Tokoh Islam Berperan Penting dalam Kemerdekaan Indonesia
Sejarah Indonesia membuktikan, tokoh-tokoh Islam berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia. Mulai dari proses pemahaman akan rasa cinta tanah air, melalui pendidikan, hingga dalam bentuk organisasi pergerakan.
Tokoh Islam dari kalangan pesantren seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Wahid Hasyim, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Masjkur, KH As'ad Syamsul Arifin, KH Idham Chalid, di antara yang kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Hal itu membuktikan peran tokoh Islam dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kebetulan tokoh-tokoh tersebut berasal dari Nahdlatul Ulama (NU) yang jauh sebelum Indonesia merdeka, telah menunjukkan aktivitas dalam membangun masyarakat di Indonesia.
"Umat Islam dan tokoh-tokoh Islam, baik santri dan ulama, mempunyai andil besar dalam kemerdekaan Indonesia," tutur Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara, dalam Api Sejarah 1.
Selain tokoh-tokoh dari kalangan Nahdlatul Ulama, juga dari kalangan Persyarekatan Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang telah berjuang dalam pergerakan kemerdekaan bangsa.
Melalui para tokohnya, Muhamadiyah telah terlibat aktif mendirikan dan memajukan Negara Republik Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pengabdian Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara berlanjut.
“Ketika kita berbicara tentang Muhammadiyah dan kemerdekaan, maka sebenarnya hal ini sangat penting dalam arti kata Muhammadiyah sejak awal berdirinya sebenarnya melakukan dua hal yang sangat penting dalam proses merdeka kita. Yang pertama yang dilakukan adalah pembaharuan,” ungkap sejarawan Anhar Gonggong dalam acara Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jumat lalu.
Secara histori, pembentukan organisasi pada awal abad ke-20 merupakan sesuatu yang baru. Kelahiran Muhammadiyah memicu tumbuhnya organisasi-organisasi baru di berbagai bidang seperti politik, sosial dan agama, yang memiliki semangat sama, yaitu mengedepankan kemajuan, persatuan dan kebangsaan Indonesia.
“Yang kedua, apa yang dilakukan Muhammadiyah sejak awal sampai sekarang dalam bidang pendidikan, itu sumbangan besar yang tidak bisa dibantah. Itulah yang melahirkan sebagian besar daripada intelektual Indonesia, yang memiliki peranan penting sampai sekarang,” kata Anhar.
Menurut pria kelahiran Sulawesi Selatan, 14 Agustus 1943 ini menyatakan bahwa bidang pendidikan dan gerakan perjuangan Muhammadiyah merupakan sumbangan yang sangat besar bagi bangsa. Akan tetapi ironisnya fakta ini dalam penulisan sejarah tidak banyak diketahui masyarakat luas.
“Intelektual Muhammadiyah ke depan itu pasti bakal mempunyai peranan penting— dalam apa yang Prof. Mukti istilahkan tadi—berebutan sejarah. Artinya bukan ‘saya ingin menang sendiri’, tapi ‘saya mencari kebenaran sejarah, dan meletakkan kebenaran sejarah itu pada tempatnya,” kata Anhar.
Misalnya ketika Alamsyah mengungkapkan pendapatnya sebagai menteri agama bahwa umat Islam memberikan sumbangan yang besar akan kelahiran Pancasila. Namun ada satu politisi yang mengkritik dan kurang sependapat dengan pandangan Alamsyah tersebut. Bagi Anhar, apa yang dikemukakan Alamsyah merupakan fakta sejarah yang mesti diletakkan pada tempatnya.
“Pancasila itu tidak mungkin ada, walau pun sudah dibicarakan Soekarno tanggal 1 Juni, tapi ketika, misalnya, orang-orang Islam, khususnya 3 orang Muhammadiyah, kalau Kahar Muzakkir, Singodimedjo, dan Bagus Hadikusumo, tidak mau, pasti paling tidak akan memakan waktu yang cukup lama,” ujar Anhar.
Anhar kemudian mengutip perkataan Bung Hatta yang mengatakan bahwa kalau tidak ada toleransi dari pada pemimpin-pemimpin Islam untuk mengganti 7 kata dalam Piagam Jakarta, maka kelahiran Pancasila akan memakan waktu yang lama, menguras energi yang begitu besar, dan sidang PPKI akan berlarut-larut.
“Kesadaran keindonesiaan dari tokoh-tokoh (Muhammadiyah) ini, kesadaran untuk kepentingan bersama bukan untuk kepentingan kita. Maka bagian dari perjuangannya, dia serahkan pada republik ini,” tegas Anhar.
Masukkan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah pada butiran Pancasila merupakan sebuah terobosan yang luar biasa dalam membuat jalan keluar di saat adanya kebuntuan untuk mengakomodir keanekaragaman agama saat itu. Hal Ini merupakan bagian dari fakta sejarah yang tidak dapat dihapus. Akan tetapi Anharmengingatkan bahwa ketika tak ada yang menulis sejarah Pancasila seperti yang telah dikemukakannya, maka sejarah itu akan hilang dan dilupakan.
“Dalam pandangan saya, sumbangan Muhammadiyah itu dalam proses memerdekakan Indonesia dia menggunakan organisasi dalam arti kata memberikan pencerahan pikiran, tapi juga memberikan kekuatan bahkan juga kekuatan fisik dan intelektual. Inilah yang diberikan Muhammadiyah dalam proses kemerdekaan kita,” tutur Anhar.
Advertisement