebagai bentuk ikhtiar agar hujan segera turun.
"Kita menerima keluhan dari petani, mengalami kesulitan air. Karena itu kita gelar sedekah dawet ini," ungkap Ketua Gapoktan Tani Makmur Desa Paron, Ahmad Toyib.
Selesai menggelar doa bersama, sebagian dawet tersebut dibagikan kepada para petani dan masyarakat sekitar. Sementara sebagian lainnya diguyurkan ke badan Klantung atau petugas penjaga air.
Mereka beranggapan jika guyuran itu bukan tanpa alasan. Selama ini para klantung menjaga saluran air tetap lancar, baik dari hulu ke hilir setiap harinya. "Rumusnya para petani, kalau klantung basah karena guyuran dawet, maka hujan akan segera turun," tuturnya.
Lalu, dawet yang masih ada dalam wadah gentong tanah ditumpahkan seluruhnya ke sumber oleh para petani. "Semoga segera turun hujan dan barokah. Kalau hujan cepat turun, membantu petani mengurangi biaya pertanian," harapnya.
Belakangan diketahui jika Tradisi tersebut terakhir kali dilakukan pada tahun 2019. Saat itu musim kemarau juga terjadi cukup panjang dan hujan tidak kunjung turun.