Tradisi Malam Tirakatan Jelang HUT RI, Dosen Sejarah Unair: Tidak Lagi Sakral
Malam sebelum HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, masyarakat biasanya menggelar tradisi tirakatan. Seperti, warga Jawa Timur setiap RT/RW akan melaksanakan Malam Tirakatan.
Dosen Departemen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga Moordiati menyebut, tirakat secara harafiah berasal dari Bahasa Jawa, yang artinya perenungan ataupun introspeksi diri dengan cara berdiam diri di dalam suatu tempat yang sunyi.
"Tirakat bisa diartikan juga sebagai suatu cara untuk berdiam diri atau berdoa. Tirakat ini menunjukkan istilahnya seseorang atau suatu entitas itu ingin mengejar sesuatu," ungkapnya kepada Ngopibareng.id di Ruang Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unair, Jumat 16 Agustus 2024.
Moordiati menambahkan, tradisi tirakatan tersebut tidak tercatat dalam catatan sumber resmi atau arsip-arsip sejarah. Namun, jika mengacu ke dalam konteks kebudayaan, tradisi tirakat itu sudah lama dilakukan oleh orang-orang pada zaman dahulu untuk menjauhkan diri dari kenikmatan duniawi.
"Jadi tidak ada periodisasi, tetapi kalau kita bicara dalam konteks yang lain, tirakat adalah usaha untuk mencapai keinginan atau tujuan berarti dia harus bisa mengekang hawa nafsu," imbuhnya.
Saat konteks tradisi tirakatan dimaknai dalam rangkaian acara peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, Moordiati menjelaskan, malam tirakatan berarti perenungan diri dan mengekang hawa nafsu untuk mencapai sesuatu, dengan mengatur sejumlah strategi yang telah disusun sedemikian rupa demi mencapai kemerdekaan tanpa pertumpahan darah.
"Malam tirakatan bisa dimaknai sebagai perenungan berbagai peristiwa yang terjadi pada malam-malam sebelum Proklamasi Kemerdekaan, seperti peristiwa Rengasdengklok di mana para pemuda mengatur strategi dan Soekarno saat itu meredam kemarahan dari pemuda yang meminta golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan," paparnya.
Namun, seiring berjalannya zaman, Moordiati melihat makna sesungguhnya dari malam tirakatan jika dilihat dari konteks menyambut kemerdekaan, sudah mulai melenceng penerapannya di masyarakat.
Dahulu, kegiatan yang berlangsung saat malam tirakat hanya sekadar berdiskusi atau saling bertegur sapa antar warga kampung, RT/RW. Tidak ada pertunjukan seni atau makan malam yang menguras isi kantong.
"Kelamaan malam tirakatan itu menjadi hal yang perlu istilahnya ditambahi dengan hal-hal yang nuansanya sudah tidak lagi tirakat, hanya konteks besarnya saja malam tirakat dan tapi sudah muncul hal-hal yang berbau meredam hawa nafsu," tegasnya.
Malam tirakatan jelang peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI dipandang sesuatu yang berbau formalitas saja. "Lalu memaksa orang untuk mengadakan sesuatu yang sebetulnya sifatnya sukarela tapi kemudian karena itu menjadi serba keharusan, kalau tidak ada malam tirakat dan seolah-olah tidak afdol, artinya orang kemudian cenderung mengada-ngadakan sesuatu yang mestinya tidak mesti harus diadakan," paparnya.
Oleh sebab itu, dirinya berharap, masyarakat bisa lebih melihat ke belakang untuk lebih bisa memaknai makna sesungguhnya dari malam tirakat itu sebagai malam perenungan terhadap perjuangan para bapak bangsa menuju Proklamasi Kemerdekaan RI.
"Seharusnya begitu, tetapi sekarang ini kembali ke individu masing-masing apalagi kemudian kalau dikaitkan dengan masyarakat perkotaan dengan kesibukan dan sebagainya, jadi malahan malam tirakatan itu seolah-olah hanya sekedar menjadi formalitas, bukan lagi menjadi sesuatu yang sakral atau memang harus diadakan," tutupnya.
Advertisement