Tolak Permintaan Istana, KPU Bukan Anak Buah Presiden
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari menegaskan rujukan KPU dalam melaksanan tugas adalah Undang Undang (UU). KPU tidak akan membuat keputusan yang bertentangan dengan UU.
Dengan pertimbangan itu KPU menolak menindaklanjuti permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait soal polemik Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) Oesman Sapta Odang (OSO). Permohonan itu dikirim lewat surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.
Isi surat itu meminta KPU untuk menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, terhadap OSO yang juga Ketua Umum Partai Hanura untuk dimasukan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD Periode 2019-2024.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/2018 yang melarang calon Anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.
"Kami sampaikan dalam hal perkara ini ada putusan MK yang menyatakan seperti itu. Bahkan kalau tidak mengikuti putusan ini, maka dianggap sebagai pembangkangan terhadap konstitusi. KPU bukan anak buahnya presiden dan DPR," kata Hasyim Asyari.
Polemik antara PTUN Jakarta dan KPU berawal dari gugatan Ketua Umum Partai Hanura OSO. Dalam putusan itu Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO.
Isi putusannya adalah memerintahkan KPU menerbitkan DCT anggota DPD baru yang memasukan nama OSO. Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019.
Bawaslu pun telah memutus sengketa tersebut. Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Namun, KPU terus beralasan menjalankan putusan MK yang melarang calon Anggota DPD rangkap jabatan di kepengurusan partai politik. Sehingga tim kuasa hukum OSO melaporkan komisioner KPU ke Polda Metro Jaya. (asm)