Tokoh Islam: Jangan Sampai Terjadi Konflik Horizontal
Wakil Ketua Umum PBNU, Maksum Machfoed mengatakan, demontrasi menolak disahkannya RUU Omnibuslaw di Yogyakarta yang berujung ricuh, dan dikhawatirkan berkembang menjadi konflik horizontal.
Terkait kerusuhan yang terjadi di Yogyakarta pada Jumat 9 Oktober 2020 terjadi karena adanya pantikan dari isu level nasional terkait dengan disahkannya RUU Omnibus Law oleh DPR-RI.
Menurut Guru Besar UGM Yogjakarta, dalam mengusahakan kebaikan tidak bisa dilakukan dengan cara yang buruk.
Menurut Maksum Machfoed, potensi konflik horizontal harus diantispasi oleh aparat. Jangan sampai eksponen masyarakat tertentu kemudian saling berhadap-hadapan. Kalau peduli untuk menghilangkan konflik horizontal akan mudah jika sesame pihak saling paham.
Ia juga menyayangkan atas tertutupnya sosialisasi RUU ini dari public. Padahal sosialisasi adalah untuk membangun partisipasi public untuk ikut serta membangun produk legal secara partisipatif.
Sehingga masing-masing pihak bebas menilai produk legal tersebut dengan persepsinya sendiri yang tidak terkomunikasikan dengan pembuat UU.
“Padahal untuk meminimalisir gap antara kenyataan dan harapan itulah pentingnya sosialisasi. Yang akomodatif terhadap partisipasi publik. Kalau tidak ada pasti melencengnya jauh,” tuturnya, , dalam keterangan Minggu 11 Oktober 2020.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum PBNU, Maksum Machfoed bersama Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas dan tokoh ormas lain mengadakan pertemuan bersama Sultan HB X meminta supaya dilakukan tindakan sehingga kerusuhan tidak berlarut.
Hadir dalam pertemuan yang digelar di Kantor Kepatihan Gubernur DIY, Purwo Santoso Wakil Ketua PWNU DIY yang juga Rektor UNU Jogja, Sigit Rianto Dekan Fakultas Hukum UGM, Zaenal Arifin Mochtar Pukat UGM, dan Trsino Raharjo Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah.
Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menambahkan, khusus yang terjadi di Yogyakarta, ia meminta kepada Ngarso Dalem supaya bisa mengkondisikan pihak keamanan agar melakukan tindakan dan tidak melakukan pembiaran kepada kelompok yang melakukan penyerangan.
“Situasi terakhri di Yogyakarta kemarin itu tidak pernah bisa dilepaskan dari pemantiknya di level nasional. Apa lagi kalau bukan omnibus law yang kami nilai prosesnya tidak demokratis. Yang bahasa equivalennya itu tidak ada partisipasi publik yang tidak dibuka ruangnya,” ungkap Busyro.