TPA Probolinggo Hampir ‘Overload’, Belajar ke Bank Sampah
Isu lingkungan hidup khususnya persampahan merupakan isu penting dan masalah yang memerlukan penanganan secara holistik melibatkan berbagai peran dan fungsi elemen kemasyarakatan, pemerintah dan swasta.
Terlebih Kota Probolinggo dihadapkan pada timbunan sampah dengan volume 70 ton per hari, banyaknya sampah berserakan di berbagai sudut kota dan sungai-sungai, hingga keterbatasan daya dukung dan daya tampung.
Hal itu mengemuka dalam diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion/FGD) yang digelar Program Studi Doktor Ilmu Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Sosiologi, Universitas Brawijaya (UB) Malang, di Kota Probolinggo, Minggu, 22 Oktober 2023.
FGD bertempat di Sekretariat Bank Sampah “Kenari Indah” Kelurahan Jrebeng Wetan, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo itu diikuti sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkot Probolinggo.
Hadir pula PT Pegadaian dan PT Kutai Timber Indonesia (KTI), pegiat lingkungan hidup, media massa, tim FISIP UB Malang, hingga Lurah Jrebeng Wetan. “Kami sengaja menghadirkan Direktur Bank Sampah “Kenari Indah”, Mas Syaifudin Zuhri atau Mas Udin sebagai pemantik diskusi,” kata Ketua Program Studi Doktor Ilmu Sosiologi UB, Dr Wawan Edi Kuswandoro.
Memandu diskusi, Wawan pun menyampaikan gagasan, Kota Probolinggo bebas sampah (zero waste). “Mudah-mudahan bisa tercapai gagasan Probolinggo Zero Waste pada 2025, pasca pemilu. Kalau tidak mungkin, ya paling tidak volume sampah jauh berkurang,” kata pria kelahiran Lumajang itu.
Wawan mengatakan, diperlukan penguatan kelembagaan di masyarakat untuk menangani sampah. “Seperti apa upaya, peluang, hingga keterbatasan yang kita hadapi, mari didiskusikan,” katanya.
Mas Udin yang dianggap sosok di balik kisah sukses (succes story) bank sampah yang beralamat di Jalan Bengawan Solo Gang Kenari 1, Kota Probolinggo kemudian mengawali kisahnya. “Sebenarnya gak banyak orang tertarik sampah, sudah kotor, harganya murah. Saya pun pernah menjalani hidup mirip pemulung, teras rumah saya penuh sampah,” kenangnya.
Mas Udin pun menceritakan, Bank Sampah “Kenari Indah” berdiri pada 17 Mei 2014 silam. “Saat Bank Sampah berdiri pada 2014 silam, kondisi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah di Kota Probolinggo hampir overload. Lha kok sekarang masih tetap hampir overload,” katanya.
Bank Sampah di RT 3/RW 3 Kelurahan Jrebeng Wetan itu awalnya mengumpulkan sampah rumah tangga dari 45 kepala keluarga (KK) setempat. Bank Sampah terus berkembang hingga akhirnya bisa mengangkut sampah di berbagai tempat di Kota Probolinggo.
“Bank Sampah tidak sekadar mengumpulkan dan jual-beli sampah. Yang lebih penting, bank sampah harus mengedukasi soal pengolahan sampah,” kata Mas Udin.
Bank sampah yang dirintis mantan karyawan PT Kertas Leces itu akhirnya memiliki gudang penampung sampah hingga armada (motor roda tiga) pengangkut sampah. “Bahkan saya dengar bocoran, Mas Udin sudah bisa menukarkan sampah dengan sekitar 15 gram emas, dengan menggandeng PT Pegadaian,” ujar Wawan.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Retno Wandansari yang hadir dalam FGD berterus terang, timbunan sampah di Kota Probolinggo belum bisa ditangani secara optimal. “Kami akui, pengolaan sampah, belum optimal. Sisi lain, TPA kita ini sakti, hingga kini status hampir overload,” ujarnya.
Dikatakan, selain sekitar 70 ton sampah yang masuk ke TPA setiap hari, sebenarnya masih ada 23 ton sampah yang belum tertangani. Sampah sebanyak itu masih tercecer di mana-mana di sudut kota, di pinggir sungai hingga di tanah-tanah kosong.
Retno berterus terang, DLH membawahi sebanyak 120 bank sampah bahkan memiliki Bank Induk Sampah. “Dari sebanyak 120 bank sampah itu yang berjalan baik hanya 43 bank sampah,” katanya.
Sejumlah OPD pun ikut berbagi bagaimana pengalamannya bersinggungan dengan sampah. Seperti disampaikan Kepala Bappeda Litbang, Diah Sayekti, Heri Wijayani dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, hingga Novie dari Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata. (Adv)