TKI Disiksa Warga Malaysia, Kemenlu Ambil Langkah Tegas
Tak ingin terulang vonis terhadap majikan penyiksa Pekerja Migran Indonesia (PMI) alias tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor domestik, almarhumah Adelina Lisao, di Malaysia, yang tidak adil.
Pemerintah Indonesia pun mengawal tegas proses hukum terhadap pasangan suami istri Warga Negara Malaysia, pelaku penyiksa terhadap PMI sektor domestik berinisial MH di Kuala Lumpur.
Keduanya telah melakukan penyiksaan keji terhadap MH selama sembilan bulan, sehingga menyebabkan korban mengalami luka serius di sekujur tubuh dan kehilangan berat badan akibat tidak diberi makan.
Terkait hal itu, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memanggil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Zainal Abidin Bakar, Jumat 27 November 2020.
Pemanggilan tersebut untuk menyampaikan kecaman keras Indonesia atas berulangnya kasus penyiksaan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia.
Terakhir, MH, Pekerja Migran Indonesia (PMI) sektor domestik telah mengalami berbagai penyiksaan oleh majikan mulai dari pukulan benda tumpul, sayatan benda tajam, dan disiram air panas.
Indonesia menuntut pelindungan penuh terhadap pekerja migran Indonesia, pengawasan ketat majikan, termasuk pemenuhan hak-hak pekerja, serta memastikan penegakan hukum yang tegas atas majikan MH.
Dubes Malaysia menyampaikan keprihatinan dan keterkejutan atas peristiwa yang menimpa MH tersebut.
Pemerintah Malaysia akan serius menangani kasus ini. Saat ini majikan MH telah ditahan dan dikenakan pasal pelanggaran Anti-Trafficking in Persons and Anti-Smuggling of Migrants Act 2007.
Pada hari yang sama, KBRI Kuala Lumpur telah menjenguk MH yang sedang dirawat di RS Kuala Lumpur. MH dilaporkan dalam kondisi stabil dan telah mendapat perawatan tim dokter untuk mengobati luka dan penanganan psikologis.
KBRI Kuala Lumpur akan menugaskan pengacara untuk memonitor proses penegakan hukum atas majikan MH. Dubes RI untuk Malaysia juga telah berkomunikasi langsung dengan suami MH untuk menyampaikan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini seadil mungkin dan memastikan MH mendapatkan perawatan hingga sembuh.
Dubes RI di Kuala Lumpur
Duta Besar RI di Kuala Lumpur, Hermono menyatakan, Indonesia menegaskan para pelaku harus mendapatkan hukuman setimpal, agar vonis sebelumnya terhadap majikan pelaku penyiksa Adelina Lisao tidak terulang pada kasus MH.
“Kami sudah berkoordinasi dengan retainer lawyer kita ya, untuk memastikan proses hukumnya berjalan dengan koridor hukum yang berlaku. Kedua, kita memastikan pelaku ini mendapatkan hukum yang setimpal. Kita tidak ingin kasus Adelina Lisau yang disiksa sedemikian parah sampai meninggal dunia, ternyata majikannya bebas dari tuntutan," ungkapnya, dalam keterangan kepada media di Indonesia.
"Ini kondisi yang betul-betul kita sangat kecewa. Saya sudah mendapatkan instruksi dari ibu menlu bahwa kita tidak mau kasus Adelina Lisau ini terulang kembali. Dalam artian majikan itu dibebaskan ataupun majikan tidak, mendapatkan hukuman setimpal dengan kekejaman yang dia lakukan kepada warga negara kita,” tambahnya.
Menurut Hermono, ketegasan sikap Indonesia bukan tidak beralasan, sebab kasus penyiksaan terhadap almarhumah Adelina Lisao sebelumnya telah sangat membuat kekecewaan besar.
“Jadi, membaca statement Kemlu mengecam terulangnya kasus seperti ini. Kita tidak ingin kasus seperti ini terulang lagi. Jadi, boleh dikatakan “Enough is Enough”. Kalau kedepan ada kasus seperti ini berarti kita harus memikirkan suatu solusi kebijakan yang barangkali lebih tegas ya,” tegasnya.
Adanya tindak kekerasan terhadap PMI sektor domestik, disebut sebagai bentuk tidak adanya perlindungan pemerintah Malaysia terhadap pekerja warga negara asing.
“Karena, ini menunjukkan bahwa otoritas Malaysia itu tidak bisa memberikan perlindungan kepada pekerja asing. Inikan kewajiban pemerintah negara penerima untuk memberikan perlindungan keselamatan kepada warga negara asing yang ada di sini,” jelas Hermono lagi.
Menurut Hermono, sikap tegas Indonesia terkait kasus MH, ditunjukkan dengan turut diajukannya tuntutan ganti rugi penderitaan yang dialami korban.
“Kita belum bisa mewawancarai yang bersangkutan. Tapi, kasus-kasus seperti ini biasanya 99 persen gajinya juga tidak dibayar. Kita tidak hanya menuntut gajinya dibayarkan. Tapi, kita juga menuntut ganti rugi penderitaan yang dialami oleh korban,” jelas Hermono lagi.
Dikatakan berdasarkan hukum di Malaysia kejahatan yang dilakukan oleh kedua majikan MH, bisa dijatuhkan vonis maksimal hukuman penjara seumur hidup.
“Kalau dengan kasus-kasus seperti ini, tuntutan maksimal yang bisa dilakukan adalah hukuman seumur hidup. Tapi, diluar itu kita juga sedang mempelajari opsi untuk mengajukan tuntutan ganti rugi. Ini yang sudah dibicarakan dengan lawyer KBRI, mengajukan tuntutan tambahan. Yaitu, selain tuntutan pidana juga tuntutan ganti rugi,” pungkasnya.
MH yang bekerja selama 13 bulan berhasil diselamatkan Polis Diraja Malaysia (PDRM) pada 24 November 2020, berdasarkan informasi awal yang diberikan LSM Tenaganita dan berkoordinasi dengan Kedutaan Besar RI (KBRI) Kuala Lumpur. Dan kedua majikan kini telah ditahan.
Indonesia mengecam keras berulangnya kasus penyiksaan pekerja migran Indonesia terutama di sektor domestik oleh majikan di Malaysia.
Indonesia meminta otoritas Malaysia melakukan pengawasan yang ketat terhadap majikan, menjamin pelindungan yang baik terhadap pekerja migran serta melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku.
Indonesia juga mendorong penyelesaian segera perpanjangan MoU penempatan pekerja sektor domestik yang telah berakhir sejak 2016.