Tolak Pasal Bermasalah RUU Penyiaran, Aksi Protes Terus Lanjut
Para profesional pewarta media televisi yang berasosiasi dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Koordinator Daerah (Korda) Surabaya, menggelar aksi damai menyikapi sejumlah pasal kontroversi dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang dinilai mengancam kemerdekaan pers.
Diawali dengan aksi berjalan mundur saat menuju Taman Apsari, atau depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, sebagai lokasi penyampaian aspirasi yang ditujukan kepada DPR RI yang menginisiasi RUU Penyiaran tersebut.
Ketua IJTI Korda Surabaya Falentinus Hartayan menjelaskan aksi berjalan mundur dilakukan untuk menggambarkan bahwa sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran yang disusun DPR RI untuk menggantikan Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran adalah kemunduran bagi kemerdekaan pers Indonesia.
"Karena beberapa pasal di RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," katanya saat dikonfirmasi di sela aksi, Rabu (29 Mei 2024).
Pasal Bermasalah
Falen, sapaan akrabnya, mencontohkan, Pasal 8A huruf (q) dan Pasal 42 Ayat 2 RUU Penyiaran tentang penyelesaian sengketa jutnalistik khusus di bidang penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Dua pasal RUU Penyiaran ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang telah mengatur bahwa sengketa jurnalitsik diselesaikan oleh Dewan Pers," ujarnya.
IJTI Korda Surabaya juga menyoroti Pasal 50B, Ayat 2 huruf (c) RUU Penyiaran yang melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.
Menyikapi pasal yang dinilai membungkam kemerdekaan pers ini, IJTI Korda Surabaya menggelar teatrikal.
Menampilkan seorang jurnalis di dalam terali besi dengan kedua tangannya dirantai. Kemudian ditarik serta diseret paksa oleh dua orang berpakaian jas sembari berupaya membungkam mulut sang jurnalis menggunakan lakban.
Dalam orasinya, IJTI Korda Surabaya menyampaikan tiga pernyataan sikap. Pertama, agar seluruh pasal bermasalah yang mengancam kemerdekaan pers dibatalkan.
Kedua, agar melibatkan Dewan Pers dan Masyarakat Pers dalam pembahasan RUU Penyiaran. Ketiga, mendesak pemerintah mengembalikan fungsi pers sebagai pilar keempat demokrasi.
"Ini penyampaian sikap dari kami, IJTI Korda Surabaya, secara terbuka untuk diketahui masyarakat. Intinya kami tidak ingin DPR RI mengesahkan RUU Penyiaran dengan gegabah karena ada beberapa pasal bermasalah yang mengancam kemerdekaan pers," ucap Falen, yang juga jurnalis Metro TV ini.
Advertisement