Tradisi Larung Sembonyo: Rasa Syukur Nelayan Prigi Atas Rezeki dan Keselamatan
Warga pesisir selatan Trenggalek menggelar tradisi Larung Sembonyo di Pantai Prigi, Kecamatan Watulimo, Selasa, 21 Mei 2024.
Tradisi larung sembonyo di Pantai Prigi memiliki rangkaian yang sakral. Ada sesajen, patung manten, dan tumpeng agung yang kemudian dilarung ke tengah laut oleh para nelayan.
Tokoh masyarakat Watulimo, Suparlan menerangkan, upacara adat larung sembonyo merupakan simbol rasa syukur para nelayan atas hasil tangkapan nelayan yang melimpah serta harapan keselamatan saat melaut.
"Upacara adat ini berdasarkan cerita rakyat yang sudah turun temurun sejak dulu. Merupakan kisah perkawinan antara Raden Tumenggung Yudho Negoro dalam rangka membuka wilayah di Prigi," terangnya.
Dalam prosesi itu sarana yang harus dijalani dengan menikah Putri Gambar Inten, putri di tengahnya. Lalu jatuhlah pernikahan keduanya pada hari Senin Kliwon pada penanggalan jawa. "Raden Tumenggung minta setiap tahunnya diadakan peringatan upacara Labuh Laut Larung Sembonyo," katanya.
Selain itu, acara larung sesaji itu diiringi hiburan Langgam Tayub dan Jaranan. Tayub dan Jaranan ini menjadi salah satu cerita dalam kegiatan Labuh Laut Larung Sembonyo.
"Kegiatan labuh laut larung sembonyo ini lebih kepada wujud syukur para nelayan atas rejeki tangkapan yang melimpah dan doa harapan tidak ada musibah, kecelakaan dan bencana lainnya," katanya.
Kegiatan larung sesaji ini juga dihadiri Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin (Mas Ipin). Ia mengapresiasi upaya masyarakat yang melestarikan budaya, adat istiadat, dan warisan leluhur.
Mas Ipin mengajak masyarakat nelayan untuk jaga lingkungan. Mengingat, iklim sekarang tidak menentu sehingga menjadikan nelayan sulit mendapatkan ikan. Sedangkan ancaman sampah dan yang lainnya menjadikan penyebab tangkapan ikan semakin menjauh.
"Banyak ahli yang menyatakan bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Cuaca semakin tidak menentu (terjadi krisis iklim. Semakin sulit nelayan menangkap ikan. Tangkapan semakin jauh," kata Mas Ipin.
Menurut Mas Ipin, risiko nelayan semakin tinggi karena pencarian ikan semakin jauh. Biaya tangkap juga semakin tinggi karena kebutuhan bahan bakar juga semakin meningkat. Laut adalah lahan rejeki yang tidak boleh kotori dengan sampah.
"Masa kita mau makan dengan sampah? Jagalah alam ini dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian tidak melakukan pembalakan liar, menebang pohon sembarangan. Dengan begitu alam akan lebih terjaga," kata Mas Ipin.
Mas Ipin juga menyinggung infrastruktur yang semakin baik di sekitar Prigi. Jalur Lintas Selatan (JLS) sudah tersambung dengan Tulungagung. Ia berharap, momentum ini bisa ditangkap dengan baik, sehingga berdampak kepada ekonomi masyarakat.