Tradisi Puter Kayun, Pawai Dokar Wujud Syukur Warga Banyuwangi
Memasuki 10 Syawal, masyarakat Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri Banyuwangi menggelar ritual adat Puter Kayun, 11 Mei 2022. Ritual ini sebagai bentuk syukur atas rezeki yang telah diberikan Tuhan kepada masyarakat Boyolangu. Puncak ritual ini dilakukan dengan menggelar pawai dokar dari Boyolangu, Kecamatan Giri ke Pantai Watudodol, Kecamatan Kalipuro.
Ketua Adat Kelurahan Boyolangu, Abdallah, 57 tahun, menyatakan, tradisi ini juga untuk mengenang keberhasilan leluhur Warga Boyolangu, Buyut Jokso. Dimana Buyut Jokso berhasil membuka jalan dari Banyuwangi menuju Panarukan, Situbondo.
“Dulu memang Buyut Jakso membuat jalan Banyuwangi-Panarukan. Maka saat ini masyarakat Boyolangu pada 10 Syawal tetap ke Watu Dodol,” jelasnya.
Tradisi yang dilakukan masyarakat ini merupakan bentuk syukur masyarakat Boyolangu, khususnya para komunitas dokar. Karena dahulu, di Boyolangu sangat banyak masyarakat yang memiliki dokar. Namun saat ini, jumlah pemilik dokar di Boyolangu hanya tinggal 3 orang.
“Hari ini pawai dokar ke Watu Dodol hanya diikuti 8 dokar, 3 milik warga yang lima menyewa dari luar,” bebernya.
Puter Kayun ini diawali dengan serangkaian acara. Pada 7 Syawal diawali dengan semaan Al Quran. Kemudian keesokan harinya dilanjutkan dengan nyekar ke makam Buyut Jokso. Malam harinya, kata Abdallah, dilanjutkan dengan selamatan kampung dan doa bersama.
“Pada sembilan Syawal ada pawai budaya. Semua budaya yang ada di Boyolangu keluar untuk berpartisipasi mulai dari kuntulan, barong, hingga kebo-keboan,” katanya.
Pada puncak pelaksanaan ritual adat Puter Kayun ini, diawali dengan melakukan pawai dokar atau delman menuju dari Boyolangu menuju ke Pantai Watudodol. Pawai ini dokar ini menempuh jarak kurang lebih 15 km. Selain dokar seluruh warga Boyolangu dan sekitarnya juga memenuhi Pantai Watudodol dengan membawa kendaraan sendiri.
“Di sana kami tumpengan, doa bersama dan tahlil untuk keluarga maupun pendahulu yang sudah meninggal semoga dilindungi Allah, selamat dunia akhirat,” tegasnya.
Tradisi ini, lanjut Abdallah, diberi nama Puter Kayun sejak tahun 2001. Nama Puter Kayun diberikan oleh lurah saat itu. Sehingga sampai sekarang nama Puter Kayun terus dipakai. Sebelum diberi nama Puter Kayun, tradisi ini sudah lama dilakukan masyarakat Boyolangu.
“Sebelumnya tidak ada nama Puter Kayun. Tapi dokar dan masyarakat Boyolangu semua ke sana tiap 10 Syawal,” tegas pria yang juga merangkap Ketua Panitia ini.