Tradisi Damar Kurung, Tak Sekedar Lentera Penerang Kubur (Bagian 1)
Awalnya, almarhum Sriwati Masmundari (1904–25 Desember 2005) hanya menjual damar kurung di depan kuburan Desa Tlogopojok, Gresik, Jawa Timur. Damar kurung adalah sejenis lentera atau lampion berbentuk segi empat dengan lukisan di masing-masing sisinya. Fungsinya sebagai lampu penerangan, karena dulu saat masa kemerdekaan, penerangan lampu listrik belum sebanyak sekarang.
Meski memproduksi damar kurung sepanjang tahun, namun ternyata Masmundari hanya menjual damar kurung setahun sekali, yaitu menjelang dan saat ramadhan. Bahkan pernah suatu saat, 300 damar kurung buatan Masmundari yang diproduksi dalam setahun, ludes dalam waktu dua jam.
Pertanyaan, kenapa hanya menjelang dan saat Ramadhan, Masmundari berjualan? Jawabnya, karena pembeli damar kurung bikinan Masmundari adalah para peziarah yang banyak datang jelang ramadhan untuk berziarah dan bersihkan kuburan.
Tradisi ziarah dan bersihkan kuburan sebelum memasuki ramadhan, sebenarnya banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Namun yang membedakan dengan yang ada di Gresik khususnya Desa Tlogopojok adalah tradisi ziarah dan membersihkan kuburan biasanya dilakukan saat menjelang petang bahkan sampai matahari terbenam.
Oleh karena itu, para peziarah membutuhkan damar kurung sebagai penerang. Selesai digunakan sebagai penerang saat membersihkan kuburan, para pembeli damar kurung tak membuang begitu saja. Mereka akan membawa pulang. Damar kurung digunakan lagi sebagai penerang saat pergi ke masjid untuk tarwih berjamaah.
Aktivitas Masmundari berjualan damar kurung setiap jelang dan saat ramadhan ini ia lakoni hanya untuk meneruskan wasiat keluarganya. Dalam keluarga Masmundari, ada semacam wasiat tak tertulis jika harus ada salah satu anggota keluarga yang berjualan damar kurung jelang dan saat ramadhan.
Nama Masmundari menjadi terkenal saat dia menggelar pameran damar kurung di Jakarta sekitar tahun 1985. Dari kegiatan itu, Masmundari juga mulai mengenal warna dan kanvas. Karena sebelumnya, dia hanya melukis damar kurung di atas kertas bekas dan menggunakan pewarna makanan. Pamor Masmundari pun naik menjadi semakin kondang setelah pameran. Begitu juga dengan harga damar kurung buatannya sejajar dengan karya seni lukis kanvas. Namun sayangnya sepeninggal Masmundari pada 2005 lalu, tradisi damar kurung mulai meredup.
Tradisi damar kurung, kini dijalankan oleh anak tunggal dan cucu Masmundari. Namun berbeda dengan Masmundari damar kurung yang dijual merupakan reduplikasi damar kurung yang sudah pernah dibuat Masmundari dengan bahan printing, bukan lukisan tangan.