Tok, PP Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa Ramadan 23 Maret 2023
Persyarikatan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan awal puasa Ramadan 1444 H jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023. Penetapan ini menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid organisasi Islam tersebut.
Secara umum, terdapat dua metode dalam menentukan awal permulaan bulan kamariah, yaitu metode rukyah dan metode hisab.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti nengatakan, Muhammadiyah dalam menetapkan awal puasa Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha dan hari besar Islam lainnya berpedoman pada hisab hakiki wujudul hilal. Maka tidak perlu lagi untuk melakukan rukyatul hilal, atau melihat hilal langsung pada ketinggian tertentu.
Disebutkan dalam buku Fiqih Hisab dan Rukyah karya Ahmad Izzudin, metode rukyah dilakukan dengan melihat bulan atau pengamatan pada hari ke-29. Sedangkan metode hisab lebih merujuk pada perhitungan falak, yakni secara matematis dan astronomis.
"Metode rukyah lebih bersifat ta'abudi-ghair ma'qul al-ma'na atau tidak dapat dirasionalkan pengertiannya. Sedangkan metode hisab dinilai bersifat ta'aqquili-ma'qul al-ma'na yang berarti dapat dirasionalkan, diperluas, dan dikembangkan," kata Abdul Mu'ti dalam keterangan tertulis yang diterima Ngopibareng.id, Jumat 3 Februari 2023.
Dalam pandangan Mu'ti, Pemerintah RI melalui Kementerian Agama (Kemenag) sendiri menggunakan gabungan dua metode tersebut yang kemudian dibahas dalam sidang isbat untuk menetapkan 1 Ramadan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijah. Sidang isbat awal Ramadan akan dilangsungkan pada 29 Sya'ban.
Sementara itu, PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid menggunakan metode hisab atau tepatnya hisab hakiki wujudul hilal.
Metode hisab yang digunakan Muhammadiyah mengacu pada gerak faktual bulan di langit sehingga bermula dan berakhirnya bulan kamariah berdasarkan pada kedudukan atau perjalanan Bulan. Metode hisab ini dikenal dengan hisab hakiki.
Alasan Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki karena perhitungan yang dilakukan terhadap peredaran bulan dan matahari menurut hisab ini harus sebenar-benarnya dan setepat-tepatnya berdasarkan bulan dan matahari pada saat itu.
Dalam metode hisab hakiki ini, Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal, yakni matahari terbenam lebih dulu daripada bulan walaupun hanya selang satu menit atau kurang. Ide ini dicetuskan oleh pakar falak Muhammadiyah, Wardan Diponingrat.
Disebutkan dalam buku Pedoman Hisab Muhammadiyah, dengan metode hisab hakiki wujudul hilal, bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat secara kumulatif.
Adapun, syarat yang dimaksud adalah, telah terjadi ijtimak. Ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk. Apabila salah satu dari syarat tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan akan digenapkan menjadi 30 hari dan bulan baru dimulai lusa.
Muhammadiyah berpandangan, metode hisab hakiki wujudul hilal lebih memberikan kepastian dibandingkan metode hisab lainnya. Seperti hisab hakiki imkanur rukyat. Bagi Muhammadiyah, jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk pada saat matahari terbenam di seluruh Indonesia, berapapun tingginya (meskipun hanya 0.1°), maka keesokan harinya sudah masuk bulan baru.
"Meskipun metode yang Pemerintah RI dan Muhammadiyah berbeda, tidak perlu diperdebatkan, dan Muhammadiyah menghormati nya," ujar guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.