Tour de France Menyatukan Tangis Cavendish, Cerita Pogacar, dan Harapan Girmay
Pesta balapan sepeda paling akbar di dunia, Tour de France telah usai. Minggu, 21 Juli 2024 lalu berakhir di kota Nice. Melalui balapan Individual Time Trial (ITT).
Agak berbeda dari kebiasaan Tour de France yang berakhir dengan parade di Champ Elysees, jantung kota Paris, Prancis. Karena tahun ini ada persiapan pembukaan Olimpiade Paris.
Meski begitu, tidak mengurangi kesakralan dan kejutan-kejutan dari even akbar ini. Ada banyak berita, tangisan, dan rekor yang tercipta selama 21 hari balapan.
Tadej Pogacar (UAE Team Emirates) menciptakan berita baru. Dia berhasil mengawinkan gelar juara double grand tour! Giro d’Italia di Italia dan Tour de France di Prancis.
Dia sudah mengincar double podium ini sejak awal. Dan pembalap 23 tahun ini dapat meraihnya. Pembalap sepeda yang terakhir mengawinkan gelar juara grand tour ini adalah Marco Pantani. Dan itu tahun 1998, 26 tahun lalu!
Pogacar menunjukkan kualitas dirinya sebagai pembalap serba bisa. Kuat di tanjakan dan melaju di etape time trial. Dia berhasil menghadang Jonas Vingegaard (Visma-Lease a Bike) untuk menorehkan rekor juara TdF tiga kali berturut-turut.
Selain Pogacar yang berbahagia. Ada Mark Cavendish yang menangis. Menangis haru perpisahan sekaligus bahagia. Impiannya untuk menjadi juara 35 kali etape Tour de France akhirnya tercapai di tahun 2024 ini.
Sejatinya, tahun lalu dia sudah ingin meraih rekor itu. Tetapi gagal di etape 8 dia mengalami kecelakaan yang membuatnya harus hengkang dari Tour de France 2023.
Beruntung, sponsor dan tim masih mempercayainya. Tahun 2024 ini, pembalap 39 tahun ini berlaga lagi di Tour de France. Dan dia membuktikan kualitas dirinya dengan memenangkan adu sprint di etape 5.
Itulah kemenangan etape ke-35 kali Tour de France. Kemenangan yang melampaui rekor Eddy Merckx (34 kali memang etape Tour de France) yang digenggamnya selama hampir 50 tahun. Kemenangan yang merupakan perpisahannya dari dunia balap sepeda.
Ya, besar kemungkinan pembalap yang memulai karier balap di Tour de France tahun 2007 ini akan gantung sepeda setelah Le Tour 2024 yang merupakan keikutsertaan Cavendish ke-15 ini usai. Semua keinginan sang legenda sudah tercapai. Saatnya melanjutkan hidup bersama anak dan istrinya.
Selain rekor ini, Cavendish pernah mendapatkan gelar juara sprinter terbaik di Tour de France 2011 dan 2021.
Sejarah mencatat pembalap kulit hitam pertama yang berjaya di Tour de France adalah Biniam GIrmay (Intermache-Wanty).
Dia adalah pembalap asal Eritrea, Afrika Selatan yang berhasil membawa pulang jersey hijau sebagai sprinter terbaik. Dia mengalahkan Jasper Philipsen yang merupakan sprinter terbaik di dunia saat ini.
Pembalap 24 tahun ini juga memenangkan tiga etape di Tour de France. Padahal kiprahnya sama sekali tidak diperhitungkan oleh tim-tim lainnya.
Girmay pernah menjuarai Gent Wevelgem 2022 lalu juga pernah memenangi satu etape di Giro d'Italia di tahun yang sama. Sekarang, GIrmay menjadi inspirasi terbesar bagi seluruh cyclist di benua Afrika.
"Ini akan menjadi dampak yang baik untuk talenta muda. Jika tim Eropa berinvestasi banyak di balap sepeda Afrika, kami punya banyak peluang untuk mendunia," ucap pembalap yang memulai karier balapnya di usia 18 tahun ini.
Menurutnya, Afrika memiliki banyak talenta balap sehingga sangat sulit memenangkan kejuaraan balapa di negerinya dibandingkan kejuaraan grand tour.
Saat ini, kepercayaan dirinya memuncak dan dia yakin akan lebih sering menempati podium di masa yang akan datang. Apalagi posisinya tim Intermache-Wanty sudah aman hingga tahun 2026.
Itulah indahnya sebuah balapan grand tour, tidak semata-mata persaingan antar pembalap tetapi juga banyak emosi-emosi jiwa yang menyertai setiap cerita pembalap.
Advertisement