Tingkatkan Keselamatan Penerbangan, Kemenhub Gandeng ITS
Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI bekerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar diskusi tentang upaya peningkatan keselamatan penerbangan, Rabu, 5 Desember 2018 di Gedung Rektorat ITS.
Dalam diskusi ini membahas upaya pencegahan kecelakaan transportasi udara sebagai langkah lanjutan atas penelitian terhadap dua prototype (purwarupa) yakni Wind Shear Detector dan Standing Water Detector.
Kedua prototype ini diyakini mampu menjadi solusi atas terjadinya kecelakaan pesawat udara, khususnya saat mendarat (landing) dan lepas landas (take off).
Kepala Peneliti Bidang Instrumentasi ITS, Melania Suweni Muntini yang mengkoordinasi kedua penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kedua alat ini sangat penting adanya.
"Dengan kedua alat ini, potensi kecelakaan dengan penyebab wind shear (angin samping) dan standing water (genangan air) di landasan pacu dapat dicegah semaksimal mungkin," katanya.
Kepala Badan Litbang Kemenhub, Sugihardjo mengungkapkan berdasarkan data dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), salah satu dari tiga penyebab utama terjadinya accident (kecelakaan) maupun incident (kejadian) penerbangan di antaranya melibatkan faktor angin dan hujan.
Faktor angin salah satunya berupa wind shear. Sedangkan faktor hujan dapat menimbulkan genangan air di landasan pacu.
"Ada ketentuan bahwa tinggi genangan di landasan pacu bandara tidak boleh lebih dari 3 milimeter karena bisa menyebabkan pesawat tergelincir saat mendarat (landing)," jelasnya.
Bahkan dengan kedua alat prototype ini, ketika terjadi wind shear dan ada genangan air, bagian Air Traffic Controller (ATC) bandara dapat menginformasikan kepada pilot tentang kondisi di landasan pacu.
"Sehingga nantinya, pilot dapat memutuskan lebih dini, apakah akan terus atau menghindar (dari landasan pacu)," lanjutnya.
Untuk itu, Sugihardjo meyakini kedua alat yang sedang diteliti tersebut sangat diperlukan karena hal ini mengacu pada keselamatan penerbangan.
"Jika kita sudah mengembangkan alat ini, kita juga sudah mendorong produksi dalam negeri, sehingga kita tidak (lagi) bergantung pada produk luar," tambah mantan Staf Ahli Menhub bidang Logistik dan Multimoda ini.
Ia juga meyakini, jika hal ini berhasil dikembangkan, maka akan menjadi prestasi tersendiri karena berhasil menghemat devisa negara.
Penelitian yang telah diujicobakan di Bandara Trunojoyo, Sumenep, Madura ini ditargetkan tahun depan sudah bisa dikembangkan lebih lanjut hingga ada sertifikasi dan produksi agar bisa diterapkan penggunaannya di bandara-bandara se-Indonesia.
"Saat ini masih belum ada satu pun bandara di Indonesia yang menggunakan alat seperti ini," pungkasnya. (amm)