Tolak Omnibus Law Kesehatan, Nakes Demonstrasi di DPRD Jawa Timur
Kelompok organisasi kesehatan di Jawa Timur (Jatim) dari mulai dokter, perawat hingga farmasi melakukan aksi tolak RUU Omnibuslaw Kesehatan. Diawali dengan pembacaan orasi di kantor IDI Jatim, aksi dilanjutkan dengan penyampaian aspirasi kepada DPRD Jatim.
Para tenaga kesehatan tersebut melakukan aksi dengan memakai pengikat kepala bertuliskan tolak RUU Omnibuslaw kesehatan dan juga spanduk bertuliskan pesan senada.
Ketua DPW PPNI Provinsi Jatim, Prof Nurasalam saat mempimpin orasi menekankan, pihaknya menuntut dan mendesak agar RUU Omnibus Law Kesehatan dikeluarkan dari daftar
prioritas Prolegnas.
Selain itu, ia mengungkapkan, naskah RUU Omnibuslaw kesehatan yang sudah menyebar belum pernah meminta masukan masyarakat, termasuk organisasi profesi.
"Tentu akan lebih bijak kalau mengikutsertakan unsur masyarakat sesuai dengan bunyi UU nomor 15 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan," katanya ditemui di kantor IDI Jatim, Jalan Prof Moestopo, Surabaya.
Saat ditanya mengenai apa yang akan ditekankan dalam aspirasinya ke DPRD Jatim, Nursalam mengungkapkan, organisasi profesi memiliki petaturan masing-masing yang berciri khas khusus, tidak bisa disamaratakan atau diringkas dalam UU Omnibuslaw kesehatan.
"Basicnya kami organisasi kesehatan lebih mementingkan kepentingan masyarakat, bagaimana keselamatan, pelayanan ini bisa berjalan dengan baik dan sebagai nakes melayani yang terbaik," terangnya.
Menurutnya, kelompok profesi dokter, perawat, bidan dan profesi kesehatan lain yang sudah mempunyai perundangan tersendiri, saat ini masih bagus dan bermanfaat bagi masyarakat profesi serta masyarakat Indonesia pada umumnya.
Dari banyak kajian yang dilakukan terhadap RUU Omnibus Law Kesehatan yang beredar di dunia maya, bila dicermati dari pasal demi pasal, banyak hal yang ternyata kurang tepat, baik pada sisi keadilan, kemanfaatan maupun kepastian hukum.
Dengan demikian RUU Kesehatan ini juga akan berpotensi menimbulkan kerugian di masyarakat terutama dalam aspek layanan kesehatan di Indonesia. "RUU Omnibuslaw kesehatan juga berpotensi mendisharmoni koordinasi antara organisasi profesi (OP) kesehatan dengan pemerintah yang selama ini telah terjalin dengan baik," terangnya.
Salah satu pasal yang dirasa kurang tepat adalah tidak ada jangka waktu bagi Surat Tanda Registrasi (STR) dan juga tidak memerlukan rekomendasi dari Organisasi Profesi (OP).
"Ini wajib dipertimbangkan, karena fungsi OP sebagai pengawas implementasi dari kode etik. Kalau tidak pengawasan ini akan sangat bahaya, dokter bisa seenaknya membuka praktik dan lain sebagainya, hal ini tentu saja akan berimbas pada pelayanan ke masyarakat," tandasnya.
Organisasi Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan
Di waktu yang sama, lima organisasi profesi kesehatan yaitu IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), menggelar aksi damai di depan Gedung DPR Republik Indonesia, Senin, 28 November 20222. Mereka menolak pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Mereka membawa tiga hal utama dalam menolak RUU Omnibus Law Kesehatan, dikutip dari kompas.com, Senin 28 November 2022.
Argumen pertama bahwa proses ditetapkannya undang-udang harus mengikuti prosedur keterbukaan kepada masyarakat. Sedangkan RUU Omnibus Law terkesan tak transparan dalam proses pembahasannya.
Penolakan selanjutnya sebab organisasi kesehatan melihat ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan dalam RUU tersebut. Mutu pelayanan kesehatan dikhawatirkan tidak terkendali sebab adanya semangat kapitalisasi kesehatan.
Keberatan yang terakhir adalah penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, dan penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR).
Saat ini, STR seluruh tenaga kesehatan harus dievaluasi setiap lima tahun sekali. Sedangkan dalam RUU STR akan dibuat berlaku seumur hidup, sehingga dikhawatirkan mempengaruhi mutu praktik tenaga kesehatan.