Tolak Pandangan Metafisik Dogmatis, Rahasia Strategi Muhammadiyah
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan, kesuksesan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 di Surakarta beserta Muktamar Nasyiatul Aisyiyah di Bandung baru-baru ini menuai banyak pujian dari banyak pihak. Persyarikatan Muhammadiyah disebut telah memberikan contoh keteladanan.
Kesuksesan Muktamar, menurutnya, berasal dari energi yang dimiliki Muhammadiyah, yaitu energi yang bersifat ruhaniah dan metafisik. Energi itu kata Haedar adalah nilai tauhid yang termanifestasi dalam alam pikiran dan amaliyah warganya.
“Jadi bukan dalam pandangan-pandangan tauhid yang bersifat pemurnian semata, tapi ada dinamisasi transformasi. Al-Maun misalnya adalah contoh paling nyata dimensi tauhid yang memunculkan gerakan dan seluruh amal usaha,” jelasnya dalam iftitah Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, Jumat lalu.
Dimensi tauhid kata dia telah dijadikan sebagai energi kolektif Persyarikatan Muhammadiyah dalam beramal saleh sejak masa awal. Dimensi ini juga memiliki distingsi yang membedakan Muhammadiyah dengan kelompok Islam lainnya.
Tak Ada Pandangan Metafisik Dogmatis
“Di Muhammadiyah, tauhid itu tidak dibiarkan menjadi pandangan-pandangan metafisik yang dogmatik, tapi dipancarkan sehingga melahirkan manifestasi dan dorongan bagi kita. Dengan tauhid itu melahirkan pergerakan kita yang mau berbuat dengan keikhlasan. Jadi tauhid ditampilkan dalam bentuk ikhlas dan ikhlas itu tidak dibicarakan di Muhammadiyah, tapi dipraktekkan dalam hidup dan itu bisa jadi jargon, hingga state of mind,” ujar Haedar, dikutip Minggu 11 Desember 2022.
Penampakan dari dimensi tauhid itu lanjutnya dapat dilihat pada energi keikhlasan yang ada dalam penyelenggaraan Muktamar.
“Ketika mau Muktamar, semua punya energi ikhlas bahwa kitaa ini tidak mengejar jabatan. Sehingga muncul adagium jangan cari jabatan di Muhammadiyah, tapi ketika mendapat harus ditunaikan dengan amanah,” imbuhnya.
Bahkan, amanah bukan patokan untuk beramal saleh. Kata Haedar banyak warga Persyarikatan yang tidak memiliki jabatan namun khidmatnya untuk Muhammadiyah sangat luar biasa.
“Itulah energi ruhaniah yang hidup dan sifatnya punya kekuatan abadi dan sunatullah yang kokoh dan tidak bisa terkalahkan oleh apapun. Inilah yang jadi kekuatan Muhammadiyah,” kata Haedar.
“Maka dengan energi itu maka orang Muhammadiyah punya jiwa tulus, yang itu teruji di kala titik-titik kritis seperti kecewa, tidak dihargai, tidak berjabatan, di situlah ujian ikhlas. Tapi itu yang hidup dan jadi kekuatan Muhammadiyah,” tambahnya.
“Maka ketika (energi dan dimensi tauhid) itu luruh, terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek dan inderawi, maka yang muncul adalah pragmatisme. Maka ketika kita ingin energi baru, maka kekuatan energi ruhani (tauhid dan ikhlas) ini harus tetap hidup,” kata Haedar memberi nasihat.