Tradisi Gawai Dayak Penyebab Humas BNPB Jalani Ritual Hukum Adat
Tradisi Gawai merupakan perayaan ucapan syukur kepada dewa atas panen yang berlimpah. Tradisi ini masih dilestarikan hingga sekarang ini oleh suku asli Kalimantan Barat dan Sarawak, terutama Iban dan Dayak.
Tradisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1964 silam.
Prosesi Gawai akan diwarnai dengan persembahan makanan kepada dewa disertai pembacaan mantra (nyangahathn). Tujuannya agar panen berlimpah dan beras juga tidak cepat habis.
Dikutip dari situs Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), www.bnpb.go.id, pada akhir Agustus 2018 lalu. Masyarakat di Kabupaten Sanggau, Sambas, Ketapang, Kubu Raya, Kalimantan Barat dan lainnya mempunyai tradisi 'Gawai Serentak' yakni kebiasaan persiapan musim tanam dengan membuka lahan dengan cara membakar lahan.
Pernyataan tersebut memicu kemarahan masyarakat Dayak. Aksi demo pun digelar oleh aliansi masyarakat Dayak.
Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho harus mempertanggungjawabkan kesalahannya dalam mengutip pernyataan.
Ia pun memenuhi panggilan Dewan Adat Dayak sekaligus menjalani sidang adat Dayak Kanayatn di Rumah Betang Sutoyo Pontianak.
Pada sidang adat itu, Sutopo meminta maaf kepada seluruh masyarakat Dayak dan mencabut pernyataannya.
Sutopo akhirnya mendapat sanksi Capa Molot. “Capa Molot menurut adat Dayak Kanayatn itu adalah sebuah sanksi diberikan kepada orang yang mungkin salah bahasa atau salah kata yang menyinggung perasaan orang lain,” jelas Sekeretaris Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Yakobus Kumis. (yas)